Kecuali pada 2020-2021 karena pandemi Covid-19, Itaewon selalu diramaikan orang-orang yang merayakan Halloween setiap akhir Oktober. Tahun ini, banyak orangtua kehilangan anaknnya dalam petaka di Itaewon.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
Kerabat kehilangan, teman berduka. Semua kesedihan menguar selepas insiden saling impit di gang sempit di kawasan Itaewon, Seoul, Korea Selatan. Insiden pada Sabtu (29/10/2022) telah menewaskan 154 orang.
Bagi Kim (58), insiden itu membuatnya kehilangan seorang putri. Ia mendapati putrinya meninggal pada hari ulang tahun Kim. ”Ayah telah bekerja keras membesarkan saya. Saya akan membalasnya perlahan-lahan,” demikian tulis putri Kim di layanan pesan singkat sebelum kejadian.
Kepada media Chosun Ilbo, Kim menuturkan, putrinya telah memesan salah satu tempat makan terbaik di kawasan Uiwang. Menurut rencana, mereka akan merayakan peringatan ulang tahun Kim di sana pada Minggu (30/10/2022).
Kim mengatakan, putrinya pamit untuk merayakan Halloween di kawasan Itaewon pada Sabtu sore. Ia pergi bersama temannya ke kawasan hiburan malam di Seoul tersebut. Kecuali pada 2020-2021 karena pandemi Covid-19, Itaewon selalu diramaikan orang-orang yang merayakan Halloween setiap akhir Oktober. Di tahun-tahun sebelumnya, tidak ada petaka seperti 2022.
Tahun ini, Kim tidak bisa menghubungi putrinya sejak Sabtu malam. Pada Minggu, di hari seharusnya dia dan keluarganya merayakan ulang tahun, Kim mendapati putrinya di kamar jenazah Ewha University Mok-dong Hospital.
Kim bukan satu-satunya orangtua yang mendapati jenazah anaknya di rumah sakit itu. Ahn (54) juga mendapati putrinya, Seo (20), sudah meninggal di rumah sakit itu. ”Dia satu-satunya hiburan saya setelah suami saya meninggal,” kata perempuan itu kepada Chosun Ilbo.
Demi menemami ibunya, Seo memilih bekerja dekat rumah dan tidak kuliah. Selain alasan biaya, bekerja dekat rumah membuatnya bisa tetap tinggal bersama ibunya. Seo bekerja di rumah sakit dan kedai makan.
Ahn mendapat kabar duka pada Sabtu tengah malam. Awalnya, ia menuju Itaewon untuk mencari tahu nasib putrinya. Dari sana, ia beranjak ke Soonchunhyang University Hospital yang tidak jauh dari lokasi. Setelah menanti dari tengah malam hingga Minggu pagi, Ahn akhirnya diberi tahu petugas bahwa putrinya sudah meninggal. Jenazah putrinya ada di Ewha University Mok-dong Hospital.
Belum jelas
Sementara Seomo (67) malah belum tahu nasib putri tunggalnya sampai Minggu malam. Ia tidak menemukan data putrinya di dalam daftar korban tewas dan cedera akibat insiden itu. ”Saya tidak tahu bagaimana melanjutkan hidup setelah ini,” katanya.
Di pusat penanganan insiden ada laporan tentang 3.580 orang yang belum diketahui kabarnya. Insiden itu terjadi di tengah perayaan Halloween yang ditaksir dihadiri sekitar 100.000 orang.
Seperti dilaporkan Yonhap dan Korea Herald, sejumlah orang yang selamat dari insiden itu menyebut mungkin saja banyak orang yang belum terdata. Sebagian orang memang tidak diselamatkan petugas yang mulai datang menjelang pukul 23.00.
Sebagian orang menyelamatkan diri lalu menuju ke berbagai tempat. Di media sosial, beredar foto orang-orang yang sekujur tubuhnya lebam. Mereka menuturkan, semua lebam itu didapat dalam insiden saling impit dalam gang sempit di Itaewon.
”Waktu itu saya hanya berpikir agar bisa berkumpul lagi dengan keluarga. Saya tidak tahu bagaimana pastinya bisa selamat dari tragedi itu. Saya hanya ingat ada seseorang menarik saya dari atas. Saya tidak tahu siapa dia. Saya hanya tahu berutang nyawa padanya,” tulis seorang warganet di akun media sosialnya.
Saling tolong
Warganet lain mengaku sudah pasrah saat tidak kunjung lepas dari impitan massa. Waktu itu, ia menangis meminta pertolongan. Ia ingat ada orang menariknya dari tangga. Setelah itu, orang itu menarik temannya dan temannya menarik orang lain. Dari saling tarik itu, mereka selamat. ”Situasinya sungguh mengerikan,” kata warganet itu sebagaimana dikutip Chosun Ilbo.
Kepada Yonhap, seorang pekerja toko dekat gang itu membenarkan membantu sejumlah orang keluar dari tempat petaka tersebut. Pekerja yang enggan identitasnya diungkap itu tidak ingat berapa banyak orang yang ditariknya keluar dari lorong tersebut. ”Saya hanya berusaha membantu sebanyak mungkin,” ujarnya.
Seorang tenaga kesehatan malah membatalkan acara bersantainya waktu mendengar kejadian itu. Ia tidak jauh dari lokasi kala mendengar kabar awal soal kejadian tersebut. Ia dan banyak orang lain memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang yang diselamatkan dari lokasi saling impit.
Karena terlalu banyak orang yang tidak sadarkan diri, petugas penyelamat kewalahan. Sejumlah saksi melihat petugas sampai bertanya ke massa, ”Siapa yang bisa memacu jantung?” Tindakan yang dikenal sebagai CPR itu adalah menekan tangan ke dada dan diselingi dengan memberi pernapasan buatan. Banyak orang mengangkat tangan waktu pertanyaan itu diajukan. Mereka segera menolong para korban.