Hubungan Indonesia-Thailand terjalin lama sejak negeri itu masih bernama Siam. Namun, nama yang dipakai sebagai nama negara itu bukan Siam, apalagi Thailandia. Inikah bentuk otoritas si pemilik nama?
Oleh
Asep Rahmat Hidayat
·3 menit baca
Nama merupakan keajaiban yang direncanakan. Tidak ada aturan yang memiliki otoritas penuh atas nama selain pemiliknya. Sebagai contoh, nama Muhammad dituliskan dengan sangat beragam oleh setiap pemiliknya: Mohamad, Mochamad, Muhamad, atau cukup Moh, Moch, dan Muh. Contoh lain ialah ketika Pemerintah Ukraina meminta dunia untuk mengubah penulisan ibu kotanya dari Kiev menjadi Kyiv.
Hal yang sama berlaku untuk nama geografi. Dalam konteks itu kita mengenal ada kata eksonim dan endonim. Eksonim adalah bentuk asing untuk nama geografi, sedangkan endonim adalah bentuk asal atau lokal untuk nama geografi.
Ada yang mempertanyakan ketidakajekan KBBI dalam ”menyerap” eksonim nama negara, seperti nama negara Thailand yang berbeda perlakuan dengan Finlandia, Irlandia, Islandia, Polandia, dan Skotlandia. Faktanya, KBBI belum mencatat nama Thailand sebagai lema tersendiri.
KBBI baru mencatat nama Thailand pada lampiran berjudul ”Nama Negara” pada KBBI Edisi Kedua, lema Thai sebagai nama bahasa pada 2021, dan sebagai nama wilayah dalam definisi beberapa lema. Sementara itu, di meja redaksi KBBI juga sudah ada usulan untuk lema Thailand dan Muangthai yang masih dalam proses penyuntingan.
Hubungan kita dengan Thailand memang sudah terjalin lama sejak negeri itu masih bernama Siam. Sebagai bukti, catatan harian atau Dagh-register Batavia mencatat pada 27 Januari 1683 ada surat dari Raja Siam Narai yang ditujukan kepada Gubernur Jenderal Batavia dan tentu saja kita masih dapat melihat patung gajah di depan Museum Nasional yang merupakan hadiah dari Raja Chulalongkorn pada 1871. KBBI merekam juga hubungan itu dalam lema bunga siam, sepat siam, labu siam, kucing siam, jeruk siam, ikan adu siam, dan kembar siam.
Dalam korpus berbahasa Indonesia, kata Siam, Thailand, dan Muangthai memang muncul. Muangthai sebagai nama endonim untuk Thailand pernah digunakan dalam konteks umum. Sementara itu, Thailand lebih dulu muncul dalam konteks peraturan, seperti dalam Keppres Nomor 155 Tahun 1951 tentang Pengiriman Misi ke Thailand dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1954 tentang Perjanjian Persahabatan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Thailand.
Ada juga cerita dari pekamus senior, seperti dikutip dari buletin Kata (2008), bahwa ketika pekamus akan mencatat lema Siam dalam kamus, perwakilan dari negara itu berkeberatan sehingga nama internasional, Thailand, yang kemudian digunakan. Oleh karena itu, jika nanti lema Thailand terpilih sebagai lema dengan pola yang berbeda dari Finlandia, Irlandia, Islandia, Polandia, dan Skotlandia, tampaknya ada dua pertimbangan.
KBBI baru mencatat nama Thailand pada lampiran berjudul ”Nama Negara” pada KBBI Edisi Kedua, lema Thai sebagai nama bahasa pada 2021, dan sebagai nama wilayah dalam definisi beberapa lema.
Pertama, kata Thailand lebih berterima daripada Siam dan Muangthai atau bentuk pengindonesiaan dari Thailand. Kedua, kata Thailand yang muncul dalam korpus dan bukan Tailan, Thailandia, atau Tailandia, sementara Finlandia, Irlandia, Islandia, Polandia, dan Skotlandia sudah lazim muncul dalam korpus. Sebagai pencatat, KBBI tidak mencatat Tailan, Thailandia, atau Tailandia dan tidak mengubah kembar siam menjadi kembar Thailand karena tidak didukung oleh korpus.
Terkait nama eksonim itu, tampaknya lembaga-lembaga yang terkait perlu duduk bersama untuk menyusun pedoman baku sehingga penggunaannya lebih teratur.