Presiden meminta Polri agar gaya hidup bermewah-mewah anggota Polri "direm" secara total. Gaya hidup mewah anggota polisi sudah ada sejak lama. Mungkinkah kebiasaan bergaya hidup mewah tersebut bisa hilang begitu saja ?
Oleh
BAHARUDDIN KAMBA
·4 menit baca
Pada 14 Oktober 2022, untuk kali pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan seluruh kapolda dan kapolres se-Indonesia, termasuk para pejabat Mabes Polri, di Istana Negara Jakarta.
Salah satu hal yang dipesankan Presiden kepada pejabat Markas Besar Polri, kapolda dan kapolres dalam pertemuan tersebut adalah untuk menjaga gaya hidup anggota Polri agar tidak bermewah-mewahan.
Presiden meminta agar gaya hidup bermewah-mewahan anggota Polri ”direm” secara total. Jokowi mengingatkan, para pejabat Mabes Polri, kapolda, dan kapolres harus memiliki sense of crisis dan memahami kondisi dunia yang sulit.
Larangan pamer kemewahan atau gaya hidup bagi anggota Polri di area publik, termasuk di media sosial, telah diatur dalam Surat Telegram (ST) No ST/30 /HUM.3.4/2019/DIVPROPAM tanggal 15 November 2019.
ST yang ditandatangi Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri—saat itu Irjen Listyo Sigit Prabowo— berisi tentang peraturan disiplin anggota Polri, Kode Etik Profesi Polri, dan kepemilikan barang mewah oleh pegawai negeri di institusi di Polri.
Larangan tak boleh menampilkan kekayaan, tidak hanya di lingkungan pekerjaan, tetapi juga di media sosial.
Surat larangan itu menyebutkan, institusi Polri meminta anggotanya bersikap sederhana, sejalan dengan cita-cita mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih.
Dalam ST tersebut ada tujuh poin larangan.
Dalam ST tersebut ada tujuh poin larangan. Hal itu antara lain pertama; tidak menunjukkan, memakai, memamerkan barang-barang mewah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi sosial di kedinasan maupun di area publik.
Kedua, senantiasa menjaga diri, menempatkan pola hidup sederhana di lingkungan institusi Polri ataupun di masyarakat. Ketiga, tak mengunggah foto atau video yang menunjukkan gaya hidup hedonis karena dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Yang melanggar akan dikenai sanksi tegas, mulai dari kurungan penjara hingga pencopotan jabatan.
Tidak efektif
Sejumlah anggota parlemen Senayan sempat menyindir gaya glamor polisi. Mereka menilai polisi yang hidup mewah, apalagi dipamerkan di media sosial, akan membuat rakyat sakit hati karena polisi merupakan pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat, selain sebagai aparat penegak hukum.
Kebiasaan sebagian anggota Polri untuk bergaya hidup mewah bisa jadi bukan sepenuhnya salah mereka, karena suka atau tidak suka, gaya hidup mewah bagi anggota polisi sudah ada sejak lama. Kebiasaan bagi anggota Polri untuk bergaya hidup mewah tidak bisa hilang begitu saja.
Institusi Polri telah banyak mengeluarkan aturan soal larangan bergaya hidup mewah dan pamer kemewahan. Sebut saja di era Kapolri Tito Karnavian dengan mengeluarkan Peraturan Kapolri (Perkap) No 8 Tahun 2017 tentang Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. PNS Polri yang tak patuh akan dikenai sanksi.
Pada tahun yang sama, Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengeluarkan aturan berupa Perkap No 9 Tahun 2017 tentang Usaha bagi Anggota Polri, yang mengatur sejumlah larangan dan syarat bagi polisi yang hendak berbisnis. Salah satunya adalah larangan bekerja untuk mencari keuntungan pribadi.
Tak cukup di situ. Kapolri Tito Karnavian juga mengeluarkan Perkap No 10 Tahun 2017 tentang Kepemilikan Barang yang Tergolong Mewah oleh Pegawai Negeri Polri. Barang atau aset milik anggota Polri harus diperoleh dengan cara yang sah (gaji), warisan atau cara legal lainnya.
Selanjutnya, pada masa Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis—saat itu Kadiv Propam dijabat oleh Irjen Lisyo Sigit Prabowo—mengeluarkan ST Nomor ST/30/XI/Hum.3.4/2019/ Divisi Propam yang melarang anggota Polri untuk pamer kemewahan. Ada tujuh larangan yang diatur dalam ST ini.
Di antaranya; tak menunjukkan, memakai, dan memamerkan barang-barang mewah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi sosial di kedinasan maupun di area publik.
Sederet aturan yang telah ada ternyata belum ampuh memberikan efek jera bagi anggota Polri yang melanggar karena persoalan lemahnya pengawasan, pembinaan, dan penindakan. Selain itu, kebanyakan aturan tentang larangan pamer kemewahan bagi anggota Polri, itu tak dibarengi dengan kete- ladanan di lapangan.
Aturan-aturan yang ada saat ini juga tak efektif karena hanya menyoal perilaku polisi yang pamer kemewahan di media sosial, tanpa mengatur soal asal- usul harta kekayaan yang diperoleh , terlebih harta kekayaan yang perolehannya patut dicurigai. Apabila ada anggota Polri yang hidup mewah tanpa ada kejelasan soal asal-usul harta yang dimiliki, seharusnya itu patut dipertanyakan.
Presisi Polri
Di era kepemimpinan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, dikenal jargon ”Presisi Polri”. Presisi merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Makna responsibilitas dan transparansi berkeadilan ditekankan agar setiap anggota Polri melaksanakan tugasnya secara cepat dan tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, dan berkeadilan.
Salah satu langkah dan komitmen yang diterapkan Kapolri Listyo Sigit Prabowo dalam kaitannya dengan konsep presisi Polri adalah menampilkan kepemimpinan yang melayani dan menjadi teladan.
Salah satu problem yang perlu segera diselesaikan di institusi Polri terkait larangan bagi anggota Polri pamer kemewahan adalah bukan hanya soal halal atau tidaknya harta kekayaan yang diperoleh anggota Polri, melainkan juga soal absennya keteladanan bagi semua anggota Polri. Sebab, percuma saja kebanyakan aturan, larangan, pengawasan, pembinaan, dan penindakan, jika masih minim sosok teladan di institusi Polri. Semoga Presisi Polri tak sekadar basa-basi.
Baharuddin KambaKepala Bidang Humas Jogja Police Watch