Anggota dan pejabat Polri bisa merenungkan ucapan Kapolri Jenderal (Pol) Hoegeng Iman Santoso. Hoegeng pernah mengatakan, ”Selesaikan tugas dengan penuh kejujuran karena kita masih bisa makan dengan nasi garam.”
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Presiden Joko Widodo mengambil langkah tidak biasa untuk memaksa jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri agar berbenah.
Bukan hanya Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo yang dipanggil ke Istana, melainkan seluruh pejabat Polri, termasuk kapolda dan kapolres. Lazimnya, pesan pembenahan disampaikan langsung kepada pemimpin lembaga. Namun, kini Presiden memilih menyampaikannya secara langsung.
Di depan pejabat Polri, Presiden mengungkapkan kegusarannya kepada Polri. Anggota polisi yang suka tampil bermewah-mewahan, bergaya hidup hedon, ataupun perilaku anggota Polri yang melanggar hukum. Akibatnya kepercayaan publik kepada Polri berada di titik terendah.
Dalam tiga bulan belakangan, Polri terus didera masalah. Kasus pembunuhan Yoshua Hutabarat yang melibatkan Ferdy Sambo, kasus di Stadion Kanjuruhan di Malang, dan terakhir kasus narkotika yang melibatkan Inspektur Jenderal Teddy Minahasa.
Penangkapan Teddy Minahasa yang sudah diumumkan menjadi Kapolda Jatim merupakan pukulan bagi Polri. Apalagi pengungkapan kasus itu dilakukan berbarengan dengan pemanggilan pejabat Polri oleh Presiden. Apakah itu suatu kebetulan atau ekspresi rivalitas di kalangan Polri? Semoga saja itu murni penegakan hukum terhadap perilaku korup.
Publik jadi bertanya-tanya ada apa dengan Polri kita? Dengan anggaran besar serta banyaknya pejabat Polri yang memegang jabatan sipil, mengapa Polri terus dilanda masalah? Rasanya, perlu ada penelitian mendalam soal lembaga Polri. Kompolnas bisa mengawali kajian mendalam. Apakah ada problem organisasi atau problem lainnya? Apakah penegakan dilakukan demi penegakan hukum itu sendiri atau untuk motif personal?
Bagi publik, sebenarnya bukan hanya soal gaya hidup mewah yang jadi soal, Tapi, dari mana kekayaan itu diperoleh?
Peringatan Presiden Jokowi soal gaya hidup mewah anggota Polri sebenarnya bukan hal baru. Publik sudah kerap mengkritik, tetapi tak banyak perubahan. Bagi publik, sebenarnya bukan hanya soal gaya hidup mewah yang jadi soal. Tapi, dari mana kekayaan itu diperoleh? Bagaimana menjelaskan kepemilikan harta pejabat Polri yang mungkin tak sesuai dengan pendapatan resmi sebagai anggota Polri? Sudahkah aturan soal wajib lapor kekayaan pejabat Polri ditaati? Itu adalah amanat MPR dan undang-undang.
Publik menantikan langkah tegas Kapolri setelah ada perintah Presiden. Wajib lapor kekayaan dan mungkin pembuktian terbalik asal muasal kekayaan. Langkah itu bisa memilah mana polisi baik dan jujur, mana polisi yang sebenarnya menggunakan jabatannya untuk kepentingan mengumpulkan kekayaan.
Anggota Polri dan pejabat Polri bisa merenungkan ucapan Kapolri Jenderal (Pol) Hoegeng Iman Santoso. Hoegeng polisi berintegritas, polisi jujur itu pernah mengatakan, ”Selesaikan tugas dengan penuh kejujuran karena kita masih bisa makan dengan nasi garam.” Meski zaman berubah, pandangan Hoegeng masih sangat relevan. Hilangnya kejujuran adalah awal kebangkrutan moral bangsa ini.