Ujung tombak penanganan stunting ada di pemerintah daerah hingga desa. Posyandu, pusat kesehatan masyarakat dan Keluarga Berencana, hingga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga harus diperkuat.
Oleh
Ninuk M Pambudy
·4 menit baca
Presiden Joko Widodo menetapkan target kejadian (prevalensi) stunting pada anak balita turun dari 24,4 persen menjadi 14 persen pada tahun 2024. Itu artinya kejadian stunting pada 1 dari tiap 4 anak saat ini harus turun menjadi 1 dari tiap 7 anak dalam waktu dua tahun mendatang.
Pemerintah serius menangani stunting sebagai prioritas kerja Joko Widodo-Ma’ruf Amin, yang menempatkan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai prioritas pertama rencana kerja tahun 2022 dan 2023. Untuk mendukung percepatan pencegahan stunting, tahun 2022 pemerintah menganggarkan Rp 44,8 triliun. Tahun 2022 merupakan tahun keempat pelaksanaan anggaran yang memasukkan tematik stunting.
Anggaran terdiri dari belanja untuk 17 kementerian dan lembaga sebesar Rp 34,1 triliun dan pemerintah daerah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Rp 8,9 triliun serta DAK Nonfisik Rp 1,8 triliun. Untuk tahun 2023, pemerintah memperluas cakupan program ke seluruh kabupaten dan kota.
Stunting menjadi masalah di banyak negara, terutama negara berkembang. Stunting, yaitu keadaan kekurangan gizi selama 1.000 hari pertama kehidupan (KHP) sejak dalam konsepsi/kandungan hingga anak usia dua tahun, menyebabkan tidak optimalnya pertumbuhan otak dan tubuh. Cirinya adalah tinggi badan kurang dari tinggi normal. Anak yang mengalami stunting tidak dapat diperbaiki kondisinya.
Stunting sering luput dari perhatian lingkungan karena fisik anak tetap tumbuh dan dapat menjadi dewasa. Namun, kualitas pertumbuhan tidak optimum yang ditandai dari tingkat kemampuan kognisi di bawah rata-rata, tubuh pendek, serta rentan terkena penyakit infeksi dan degeneratif.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang menakhodai koordinasi penanganan stunting menyebut, stunting menyebabkan kehilangan 2-3 persen produk domestik bruto (Kompas.id, 22/2/2022). Besar ekonomi Indonesia tahun 2021 adalah Rp 16.970,8 triliun sehingga stunting menyebabkan kehilangan potensi besaran PDB sekitar Rp 500 triliun.
Kualitas pertumbuhan tidak optimum yang ditandai dari tingkat kemampuan kognisi di bawah rata-rata.
Multidimensi
Bank Dunia dalam laporan “Spending Better to Reduce Stunting in Indonesia: Findings from a Public Expenditure Review” (2020) yang dikutip Tri Mulyaningsih dan kawan-kawan (2021) mengingatkan kerugian akibat stunting. Angka kejadian stunting yang masih di atas 20 persen –termasuk kategori menengah—dan dampaknya pada perkembangan kognitif anak diprediksi membuat tingkat produktivitas generasi mendatang Indonesia menjadi hanya separuh potensinya.
Banyak penelitian dilakukan mengenai stunting di Indonesia, antara lain, Mulyaningsih dkk dan Agung Dwi Laksono dkk. Hasil penelitian mereka terbit dalam jurnal Public Library of Science Juli 2022 dan November 2021.
Agung menyimpulkan, pendidikan ibu berperan penting dalam mencegah stunting. Ibu dengan pendidikan SD ke bawah berpeluang lebih 1,5 kali memiliki anak stunting berusia di bawah 2 tahun daripada ibu berpendidikan perguruan tinggi. Sedangkan ibu berpendidikan SMA berperluang 1,2 kali memiliki anak stunting dibandingkan dengan ibu berpendidikan perguruan tinggi.
Penelitian Mulyaningsih dkk (antardaerah dan provinsi selain individu dan RT) menunjukkan, kejadian stunting sangat bervariasi antarkarakteristik anak dan keluarga, bahkan bervariasi antarpropinsi hingga kecamatan. Faktor yang memengaruhi pada tingkat anak adalah kebiasaan variasi konsumsi makanan, berat badan lahir, kekerapan mengami penyakit infeksi, dan jenis kelamin.
Kejadian anak lelaki mengalami stunting lebih tinggi dari anak perempuan. Penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan orangtua dan masyarakat mengenai nutrisi, selain masih kuatnya budaya mengutamakan anak laki-laki. Akibatnya anak lelaki segera diberi makanan tambahan sebelum berusia enam bulan, periode ideal pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif. Ada anggapan makanan tambahan, bahkan susu formula, lebih baik untuk bayi daripada ASI. Akibatnya daya tahan tubuh anak dapat berkurang dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif selama enam bulan dari ibu yang kebutuhan gizi seimbangnya terpenuhi.
Kemampuan ekonomi keluarga dan pendidikan orangtua, terutama ibu, sangat menentukan. Sedangkan ketersediaan air bersih, jamban, dan lingkungan sehat menjadi penentu di tingkat komunitas. Ketiadaan sanitasi dan air bersih menaikkan risiko anak terkena diare dan penyakit infeksi lain sehingga berakibat pertumbuhan tubuh dan otak terhambat.
Budaya berperan penting dalam mencegah stunting, seperti hasil diskusi terpusat Indonesia Gastronomy Community di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok, Senin (10/10/2022). Budaya pariarkhi yang masih kuat di masyarakat menyebabkan masih ada kebiasaan anak perempuan dan ibu mendapat bagian makana lebih sedikit atau kurang bermutu dibandingkan dengan anggota keluarga laki-laki. Pernikahan usia anak masih terjadi dengan risiko kesehatan bagi ibu dan bayi yang dilahirkan. Pergeseran pilihan masyarakat dari makanan lokal dan tradisional bergizi seimbang ke makanan cepat saji dan atau makanan kemasan menyebabkan diet tidak seimbang.
Ujung tombak
Ujung tombak penanganan stunting ada di pemerintah daerah hingga desa. Posyandu, pusat kesehatan masyarakat dan Keluarga Berencana, hingga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga harus diperkuat. Penting sekali membekali pekerja atau fasilitator yang berhubungan langsung dengan masyarakat dengan pengetahuan memadai dalam memahami karakteristik masyarakat setempat dan menggunakan sumberdaya pangan lokal.
Menurunkan stunting adalah mengubah pola pikir dan kebiasaan orangtua, keluarga dan masyarakat, selain meningkatkan ekonomi keluarga, serta meningkatkan akses keluarga pada bahan makanan untuk mendapat gizi seimbang.
Ketersediaan data yang akurat dan jujur menjadi syarat mutlak. Ketersediaan anggaran penting, tetapi lebih penting lagi bagaimana anggaran digunakan menarget dengan tepat persoalan dan tujuan program.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.