Peran perguruan tinggi sangat strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing global. Perguruan tinggi yang berkualitas dan berdaya saing tinggilah yang dapat menjawab tantangan ini.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Peran perguruan tinggi sangat strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing global. Ini tantangan di era globalisasi.
Perguruan tinggi yang berkualitas dan berdaya saing tinggilah yang dapat menjawab tantangan tersebut. Perguruan tinggi yang dapat beradaptasi dengan cepat dalam menyiapkan keahlian dan kompetensi baru bagi mahasiswanya agar dapat menjawab tantangan perubahan zaman.
Ini menjadi tanggung jawab pengelola perguruan tinggi dan terutama pemerintah untuk menyediakan pendidikan tinggi yang berkualitas dan mudah diakses. Dari segi jumlah, perguruan tinggi di Indonesia sudah lebih dari cukup bahkan terlalu banyak, lebih dari 4.500 perguruan tinggi. Dari jumlah itu, sebanyak 3.041 merupakan perguruan tinggi swasta (PTS) yang sebagian besar tidak sehat (Kompas, 13/10/2022).
Sejumlah upaya telah dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek, untuk menyehatkan perguruan tinggi tersebut, mulai dari penggabungan/merger, akuisisi, hingga pencabutan izin perguruan tinggi. Sejak 2015 paling tidak Kemendikbudristek telah menggabungkan 720 PTS menjadi 278 PTS dan menutup 130 perguruan tinggi yang bermasalah dalam pengelolaannya.
Pekerjaan rumah masih banyak, masih ada 1.221 PTS yang tidak sehat dan ada 1.291 PTS yang belum terakreditasi. Perlu penanganan khusus dan menyeluruh untuk menyehatkan perguruan tinggi-perguruan tinggi tersebut.
Pekerjaan rumah masih banyak, masih ada 1.221 PTS yang tidak sehat dan ada 1.291 PTS yang belum terakreditasi.
Langkah penggabungan belum tentu disambut baik, apalagi jika terkait dari yayasan/pengelola yang berbeda. Pemberian insentif Rp 100 juta bagi perguruan tinggi yang bersedia digabungkan dan langkah menaikkan akreditasi perguruan tinggi perlu diikuti langkah-langkah lainnya untuk memperbaiki tata kelola perguruan tinggi, terutama terkait dukungan kebijakan dan pendanaan dari APBN. Selama ini masih ada dikotomi PTS dan PTN, padahal sama-sama berjasa mendidik anak bangsa.
Dukungan dana APBN bisa dengan memperbanyak alokasi kuota KIP Kuliah bagi mahasiswa PTS yang membutuhkan. Uang kuliah masih menjadi andalan sumber pendanaan sebagian besar PTS. Data Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia pada tahun pertama pandemi menunjukkan, sekitar 80 persen PTS kesulitan pembiayaan. Krisis ekonomi akibat pandemi berdampak pada kondisi keuangan sebagian besar keluarga mahasiswa.
Demikian pula, penutupan perguruan tinggi bermasalah tak akan menyelesaikan masalah jika keran izin pendirian perguruan tinggi baru tetap dibuka. Langkah moratorium pendirian universitas, institut, dan sekolah tinggi yang sudah dilakukan pemerintah selama ini hendaknya diikuti moratorium pendirian perguruan tinggi secara menyeluruh. Selanjutnya fokus pada upaya penyehatan perguruan tinggi yang ada.
Upaya penyehatan tersebut hendaknya seiring dengan upaya peningkatan kualitas perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi swasta. Bagaimanapun, negara ini juga mengandalkan perguruan tinggi swasta untuk mendidik anak bangsa. Lebih dari 50 persen dari 8,9 juta mahasiswa di Indonesia (BPS, 2021) kuliah di PTS. Dan, perguruan tinggi yang sehat dan berkualitas adalah hak semua mahasiswa.