Perusahaan Induk dan Subinduk PLN Mempercepat Transformasi Digital
Transformasi digital bukan masalah teknologi tetapi perubahan cara pandang semua orang dalam organisasi.
Kunci sukses pembentukan perusahaan induk dan subinduk PLN adalah perubahan proses bisnis dengan dukungan transformasi digital yang dapat menciptakan peningkatan produktivitas dan effisiensi dan dirasakan nilai (value) di pelanggan PLN dan pemegang saham. Dengan efisiensi biaya produksi kwh yang rendah dari pembangkitan, beban masyarakat pengguna listrik akan berkurang.
Menteri BUMN, Erick Thohir, baru-baru ini mencipta pola korporasi baru, untuk lebih menjamin kinerja keuangan BUMN menjadi positif. Pola itu dilakukan saat membentuk induk dan subinduk pada PT PLN (Persero) pada 2 September 2022. Pembentukan subinduk seperti PLN Energi Primer Indonesia, PLN Nusantara Power (Generation Company1), PLN Indonesia Power (Generation Company2), dan sub-holding PLN ICON Plus.
Proses bisnis perusahaan pun diperbaiki untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi yang prima pada perusahaan milik negara, sebagai layanan publik yang efisien. Selain itu, agar pemanfaatan asset lebih optimal, serta transisi energi bisa dipercepat, maka perusahaan juga lebih siap menghadapi tantangan zaman yang mengandung pelbagai ketidakpastian, seperti adanya konflik geopolitik berkepanjangan yang berakibat kelangkaan BBM, tuntutan energi transisi, serta disrupsi pasar dari perubahan teknologi seperti pemanfaatan digitalisasi/transformasi digital di berbagai aktivitas bisnis dan organisasi untuk mencipta peningkatan produksi dan effisiensi yang lebih tinggi.
Selanjutnya pekerjaan subinduk, yang terbentuk sebagai spesialisasi, akan lebih terfokus untuk meningkatkan efektifitas kinerjanya. Dalam ilmu manajemen strategis, pola subinduk merupakan strategi bisnis, masing-masing unit usaha mempunyai keahlian yang unik dan mantap sampai pada kompetensi inti (core competency) seperti spesialisasi pembangkitan energi, distribusi, dan pelayanan pelanggan.
PLN Indonesia Power misalnya, khusus mengelola pasokan listrik sehingga lebih berhasil mencapai sasaran cost per unit dari produksi kwh yang rendah, yang akan lebih kompetitif di pasar. Bila tugas ini berhasil, tentu sangat dihargai oleh konsumen karena akan mengurangi beban hidup rakyat
Adam Smith (1776), mengajarkan bahwa sistem pembagian divisi atau spesialisasi di perusahaan agar tercipta tugas-tugas dijalankan dengan terfokus, berlandaskan keahlian (bukan keahlian administratif, tapi kompetensi inti atau core competency).
PLN Nusantara Power (Generation 1) misalnya, mengelola lebih produktif dan efisien pada pembangkit-pembangkit yang dimiliki PLN. Hasilnya diharapkan akan meningkatkan kinerja seperti peningkatan produksi listrik, biaya produksi energi dalam kwh yang lebih murah, dan memperbaiki pendapatan pekerja. Hasil tersebut semestinya dapat memberikan dampak positif pada ekonomi dan harga listrik di pelanggan PLN semakin murah.
Strategi Korporasi dan Strategi Bisnis
Organisasi korporat besar PLN, yang memiliki aset BUMN terbesar (Rp 1.506 trilun), memiliki aneka ragam teknologi kelistrikan dengan tuntutan aneka ragam keahlian tidak mungkin lagi dikelola secara tradisional untuk melayani 75 juta pelanggan.
PLN bertanggung jawab melayani publik yang diakomodasi dalam bentuk subinduk sehingga dapat lebih fokus pada strategi bisnis. Sementara itu, holding akan lebih fokus pada strategi korporat yang memikirkan pertumbuhan bisnis kelistrikan (Hitt,2020), yang makin efisien dengan bauran energi, serta kemampuan layanan kelistrikan pada masyarakat sampai tempat yang terisolir /NKRI dengan rasio elektrifikasi 100 persen.
Sedangkan subinduk PLN, misalnya yang mengelola pembangkitan yang memproduksi listrik dalam kWH, akan lebih terfokus pada peningkatan produksi dan efisiensi (dalam biaya produksi per kWH) yang menghasilkan biaya makin rendah, agar mengurangi beban masyarakat pelanggan. Untuk mencapai biaya produksi per kWH yang lebih kompetitif, salah satu caranya dengan memanfaatkan teknologi transformasi digital dalam menjalankan manajemen pada bisnis kelistrikan.
Tantangan yang dihadapi korporasi saat ini adalah, cepatnya perubahan yang tiada berakhir yang mengandung ketidakpastian yang tinggi. Fenomena lingkungan eksternal ini pada bisnis, makin memerlukan bantuan transformasi digital, yang saat ini sedang perhatian makin banyak pihak secara eksponensial (Marr, 2021).
Dunia bisnis masa kini yang peduli pada efisiensi dan keamanan bisnis, berbenah menghadapi perubahan dengan tingkat ketidakpastian berbeda-beda serta kompleksitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Solusinya adalah, mengadaptasi prinsip kerja transformasi digital, yaitu memberi data waktu nyata dan daring tentang perubahaan lingkungan eksternal seperti perubahan harga BBM kapan saja.
Dikaitkan dengan transformasi digital yang bertujuan meningkatkan produktivitas para pekerja dan efisiensi adalah sejalan dengan teori Adam Smith. Adam Smith mempertegas lagi bahwa bila seseorang atau bisnis lebih fokus akan lebih berhasil dalam mengerjakan spesialisasinya. Prinsip ini juga yang berlaku dalam prinsip digital, mengerjakan satu pekerjaan yang sejenis/khusus dengan metode atau aplikasi yang khusus, namun diperkaya dengan data yang relevan dan terkini (real time).
Proses bisnis atau sistem
Transformasi digital mendominasi wacana praktis dan ilmiah. Namun, banyak perusahaan tidak memiliki rencana yang jelas tentang transformasi itu. Menurut Fischera, dkk, (2020), langkah awal yang dipersiapkan adalah proses bisnis atau sistem.
Proses bisnis mengarah pada perubahan prosedur atau sistem (SOP, model bisnis, metode kerja, cara kerja, norma, petunjuk kerja). Proses bisnis dianggap sebagai seni dan ilmu mengawasi bagaimana pekerjaan dilakukan dalam suatu organisasi untuk memastikan hasil yang konsisten dan untuk mengambil keuntungan dari peluang perbaikan antara rencana dan realisasi (variant) secara waktu nyata.
Transformasi digital bukan masalah teknologi tetapi perubahan cara pandang semua orang dalam organisasi. (Westerman, 2019). Jawaban dari transformasi digital, bukan teknologi atau digital, melainkan transformasi (perbaikan proses bisnis seperti cara kerja secara berkelanjutan dari para pekerja/alat yang digunakan menjadi lebih baik lagi).
Selanjutnya langkah apa yang perlu dibenahi?
Pertama, benahi proses bisnis atau sistem dengan benar sehingga akan membawa perubahan drastis dalam peningkatan produktivitas dan efisiensi. Kedua, strategi digital perlu dibuat sebagai peta jalan untuk implementasi transformasi ini. Rencanakan strategi digital yang menjadi kemudi organisasi dari setiap tahapan yang akan dilakukan.
Ketiga, apabila proses bisnis atau sistem sudah benar yang mencerminkan transformasi atau perubahan yang sangat mendasar berdasarkan prinsip digitalisasi dan strategi digital sebagai peta jalan, Keempat, perubahan mendasar kepemimpinan dari transaksional menjadi transformasional.
Kepemimpinan yang tepat dalam transformasi digital adalah yang berproses secara bottom-up. Peningkatan kinerja pekerja primer/aktivitas primer adalah keberhasilan transformasi digital. Hal ini bisa dicapai melalui kepemimpinan transformasional (bottom-up), yang mempercayai subinduk dalam melaksanakan tugas yang diberi spesialisasi, dalam rangka memberi layanan kepada publik untuk melayani pelanggan langsung, operasi pembangkit, pemeliharaan instalasi pembangkit, tegangan tinggi, tegangan rendah, sampai pada pengguna/konsumen listrik harus maksimal.
Pembentukan induk dan subinduk PLN merupakan langkah tepat melalui transformasi organisasi dengan memfokus atau memperkuat spesialasi internal. Proses bisnis lebih mudah diimplementasikan dengan dukungan transformasi digital. Melalui transformasi digital maka kinerja pekerja primer/aktivitas primer akan meningkat, dan memberdayakan para pekerja primer dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi dari aset atau teknologi yang menjadi tanggungjawabnya.
Kunci suksesnya adalah perubahan proses bisnis (seperti model bisnis, sistem, SOP, metode kerja, dan praktek terbaik) ditambah dengan dukungan transformasi digital akan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi, dan dirasakan nilai (value) di pelanggan PLN dan pemegang saham sekaligus mengurangi beban pelanggan PLN.
Manerep Pasaribu adalah Staf Pengajar Paskasarjana PPIM FEB UI dan Anggota Indonesian Strategic Management Society (ISMS)