Manajemen organisasi penyelenggara pertandingan sepak bola perlu mengutamakan keselamatan pemain, penonton, dan semua yang ada di dalam stadion olahraga, bukan sekadar memikirkan keuntungan dari banyaknya penonton.
Oleh
SOPHAN Y WARNASOUDA
·4 menit baca
Menikmati malam minggu pada awal Oktober, saya menonton pertandingan antara klub sepak bola Arema Malang dan Persebaya Surabaya. Arema yang menjadi tuan rumah, menurut riwayat, selalu menang dalam kurun waktu lebih dari dua dasawarsa.
Di awal setengah permainan pertama, Persebaya lebih dulu unggul sampai skor 2-0. Persebaya memang bermain di luar dugaan, bisa lebih cepat dan unggul. Namun, Arema bisa menyamakan skor 2-2 pada akhir waktu sebelum turun minum.
Pertandingan memang sangat menarik seperti final pada suatu kejuaraan, dengan skor akhir 3-2 untuk Persebaya Surabaya.
Keelokan pertandingan tersebut berakhir dengan tragedi persepakbolaan nasional, bahkan internasional, karena sampai saat ini sudah 125 korban meninggal. Sungguh tragis, nomor dua setelah musibah di Stadion Nasional, Lima, Peru, dengan korban 328 jiwa (24 Mei 1964).
Gas air mata di ruang ”tertutup” seperti stadion sepak bola menjadi gas yang mematikan. Semakin banyak jumlah penonton, semakin banyak pula memakan korban.
Penggunaan gas air mata sebetulnya bukan hal baru. Persoalannya, tidak semua tahu cara menggunakannya dengan bijak.
Efek gas air mata
Gas air mata sering digunakan dalam pengendalian aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan atau membubarkan kerumunan. Penggunaan gas air mata sebetulnya bukan hal baru. Persoalannya, tidak semua tahu cara menggunakannya dengan bijak.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), gas air mata merujuk pada riot control agents yang merupakan komponen kimia. Paparan gas air mata mengakibatkan iritasi di mata, mulut, tenggorokan, paru-paru, dan kulit.
Segera setelah terpapar gas air mata, seseorang dapat mengalami gejala berikut: mata berair, mata gatal, mata terasa terbakar, luka bakar di area mata, pandangan kabur, dan kebutaan.
Menghirup gas air mata dapat menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan, dan paru-paru. Orang dengan kondisi gangguan pernapasan berisiko lebih tinggi mengalami gejala parah, seperti gagal napas. Beberapa efek yang muncul adalah rasa terbakar dan gatal di tenggorokan, kesulitan bernapas, batuk, dada sesak, mual, muntah, dan gagal napas.
Dalam kasus yang parah, paparan gas air mata konsentrasi tinggi atau paparan di ruang tertutup atau untuk jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kematian.
Karena efek gas air mata di ruang tertutup yang sangat berbahaya dan mematikan tersebut, FIFA, organisasi sepak bola dunia, telah lama melarang penggunaan gas air mata untuk menghentikan kekacauan manusia di ruang tertutup seperti stadion sepak bola.
Seharusnya PSSI mengikuti peraturan olahraga dunia. Timbul pertanyaan, kenapa sudah dilarang FIFA, Polri sebagai satuan pengamanan masih menggunakan gas air mata?
Dari tragedi sepak bola di Malang ini, ada benang merah yang perlu diamati. Pertama, gagalnya manajemen emosi berujung kekecewaan berat. Kedua, gagalnya manajemen organisasi penyelenggaraan pertandingan yang berujung ketidakseimbangan jumlah penonton dengan jumlah aparat keamanan. Ketiga, gagalnya manajemen iptek keamanan yang berujung penggunaan gas air mata dalam ruang tertutup (stadion). Persoalan ini tidak menutup kemungkinan makin panjangnya deretan masalah lain.
Manajemen emosi untuk para suporter sepak bola bisa dilakukan dengan gerakan masyarakat terkait pemahaman pengendalian emosi yang dikoordinasi para pemimpin organisasi suporter. Bukan itu saja, suporter juga dapat diisi dengan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
Manajemen organisasi panitia penyelenggara pertandingan sepak bola perlu mengutamakan keselamatan pemain, penonton, dan semua yang ada di dalam stadion olahraga, bukan sekadar memikirkan keuntungan dengan penonton yang melebihi kapasitas stadion. Demikian juga perbandingan jumlah penonton dan jumlah aparat keamanan harus memadai.
Manajemen keamanan pertandingan memerlukan analisis situasi dan kondisi untuk keamanan prima, termasuk peralatan yang up to date.
Sepak bola adalah cabang olahraga rakyat, belum puas rasanya suatu perayaan pertandingan kalau belum ada sepak bola. Sepak bola juga dapat mempererat persatuan rakyat NKRI jika ada pemahaman bahwa kita semua bersaudara.
(Sophan Y Warnasouda,Dosen Fakultas Kedokteran Uiversitas Pasundan, Bandung)
Pembetulan
Pada alinea kelima artikel berjudul "Tragedi Sepak Bola dan (Gas) Air Mata" terdapat kalimat yang bisa menimbulkan pemahaman terjadi bentrokan antarsuporter Arema dan Persebaya. Padahal, bentrokan itu tak pernah ada, sebab suporter Persebaya tak hadir di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). Demikian kesalahan, juga di Kompas.id, diperbaiki dan kami memohon maaf. Terima Kasih. Redaksi