Tari dalam Problematika Ketubuhan Kontemporer Kita
Indonesian Dance Festival bukan sekadar perayaan keberagaman, melainkan juga mampu memberi tempat kepada segala upaya eksplorasi pencarian kemungkinan terhadap problematika ketubuhan kontemporer kita.
Oleh
PURNAWAN ANDRA
·4 menit baca
Indonesian Dance Festival atau IDF akan kembali dihelat pada 22-28 Oktober 2022 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Agenda tahun ini sekaligus menjadi momentum perayaan 30 tahun IDF dalam menyemarakkan dan menguatkan ekosistem seni tari di Tanah Air melalui pembentukan platform eksplorasi dan pertunjukan karya bagi para pelaku tari (muda).
Tahun ini, IDF mengambil tema ”RASA: Beyond Bodies” sebagai upaya menggali kembali konsep ”rasa”, bukan saja sebagai perasaan individu, melainkan juga rasa yang membentuk pengalaman kebudayaan. Hal ini menjadi respons terhadap berbagai dinamika yang meliputi dunia tari dalam beberapa tahun terakhir. Perubahan gaya hidup serba dalam jaringan yang mengubah banyak hal memberi pengalaman dan tantangan baru dalam penciptaan karya tari.
Tema ”RASA: Beyond Bodies” menjadi menarik disimak karena kita tahu bahwa tari telah bergerak dengan kecepatannya sendiri, memekarkan dirinya sendiri, sebagai bagian dari pergerakan realita. Seiring perubahan lanskap kultural, sajian komunikasi seni (tari) saat ini tidak lagi (hanya) muncul dalam ruang waktu yang terbatas, tetapi juga menerabas berbagai medium, mekanisme jaringan digital, hingga bentuk presentasinya. Pengalaman-pengalaman termediasi lewat platform digital sehingga mengubah konfigurasi moda komunikasi serta membuka alternatif ruang untuk beradaptasi dan mengekspresikan gagasan dan imajinasi artistik.
Terlebih di masa pandemi, ketika kesempatan menampilkan karya tari di atas panggung menjadi terbatas, para koreografer bisa mengeksplorasi media sedemikian rupa dalam penjelajahan kreatif yang sangat terbuka dan variatif. Tidak hanya pada unsur estetis, proses kreatif bisa dilakukan dengan membuka wacana dan menjangkau luasan logika lain dalam antropologi, etnografi, sosio-religi, hingga ilmu medis dan arsitektur.
Dengan hal tersebut, kedalaman ekspresi tari menjadi lebih berbobot. Tubuh tari bisa memaknainya sebagai basis mengembangkan gagasan teknologi sebagai dinamika terkini sekaligus mengejar realitas tubuh sebagai kenyataan kosmologis dalam sebuah semesta laku artistik. Harapannya, IDF bisa menjadi forum yang mampu melahirkan ekosistem seni (tari) berbasis lokal, tetapi meruang dalam kesemestaan global.
Komunikasi
Hal tersebut, seturut Merleau-Ponty melalui teori kebertubuhan manusia, ”tubuh dan segenap kebertubuhan adalah cara kita berkomunikasi dengan waktu dan ruang” di mana pun, tak terkecuali di ruang virtual (Afianto, 2020). Hal ini tidak hanya menjadi sebuah pengalaman estetik, tetapi juga mendukung lahirnya sensasi dan sublimitas yang lain, yang baru.
Dan, dalam peristiwa tari, merunut Merleau-Ponty, bagaimana tubuh menjangkau lainnya, bukan pengalaman yang introver, sendiri, tetapi pengalaman yang menghadirkan (dan atau bersama) orang lain. Sebab, tubuh saat menari tidak hanya suatu peristiwa yang berurusan dengan pakem atau hal lain yang bersifat mekanistis, tetapi juga sebenarnya ketika penari bergerak, yang sesungguhnya terjadi adalah suatu relasi. Tarian dalam maknanya yang paling sederhana adalah cara untuk bersentuhan dengan dunia untuk menjangkau orang lain (sekaligus untuk memaknai dunia) melalui tubuh (Saras Dewi, 2020).
Tubuh dan segenap kebertubuhan adalah cara kita berkomunikasi dengan waktu dan ruang.
Dengan hal tersebut, melalui lapis-lapis dalam teks (gerak, kostum, iringan, dan lainnya) serta konteks (maksud, tujuan, konten, hingga esensi pergelaran) tari Indonesia, IDF bisa menjadi wahana penting dalam upaya menjalin komunikasi dan interaksi kultural dengan publik, tentang banyak hal: refleksi kearifan, nilai, hingga narasi kebudayaan Indonesia pascatradisi.
Untuk itu, penari perlu menjelajah menelusuri netralitas tubuh dengan mempertanyakan esensi gerak, mengelaborasi ke dalam konsep, mengintervensi, menantang signifikansinya melalui serangkaian reinterpretasi, mematerialisasikannya ke dalam bentuk gerak, dan melatihkan dalam sebuah eksekusi kinestetik koreografis yang matang untuk merumuskan makna.
Sikap tersebut diperlukan sebagai wujud keseriusan IDF menjadi wahana untuk mewujudkan gagasan-gagasan eksperimentasi hasil dari uji coba di dalam proses pembaruan nilai-nilai seni budaya agar kelangsungan antara khazanah tradisi dan yang modern bisa bersatu, dan ada sejenis jembatan nilai yang bisa ikut menghubungkannya.
Di sisi lain, pembaruan nilai-nilai khazanah seni yang disajikan melalui festival merupakan wujud dari kesadaran bahwa bagaimana suatu arah perubahan dirumuskan dan diekspresikan melalui karya tari sebagai realitas artistik dan simbolik yang organik. Jadi, IDF tidak hanya sekadar perayaan keberagaman, tetapi juga mampu memberi tempat kepada segala upaya eksplorasi pencarian kemungkinan terhadap problematika ketubuhan kontemporer kita. Meminjam istilah Simone de Beauvioure, tari menjadi tubuh bergerak yang becoming, tubuh yang menjadi.
Dengannya, pandangan kita terhadap tari kembali pada hakikat tubuh sebagai ekspresi dan impuls paling mendasar sekaligus refleksi dan persepsi visioner tentang masa depan kebudayaan dan peradaban. IDF menjadi sebuah upaya tubuh untuk merayakan bahasa tubuh yang organik untuk berinteraksi dengan realita dan dinamika zaman sekaligus menjadi upaya kita untuk memahami otentisitas kemanusiaan.
Menari dengan sadar, menari sebagai suatu pilihan eksistensial. IDF menjadi perayaan atas penemuan tubuh yang cerdas dan kaya dengan logika artikulasi artistik yang komunikatif, kontekstual, dan reflektif. Sebab, kebudayaan di negeri ini bukan sekadar tradisi, etik dan estetik, melainkan juga sebuah peranti sosial yang efektif mengatasi persoalan-persoalan kontemporer, mampu berdialog dengan budaya global untuk bisa mengembangkan diri dan meneguhkan eksistensi kulturalnya.
Purnawan Andra, Alumnus Jurusan Tari ISI Surakarta; Bekerja di Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek