Celah Timor semula masuk zona eksklusif wilayah Indonesia. Namun, begitu Timor Leste terpisah 20 tahun lalu, Australia langsung mengklaim Celah Timor.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kerja sama Timor Leste dan Australia terancam oleh apa yang disebut pecah kongsi, terutama dalam pengelolaan minyak dan gas di Celah Timor.
Tanda-tanda pecah kongsi terlihat jelas dari kritikan terbuka Presiden Timor Leste Ramos Horta ketika berkunjung ke Australia pekan ini. Horta mengkritik Australia dan negara Barat kurang berkontribusi dalam pembangunan negaranya.
Sebaliknya, Horta menyanjung Indonesia dan China yang mendukung pembangunan Timor Leste melalui kerja sama perdagangan dan investasi yang saling menguntungkan. Ia juga menyebut Jepang dan Korea Selatan sebagai mitra potensial dalam kerja sama ekonomi dan perdagangan.
Lebih jauh Horta menilai Australia dan sekutunya menghambat pembangunan Timor Leste, seperti dalam proyek minyak dan gas di Blok Greater Sunrise di Celah Timor. Australia ingin mendikte Timor Leste agar pengolahan minyak dan gas dilakukan di Darwin, Australia. Sebaliknya, Timor Leste menolak karena jarak ke Darwin sekitar 800 kilometer, sementara ke daratan Timor Leste hanya 200 kilometer.
Tentu Timor Leste curiga kepentingan yang disembunyikan Australia di balik keinginan dalam proyek jaringan pipa (pemipaan) ke Darwin itu. Proyek pemipaan merupakan bisnis menggiurkan bagi Australia.
Mungkin karena tiada jalan keluar dengan Australia, Horta menyinggung kemungkinan mengajak Indonesia, China, Jepang, dan Korsel bermitra dalam mengelola Celah Timor.
Celah Timor semula masuk zona eksklusif wilayah Indonesia. Namun, begitu Timor Leste terpisah 20 tahun lalu, Australia langsung mengklaim Celah Timor. Namun, soal garis perbatasan sudah diselesaikan tahun 2018. Semakin diperkuat pula kesepakatan pengelolaan bersama cadangan migas yang tumpang tindih di garis perbatasan.
Proyek Blok Greater Sunrise terkatung-katung sebab perbedaan soal pemipaan. Masalahnya menjadi kian serius karena Timor Leste sangat kecewa. Tentu menarik jika kritik Horta diletakkan dalam dinamika hubungan Australia-Timor Leste sejak tahun 1980-an, lebih-lebih selama 20 tahun terakhir.
Sempat menjadi isu, Australia mendorong dan mendukung pemisahan Timor Timur dari Indonesia, antara lain karena mengincar palung minyak dan gas Celah Timor. Rupanya bujukan Australia membuat Timor Leste tergiur. Muncul kesan, Timor Leste terus-menerus mendekatkan diri dengan Australia pula. Bukan tidak mungkin pula Australia menginginkan Timor Leste seperti Papua Niugini (PNG), yang sangat tergantung kepadanya.
Sebelum menjadi runyam, seperti PNG yang pernah disebut terancam menjadi negara gagal, Timor Leste tampaknya mau mengambil jarak dengan Australia. Semakin jelaslah, apa pun pertimbangannya, ketergantungan berlebihan kepada negara dan bangsa lain selalu kontraproduktif.
Sangat diperlukan upaya memperkuat kehidupan bidang politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi sebagai sumber kemajuan serta kemandirian.