Kenaikan kekayaan Asia tentu memiliki implikasi. Sudah lama digaungkan, kian kaya sebuah negara, perilakunya juga berubah.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
AFP/SAM PANTHAKY
Pemimpin Adani Group, Gautam Adani, berbicara dalam jumpa pers di Ahmedabad, India, 23 Desember 2010.
Pamor Asia dari sisi kekayaan sudah lama melejit. Dan, mencuat lagi karena tampilnya industrialis India, Gautam Adani, sebagai orang nomor tiga terkaya dunia.
Daftar Indeks Miliuner Bloomberg, Selasa (30/8/2022), menempatkan Adani dengan kekayaan 137,4 miliar dollar AS, di bawah Elon Musk dan Jeff Bezos. Adani (60) memiliki bisnis mulai dari usaha pelabuhan, perdagangan komoditas, pertambangan, minyak goreng, hingga media.
Dalam daftar itu, posisi tertinggi China diwakili Zhong Shanshan dengan kekayaan 70,6 miliar dollar AS. Budi Hartono dari Indonesia berada di urutan ke-70 dengan kekayaan 19,4 miliar dollar AS. Posisi Adani sesuai versi Forbes berada di urutan ke-4, Zhong menempati urutan ke-14, dan Budi urutan ke-63.
HECTOR RETAMAL/AFP
Orang-orang melintasi jalan di kawasan Bund, di tepi Sungai Huangpu, Shanghai, China, 23 Agustus 2022. Pada 2014, China untuk pertama kali menggusur besaran produksi domestik bruto Amerika Serikat.
Meskipun susunan daftar bisa diperdebatkan, data itu menggambarkan tren. Tahun 2007 adalah persimpangan posisi kekayaan negara maju dan negara berkembang dengan posisi kekayaan kurang lebih serupa, berdasarkan data Dana Moneter Internasional (IMF). Porsi kekayaan negara berkembang terus melaju, meninggalkan negara-negara kaya.
Pada 2014, China untuk pertama kali dalam 140 tahun terakhir menggusur besaran produksi domestik bruto (PDB) Amerika Serikat (BBC, 16 Desember 2014). Itu saat PDB China mencapai 17,6 triliun dollar AS dan AS 17,4 triliun dollar AS berdasarkan purchasing power parity (PPP/keseimbangan daya beli). Sejak itu, China meninggalkan AS. Pada 2022, PDB China mencapai 18,79 triliun dollar AS dan PDB AS 15,78 triliun dollar AS.
Perusahaan konsultan global McKinsey melihat Asia dengan prospek besar di depan. Hanya, Asia tidak boleh lengah dengan ketimpangan pendapatan yang juga meninggi.
ROSLAN RAHMAN/AFP
Warga berjalan-jalan di area Marina Bay, Singapura, 24 Agusrtus 2022. Asia tidak boleh lengah dengan ketimpangan pendapatan yang juga meninggi.
Kenaikan kekayaan Asia tentu memiliki implikasi. Sudah lama digaungkan, kian kaya sebuah negara, perilakunya juga berubah. Dalam bukunya, The Tragedy of Great Power Politics Paperback, terbitan 2014, John Mearsheimer dari Universitas Chicago mengingatkan konsekuensi kekayaan terhadap perubahan geopolitik. Opini Mearsheimer, yang dijuluki R Wendell Harrison Distinguished Service Professor of Political Science, tak terbantahkan.
Mearsheimer menuliskan lagi artikel berjudul ”The Inevitable Rivalry: America, China, and the Tragedy of Great-Power Politics” di situs Foreign Policy edisi November/Desember 2021. Meski kenaikan pamornya tak berlangsung tenang, China akan terus menantang hegemoni AS.
Pada daftar 10 besar pemilik PDB terbesar dunia berdasarkan PPP, ada India di urutan ketiga, Jepang di urutan keempat, dan Indonesia di urutan ketujuh. Di depan akan tumpang tindih antara integrasi ekonomi dan perebutan sumber daya hingga teritori di Asia, demikian peringatan Brahma Chellaney, Professor of Strategic Studies, New Delhi, dan Richard von Weizsacker dari Robert Bosch Academy di Berlin pada 2016. Chellaney dan Bosch mengingatkan Asia agar kenaikan kekayaannya diiringi dengan kolaborasi apik untuk mencegah konflik yang kian terasa sekarang ini.