Pandemi Covid-19 secara tidak proporsional berdampak kepada perempuan. Forum G20 menjadi momentum untuk berdialog membangun kolaborasi guna mendukung perempuan.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Pandemi Covid-19 secara tidak proporsional berdampak kepada perempuan. Forum G20 menjadi momentum untuk berdialog membangun kolaborasi guna mendukung perempuan.
Dibandingkan laki-laki, perempuan lebih terdampak krisis akibat pandemi Covid-19. Mereka lebih rentan kehilangan pekerjaan/mata pencarian, menjadi korban kekerasan, hingga menanggung beban ganda dalam rumah tangga/melakukan pekerjaan perawatan yang tidak dibayar.
Hal itu tecermin dalam Laporan Kesenjangan Jender oleh Forum Ekonomi Dunia. Pandemi Covid-19 telah menunda kesetaraan jender selama satu generasi, dari 99,5 tahun pada 2020 menjadi 135,6 tahun pada 2021. Pada 2022, kesenjangan jender memang menyempit, tetapi masih perlu 132 tahun untuk mencapai kesetaraan.
Selain paling terdampak krisis akibat pandemi, perempuan juga membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih karena sifat pekerjaan mereka, yaitu informal, berketerampilan rendah, dan melibatkan perawatan yang tidak dibayar. Di negara-negara G20, perempuan masih melakukan sebagian besar pekerjaan perawatan yang tidak dibayar.
Karena itu, sebagaimana dikatakan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati pada Pembukaan Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan (G20 MCWE) di Bali, perlu ada kebijakan yang berfokus untuk mengangkat hak-hak perempuan (Kompas, 25/8/2022). Dan untuk ini perlu kolaborasi di antara negara-negara G20, juga para pemangku kepentingan terkait di setiap negara.
Perjuangan kesetaraan jender bukan isu baru di KTT G20. Sejak 2009 hingga 2016 paling tidak ada 20 komitmen jender yang lahir di KTT G20. Dari 20 komitmen itu, yang paling terkenal adalah Komitmen Brisbane yang lahir di KTT G20 di Brisbane pada 2014, yaitu mengurangi kesenjangan partisipasi angkatan kerja antara laki-laki dan perempuan sebesar 25 persen pada 2025.
Komitmen Brisbane lahir dilatarbelakangi Laporan Kesenjangan Jender bahwa kesetaraan jender 13 negara G20 berada di peringkat setengah terbawah dari 136 negara yang disurvei. Delapan di antaranya di peringkat terbawah dalam peluang dan partisipasi ekonomi perempuan. Laporan G20 dan Kesetaraan Jender juga menyebutkan, di semua negara G20, perempuan dibayar lebih rendah daripada laki-laki, dan ada bentuk-bentuk diskriminasi lainnya.
Yang paling terkenal adalah Komitmen Brisbane yang lahir di KTT G20 di Brisbane pada 2014, yaitu mengurangi kesenjangan partisipasi angkatan kerja antara laki-laki dan perempuan sebesar 25 persen pada 2025.
Namun, komitmen masih sebatas komitmen. Anggota G20 yang memenuhi komitmen-komitmen jender tersebut masih jauh dari harapan, rata-rata 50 persen. Ini tantangan, terutama bagi Indonesia sebagai pemegang presidensi G20 2022, untuk membuka dialog dan diplomasi guna membangun kolaborasi untuk mewujudkan kesetaraan jender. Selain itu juga mendorong para pemimpin dunia mencapai pemulihan ekonomi yang inklusif dengan menempatkan perempuan di jantung utama pemulihan global.
Kerja sama internasional dan aksi bersama-sama akan memungkinkan tercapai kemajuan yang lebih baik dan lebih cepat. Kemauan politik menjadi kunci dan anggota G20 perlu menunjukkan persatuan dan komitmen, terlepas dari perbedaan antarnegara dalam sejumlah masalah.