Publik berharap Polri transparan dalam penyelidikan tewasnya Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Transparansi akan mengungkit kepercayaan publik.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Masyarakat luas masih menerka ujung kasus kematian Brigadir J meski Badan Reserse Kriminal Polri telah menetapkan Bhayangkara Dua (Bharada) E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai tersangka.
Menurut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Andi Rian Djajadi, penetapan Eliezer sebagai tersangka berdasarkan laporan keluarga Nofriansyah. Seperti disampaikan Andi, tindakan Eliezer bukan bela diri. ”Pemeriksaan belum selesai, masih dalam pengembangan,” kata Andi, seperti diberitakan Kompas edisi Kamis (4/8/2022).
Sejak terjadi pada Jumat (8/7/2022), kasus ini tak henti menjadi buah bibir, terpantau dari berbagai komentar di media sosial, dan rangkaian pemberitaan media arus utama. Kontroversi perdana terkait waktu pengumuman kasus ini ke publik, yang baru pada Senin (11/7/2022), atau tiga hari kemudian.
Penundaan pengumuman ke publik mencuatkan sejumlah kontroversi lain, di antaranya kejelasan tempat kejadian perkara (TKP), dan barang bukti dari TKP yang bisa menjadi penentu keberhasilan pengungkapan kasus. Kamera pemantau (CCTV) di rumah dinas itu disebut Polri tak satu pun berfungsi. Apalagi, selain luka tembakan, ditemukan luka sayatan di beberapa bagian tubuh Nofriansyah (Kompas, 17/7/2022).
Kontroversi itu pula yang membuat Presiden Joko Widodo, melalui Menko Polhukam Mahfud MD, berpesan agar kasus ini diungkap dengan sejujur-jujurnya. Dalam keterangan pada Rabu (3/8/2022), Mahfud juga menegaskan akan terus mengawal arahan presiden tersebut.
Desakan publik dan arahan kepala negara seharusnya sudah lebih dari cukup untuk membuat Polri menuntaskan kasus ini dengan apa adanya, sesuai standar scientific crime investigation. Penyelesaian kasus ini secara profesional juga sejalan dengan prinsip prediktif, responsibilitas, transparasi, dan berkeadilan atau ”Presisi” yang menjadi visi kepemimpinan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo.
Pengalaman kita menunjukkan, sejumlah kasus pembunuhan yang menyita perhatian nasional tidak terungkap. Sebut saja kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, pembunuhan wartawan Bernas Fuad M Syafruddin alias Udin, juga pembunuhan aktivis buruh Marsinah.
Teka-teki pembunuhan Munir diulas almarhum Abdul Mun’im Idris, dokter spesialis forensik, dalam bukunya, Indonesia X-Files, Mengungkap Fakta dari Kematian Bung Karno sampai Kematian Munir. Di halaman 95, Mun’im yang mengendus banyak keanehan dalam kasus Munir menulis ”Kematian Munir masih menjadi tanda tanya. Punya urusan apa Pollycarpus menghabisi Munir? Kalau memang dia ’ditugaskan’, oleh siapa?”.
Kita tak ingin kontroversi berkepanjangan kasus Brigadir J menambah panjang kasus-kasus pembunuhan tak terungkap. Transparansi penuntasan kasus menjadi bukti penghargaan sempurna terhadap para korban, terutama yang kehilangan jiwa.