Tentang Cacar Monyet
Sebagai negara berpenduduk terpadat keempat di dunia, kecil kemungkinan Indonesia belum dijangkiti cacar monyet. Jadi, tak ada salahnya jika kita di Indonesia juga bersiap sejak sekarang.
Pada 23 Juli 2022 Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan cacar monyet sebagai masalah darurat kesehatan global.
Tulisan ini akan memaparkan penyakit ini dari sisi epidemiologis, pengobatan, dan pencegahannya. Cacar monyet (monkeypox) sebenarnya bukan penyakit baru. Ditemukan pertama kali pada monyet tahun 1958. Penyebabnya adalah virus yang berbeda dari virus penyebab cacar manusia, tetapi secara genetik mirip sekali.
Kasus cacar monyet pada manusia dilaporkan pertama kali tahun 1970 dari kawasan Afrika barat dan tengah. Namun, saat itu kasusnya bersifat endemik. Baru pada 2022 terjadi penularan antarmanusia di banyak negara sekaligus. Penyebaran penyakit ini terbilang sangat cepat. Lebih dari 75 negara melaporkan dan lebih dari 16.000 kasus tercatat pada tahun ini saja. Sebagian besar kasus berasal dari Benua Eropa, diikuti Amerika Serikat (AS).
Pada 1 Agustus, AS melaporkan 5.189 kasus, melonjak tinggi dibandingkan 18 Juli yang 113 kasus. Jerman tak jauh beda: dari 80 kasus (7 Juni), melonjak ke 2.459 kasus (27 Juli). Perancis menemukan kasus pertama pada 20 Mei, pada 12 Juli dan 28 Juli melonjak menjadi 912 dan 1.955 kasus, naik 200 persen dalam dua minggu. Spanyol melaporkan 3.536 kasus, tersebar di beberapa wilayah, termasuk Madrid, Catalunya, dan Andalusia.
Jadi, jelas ada lonjakan cepat dan serentak di banyak negara. Hingga saat ini Indonesia belum melaporkan kasus cacar monyet.
Jadi, jelas ada lonjakan cepat dan serentak di banyak negara. Hingga saat ini Indonesia belum melaporkan kasus cacar monyet. Meski demikian, mengingat kecepatan penularan serta luasnya wilayah negara kita, serta pengalaman di awal pandemi Covid-19, kita harus sangat berhati-hati dan terus memperketat penjagaan dan meningkatkan kewaspadaan.
Di Australia yang relatif tak begitu jauh dari Indonesia, cacar monyet teridentifikasi pertama kali Mei 2022. Sejauh ini sudah 41 kasus terkonfirmasi dan terduga, menyebar di beberapa negara bagian: New South Wales, Victoria, Australian Capital Territory, Queensland, dan South Australia. Di Inggris Raya, sampai 25 Juli 2022 terkonfirmasi 2.367 kasus, sebagian besar ditemukan di London. Kasus didominasi laki-laki (99,3 persen). Median usia pengidap juga muda, 37 tahun. Di AS keadaannya tidak lebih baik. Sampai 1 Agustus lalu sudah ada 5.189 kasus positif dengan profil pasien kurang lebih sama dengan di Inggris.
Departemen Kesehatan Inggris menjelaskan ada empat tingkat wabah. Level 1: kemunculan penyakit di salah satu negara, yang diikuti oleh kasus impor dengan penularan terbatas. Level 2: penularan di satu subpopulasi tertentu. Level 3: penularan di beberapa subpopulasi, atau meluas di satu subpopulasi. Level 4: penularan meluas di masyarakat umum dan berpotensi menjadi penyakit endemik epi-zoonotik. Berdasarkan kriteria ini, Pemerintah Inggris menetapkan Inggris berada di level 2, dengan kemungkinan masuk ke level 3.
Faktor risiko
Data yang tersedia sejauh ini menunjukkan 99 persen kasus cacar monyet dialami laki-laki. Sebagian besar pasien ialah laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) dan atau mereka yang memiliki partner seks laki-laki lebih dari satu. Namun, bukan berarti hanya LSL dengan mitra seks lebih dari satu yang bisa menjadi korban cacar monyet.
Pusat Pengendalian Penyakit di AS (CDC) mencatat sudah dua anak tertular cacar monyet, sementara di Inggris ada 13 perempuan dan tiga tenaga kesehatan tertular ketika merawat pasien cacar monyet. Perempuan hamil yang mengidap virus cacar monyet berpotensi menularkan ke janin yang dikandungnya melalui plasenta. Peningkatan kasus di kalangan perempuan masih butuh pengamatan dan surveilans lebih lanjut.
Penularan dari manusia ke manusia terjadi karena kontak langsung dengan luka lepuh atau cairan tubuh, apalagi jika cukup lama dan intens, seperti berpelukan dan berhubungan intim, menyentuh barang-barang yang pernah dipakai pasien. Meski penyebaran utama virus ini melalui kontak erat dan seksual, pengamatan lebih lanjut menunjukkan virus bertahan cukup lama di udara dan di berbagai material di ruang rawat yang digunakan pasien cacar monyet yang dijadikan sampel.
Sebagian besar pasien ialah laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) dan atau mereka yang memiliki partner seks laki-laki lebih dari satu.
Gejala, pengobatan, pencegahan
Infeksi umumnya diawali dengan demam (panas), nyeri otot, sakit kepala, sakit pinggang, pembesaran kelenjar getah bening, menggigil, letih dan capai, bercak kemerahan di kulit yang berkembang jadi blister (luka lepuh) mirip herpes di bagian kiri dan kanan badan. Luka lepuh muncul di wajah, mulut, tangan, kaki, hingga genitalia (anus). Pada beberapa orang bisa berkembang lebih parah dan menyebabkan komplikasi, seperti radang paru (pneumonitis), radang otak (ensefalitis), radang kornea mata (keratitis), dan beberapa jenis infeksi ikutan karena bakteri.
Jurnal NEJM pekan lalu melaporkan anak-anak dan orang dewasa dengan imunitas terganggu, seperti orang dengan HIV, berisiko mengalami masalah serius akibat infeksi virus ini. Belum diketahui apakah terapi antiretroviral (ART) bisa mengurangi penyakit atau tidak. Meski diketahui bersifat self-limiting, beberapa kasus terpaksa menjalani perawatan di rumah sakit untuk mengatasi nyeri luar biasa di bagian yang mengalami luka lepuh atau gangguan akut di ginjal dan selaput jantung.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan, antara lain hindari kontak dengan hewan yang diduga/diketahui positif mengidap virus cacar monyet. Jika harus bepergian ke Afrika, hindari tikus, monyet, atau binatang yang mati di jalan. Masak daging atau bagian lain binatang yang akan dimakan dengan sempurna.
Didie SW
Hindari berdekatan dengan orang yang punya gejala rash atau kelainan kulit mirip cacar air atau herpes zoster karena keduanya mirip dengan gejala cacar monyet. Jangan sentuh kelainan-kelainan kulit itu. Jangan berciuman, berpelukan, atau berhubungan seks dengan orang yang punya gejala-gejala ini, apalagi kalau sudah dipastikan yang bersangkutan sakit cacar monyet.
Jangan saling pinjam peralatan makan, seperti piring, sendok, gelas, dan cangkir. Jangan sentuh handuk, pakaian, kasur, bed cover dari pasien cacar monyet. Sering mencuci tangan dengan sabun dan menggunakan penyanitasi tangan. Isolasi pasien cacar monyet. Jaga jangan sampai mereka keluar rumah. Tim medis yang mengobati pasien cacar monyet selalu menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap.
Namun, jika Anda mengalami gejala yang disebutkan di atas, perhatikan beberapa hal berikut. Hindari kontak erat, apalagi berhubungan seks, dengan seseorang sampai dokter memeriksa dan memastikan Anda tidak sakit cacar monyet atau penyakit menular karena virus lainnya. Jika Anda tak memiliki akses ke dokter pribadi, pergi ke puskesmas terdekat dan gunakan kartu BPJS. Jika sedang ke dokter, selalu gunakan masker. Ingatkan dokter dan tenaga kesehatan lainnya bahwa mungkin ada virus berbahaya di tubuh Anda. Ingat, dokter dan tenaga kesehatan juga manusia yang bisa lupa.
Baca juga: Waspada Cacar Monyet, Perketat Penapisan di Pintu Masuk Negara
Baca juga: Darurat Global Wabah Cacar Monyet
Di Eropa, European Medicines Agency telah menyetujui penggunaan vaksin untuk cacar monyet, Imvanex, untuk mencegah penularan pada orang dewasa. Vaksin ini digunakan sejak 2013 dan mengandung virus yang sudah dilemahkan yang disebut modified vaccinia virus Ankara yang berhubungan dengan virus penyebab cacar monyet. Kesamaan di antara kedua virus ini yang membuat para ilmuwan yakin vaksin Imvanex efektif untuk menangkal cacar monyet. Perusahaan Bavarian Nordic memegang lisensi pemasaran vaksin ini.
Selain Eropa, Imvanex juga digunakan di AS dengan nama dagang Imvamune (JYNNEOS), bersama vaksin lain, seperti ACAM200. Kemungkinan sebentar lagi ada vaksin lain yang diproduksi guna menghadapi pandemi cacar monyet.
Vaksin direkomendasikan untuk orang-orang yang terpapar atau berisiko tinggi terpapar, termasuk mereka yang diidentifikasi oleh petugas kesehatan telah melakukan kontak erat dengan seseorang yang positif mengidap cacar monyet. Juga orang-orang yang mengetahui bahwa pasangannya didiagnosis sakit cacar monyet dalam dua pekan terakhir. Orang-orang yang berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan di wilayah yang telah ditemukan cacar monyet.
Orang-orang yang karena pekerjaannya juga mungkin terpapar orthopoxviruses, seperti (1) petugas laboratorium yang melakukan tes orthopoxviruses, (2) petugas laboratorium yang melakukan kultur atau mengobati hewan dengan orthopoxviruses, (3) tenaga kesehatan yang ditugaskan menangani wabah ini.
Virus cacar monyet dan smallpox secara genetik serupa sehingga obat dan vaksin smallpox bisa dipakai untuk mengobati dan mencegah cacar monyet. Obat-obatan antivirus, seperti tecovirimat (TPOXX), bisa diberikan kepada pasien cacar monyet yang berisiko mengalami kegawatan, misal pasien sistem imun lemah. Selain tecovirimat, obat oral lain yang bisa dipilih adalah brincidofovir. Keduanya ditengarai efektif menyembuhkan cacar monyet pada binatang.
Dalam mendiagnosis kasus cacar monyet, ada pembagian klasifikasi atau tahapan menjadi possible cacar monyet, probable cacar monyet, highly probable (amat sangat mungkin) cacar monyet, dan confirmed cacar (terkofirmasi) monyet. Possible case jika dokter menemukan ulkus atau nodul di genital dan urogenital. Atau menemukan proctitis, yaitu peradangan atau perdarahan pada anus yang tak diketahui penyebabnya (kriteria NHS Inggris). Kasus possible juga bisa dipikirkan jika ada kelainan kulit (mirip cacar, atau cacar air, atau herpes) yang banyak di bagian tubuh kiri dan kanan, disertai pembesaran kelenjar getah bening.
Probable case adalah apabila possible case disertai (a) dalam 21 hari ada kontak dengan kasus yang sudah terkonfirmasi, atau kasus probable sebelum muncul gejala, atau (b) apabila pasien adalah LSL atau biseksual, atau (c) ada riwayat hubungan seksual dengan satu pasangan atau lebih, dalam 21 hari sebelum muncul gejala, atau (d) ada riwayat bepergian ke Afrika Tengah atau Afrika Barat dalam 21 hari sebelum gejala muncul. Kriteria gejala adalah panas lebih dari 38 derajat celsius, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, sakit pinggang dan pembesaran kelenjar getah bening.
Dengan pembagian diagnosis ini, amat mungkin kita di Indonesia dapat menemukan kasus possible, possible, dan probable dulu, sebelum menemukan kasus yang confirmed.
Jadi, tak ada salahnya jika kita di Indonesia juga bersiap sejak sekarang.
Strategi mitigasi
Hingga hari ini diperkirakan cacar monyet tak akan berkembang menjadi pandemi yang magnitudonya seperti Covid-19 karena penularannya membutuhkan kontak erat. Meski demikian, WHO tetap merespons wabah ini dengan serius karena kemungkinan merebak dalam skala tak terduga selalu ada. Buktinya, setelah beberapa dekade ditemukan dan dianggap dormant, hari ini virus itu menyebar sangat cepat dalam hitungan bulan. Jadi, tak ada salahnya jika kita di Indonesia juga bersiap sejak sekarang.
Sebagai negara berpenduduk terpadat keempat di dunia setelah China, India, dan AS, apalagi sudah ada 75 negara melaporkan dengan total kasus lebih dari 16.000, rasanya kecil kemungkinan Indonesia belum dijangkiti cacar monyet. Apalagi jumlah penduduk kita yang sangat besar (sekitar 270 juta jiwa) sangat mobile, dan pintu masuk juga sangat banyak ke negara ini.
Tetangga kita Singapura sudah melaporkan 12 kasus. Jadi, kemungkinan besar di Indonesia kasusnya sudah ada, hanya belum ditemukan. Dalam hal ini pemerintah, dokter, dan semua pihak, termasuk masyarakat umum, harus bekerja sama. Berikut beberapa hal yang bisa kita kerjakan untuk memitigasi.
Infografik-Cacar Monyet
Pertama, jika ada teman atau kerabat yang menunjukkan kelainan di kulit (blister atau luka lepuh) dan kedua sisi tubuh, mereka harus dirujuk ke dokter. Kemudian dokter bersangkutan harus melaporkan kepada atasannya agar RS melaporkan ke dinas kesehatan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Kedua, meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan pada petugas di pintu-pintu masuk Indonesia, termasuk bandara dan pelabuhan internasional. Jika ada orang dengan kelainan kulit di muka dan tangan—bagian tubuh yang segera terlihat—harus segera diantar ke puskesmas di bandara/pelabuhan. Jadi, penemuan kasus harus dilakukan di dalam negeri dan di pintu-pintu masuk ke Indonesia.
Ketiga, kelompok masyarakat yang berisiko tinggi perlu didorong untuk mengedukasi orang-orang di lingkungannya. Mereka harus tahu gejalanya dan mengantar temannya yang menunjukkan gejala ke dokter untuk memastikan itu cacar monyet atau bukan.
Keempat, terkait SDM medis, Kemenkes beserta Ikatan Dokter Indonesia, organisasi profesi terkait, RS, dan Majelis Pengembangan Pelayanan Kedokteran perlu menyiapkan tempat khusus di RS untuk perawatan pasien cacar monyet. Selain meningkatkan pengetahuan staf, RS harus melengkapi stafnya dengan APD yang memadai.
Zubairi DjoerbanProfesor Bidang Penyakit Dalam, Penemu Kasus HIV/AIDS Pertama di Indonesia