Waspada Cacar Monyet, Perketat Penapisan di Pintu Masuk Negara
Kasus cacar monyet semakin meluas di dunia. Kasus kematian pun sudah dilaporkan. Meski belum ditemukan kasus cacar monyet di Indonesia, kewaspadaan tetap harus ditingkatkan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penularan cacar monyet semakin meluas. Setidaknya sudah ada 76 negara yang melaporkan adanya kasus penyakit tersebut di seluruh dunia. Kewaspadaan di Indonesia perlu semakin ditingkatkan, terutama dalam upaya pencegahan melalui penapisan di pintu masuk negara.
Per 29 Juli 2022, sebanyak 76 negara melaporkan kejadian cacar monyet atau monkeypox dengan total sebanyak 22.485 kasus. Kasus tertinggi dilaporkan di Amerika Serikat dengan 22.141 kasus. Sejumlah negara tetangga Indonesia sudah melaporkan adanya kasus, seperti Singapura (11 kasus), Thailand (2 kasus), dan Filipina (1 kasus). Sementara itu, kasus kematian juga sudah dilaporkan, antara lain di Spanyol, Brasil, dan India.
”Di Indonesia sampai hari ini belum ditemukan kasus konfirmasi infeksi monkeypox, tetapi pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat harus tetap waspada,” ujar Ketua Satuan Tugas Monkeypox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Hanny Nilasari di Jakarta, Selasa (2/8/2022).
Ia menuturkan, upaya pencegahan kini menjadi prioritas dalam penanganan penyakit menular tersebut. Berbagai strategi perlu diperkuat untuk mencegah penularan yang berasal dari pelaku perjalanan luar negeri.
Di Indonesia sampai hari ini belum ditemukan kasus konfirmasi infeksi monkeypox, tetapi pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat harus tetap waspada.
Sejumlah rekomendasi pun disampaikan dalam upaya penanganan cacar monyet di Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia mendorong pemerintah untuk memperluas dan memperketat penapisan pada pintu masuk pelabuhan, bandara, dan pos lintas batas darat negara (PLBDN) dengan melakukan pengawasan terhadap pelaku perjalanan. Itu dilakukan melalui pengamatan suhu serta pengamatan tanda dan gejala.
Hanny menambahkan, bagi pelaku perjalanan yang baru kembali dari negara terjangkit juga harus segera memeriksakan diri jika mengalami gejala. Informasikan riwayat perjalanan pada tenaga kesehatan.
Adapun gejala dari cacar monyet, yakni demam tinggi, sakit kepala hebat, pembengkakan kelenjar getah bening di leher, ketiak, ataupun selangkangan, nyeri otot, serta lemas. Biasanya, setelah mengalami demam akan diikuti dengan gejala ruam.
Hanny mengatakan, cacar monyet merupakan penyakit akibat virus yang ditularkan melalui hewan atau zoonosis. Penularan bisa terjadi dari hewan ke manusia ataupun dari manusia ke manusia.
Penularan dari hewan terjadi akibat kontak dengan cairan tubuh hewan yang terinfeksi atau melalui gigitan. Kontak dengan daging mentah juga bisa turut menularkan cacar monyet. Sementara penularan antarmanusia terjadi melalui kontak langsung dengan cairan tubuh atau luka kulit pasien cacar monyet. Untuk penularan tidak langsung melalui media yang terkontaminasi virus, seperti baju, kain, sprei dari pasien cacar monyet, serta kontak dari droplet dari pasien.
Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI Agus Dwi Susanto menuturkan, meski Indonesia belum dilaporkan adanya penularan cacar monyet, upaya mitigasi harus disiapkan sejak dini. Upaya pencegahan harus diperkuat untuk meminimalkan adanya penularan di masyarakat.
”Pencegahan itu lebih utama daripada pengobatan. Masyarakat juga harus terus diberikan informasi yang tepat mengenai bagaimana penanganan yang harus dilakukan, baik untuk pencegahan ataupun penanganan apabila sudah ada kasus,” katanya.
Laboratorium pemeriksaan
Hanny mengatakan, langkah mitigasi lain yang juga harus segera disiapkan, yakni dengan meningkatkan kemampuan laboratorium jejaring dalam diagnostik molekuler spesimen terkait cacar monyet. Pengetahuan dan kemampuan klinis dari tenaga kesehatan pun perlu ditingkatkan dalam pendekatan diagnosis serta tata laksana cacar monyet. Ini diperlukan sebagai bentuk kewaspadaan pada pasien dengan gejala klinis cacar monyet sekaligus mencegah munculnya komplikasi.
”Jika seseorang mengalami gejala dan memenuhi kriteria suspek, probabel, dan konfirmasi cacar monyet, segera lakukan isolasi diri hingga gejalanya menghilang. Jangan melakukan kontak erat dengan orang lain selama periode infeksius,” katanya.
Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia (Pamki) Nelly Puspandari menuturkan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menyusun alur pemeriksaan spesimen yang dicurigai terinfeksi cacar monyet. Laboratorium kini terpusat di dua laboratorium rujukan utama, yakni Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB dan Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof. dr. Sri Oemijati Kementerian Kesehatan.
”Saat ini sedang dalam proses memperbanyak laboratorium yang mampu melakukan deteksi dan memiliki reagen yang sesuai,” katanya.
Pengembangan penelitian
Peneliti dari Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Zulvikar Syambani Ulhaq secara terpisah mengungkapkan, sekalipun cacar monyet bukan penyakit baru, masih banyak potensi penelitian yang bisa dilakukan terkait penyakit cacar monyet di Indonesia. Penelitian itu seperti gambaran klinis dari cacar monyet, deteksi kasus, dan pengurutan (sequencing).
Penelitian lain, meliputi pengembangan alat deteksi berbasis tes cepat (rapid test), evaluasi efektivitas vaksin dan pengobatan, serta pengembangan obat pemulihan pasca-tertular cacar monyet. ”Penelitian sedang kami siapkan. Diharapkan melalui penelitian dan pengembangan ini kita bisa lebih siap menghadapi potensi penularan yang terjadi di kemudian hari,” ujarnya.