Publik harus diajak memahami kebutuhan kedaulatan siber itu sendiri. Rumusan kedaulatan siber harus memperhatikan suara-suara publik.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir sejumlah layanan sistem elektronik menuai kritik. Dampaknya, kepentingan lebih luas terganggu.Keputusan pemerintah memblokir situs penyelenggara sistem elektronik yang tidak melakukan pendaftaran dinilai disproporsional dan dapat membawa dampak buruk. Pemerintah berencana membuka blokir untuk sementara dalam waktu dekat agar masyarakat pengguna situs transaksi keuangan PayPal bisa memindahkan dananya.
Kebijakan pendaftaran penyelenggara sistem elektronik (PSE) privat ini menggunakan payung hukum Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permen Kominfo) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat, peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Kompas, 31/7/2022).
Akhir pekan lalu menjadi akhir pekan penuh keributan di media sosial. Pasalnya, Kemenkominfo sejak Sabtu dini hari memblokir sejumlah layanan sistem elektronik sehingga banyak pihak melakukan protes. Telah lama aturan di atas dikritik berbagai kalangan karena akan mengekang dan mengancam kebebasan individu.
Kritik mengenai kebebasan individu muncul karena di dalam aturan itu terdapat kewajiban penyelenggara layanan sistem elektronik untuk memberikan akses terhadap data pribadi spesifik. Di Pasal 36 Ayat 5 yang mengatur pemberian akses Data Pribadi Spesifik oleh PSE kepada Aparat Penegak Hukum berbunyi, ”PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Data Pribadi Spesifik yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal permintaan tersebut disampaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (4).”
Dalam Permenkominfo No 5/2020, yang dimaksud dengan data pribadi spesifik adalah data yang berkaitan dengan informasi kesehatan, data biometrik, dan data genetika. Ada pula data soal kehidupan/orientasi seksual, pandangan politik, data anak, data keuangan pribadi, dan/atau data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Permen Kominfo tersebut dan pelaksanaannya, meski mengacu pada UU Informasi dan Transaksi Elektronik, sungguh disesalkan. Aturan yang relatif tanpa pembahasan publik membuat berbagai kalangan terkaget-kaget. Di samping itu, kewenangan yang sangat besar, yaitu meminta akses data pribadi spesifik dan melakukan blokir oleh salah satu institusi, dinilai berlebihan.
Jika semua aturan itu berdasarkan semangat untuk menciptakan kedaulatan siber, masih banyak yang perlu dilakukan. Publik harus diajak untuk memahami kebutuhan kedaulatan siber itu sendiri. Rumusan kedaulatan siber harus memperhatikan suara-suara publik. Banyak negara juga mulai membahas kedaulatan siber. Akan tetapi, jika dilakukan dengan sembrono dan kebablasan, dengan mudah publik akan menilai pemerintah bertindak otoriter dan represif.