Mengenang dan Menempatkan Para Pemikir Indonesia
Menyelesaikan pembacaan Sosok-sosok Inspirasi Keteladanan terasa penjelajahan penggal sejarah periode Orde Baru dalam sebuah mosaik yang kaya. Obituari dalam buku ini benar-benar menghadirkan obsesi para tokohnya.

Buku Sosok-sosok Inspirasi Keteladanan merupakan artikel pilihan dari obituari yang pernah ditulis St Sularto dalam harian Kompas selama periode empat puluh (40) tahun masa kerjanya antara 1977-2017. Ada 33 artikel yang dipilih dari sekian banyak obituari yang pernah ditulisnya. Penyusunannya diurutkan secara abjad nama, bukannya sesuai urutan kronologis sebagaimana pernah dimuat dalam Kompas. Keutuhan dan keaslian tulisan tidak sepenuhnya seperti yang pernah terbit. Ada beberapa yang mengalami pembaruan dan pengayaan.
St Sularto sebagai penulisnya adalah seorang wartawan senior yang telah mengalami tiga periode pengalaman kerja, sebagai wartawan yang turun langsung di lapangan, sebagai dewan redaksi, dan sebagai wakil pimpinan umum Kompas. Dengan mencermati tulisan yang ada, tentu hal ini mempengaruhi cara melihat tokoh dan pembahasannya. Satu benang merahnya, keragaman tokoh yang dihadirkan sejalan dengan minat sang penulis yang memberi perhatian dalam bidang pendidikan, sosial kebudayaan dan sosial keagamaan (hlm xii).
Kendati pun demikian, sebagai tulisan obituari, St Sularto menempatkan tulisannya tidak melulu sebagai penghormatan, atau ungkapan terima kasih.
Dengan menempatkan beberapa buku sejenis yang pernah diedit St Sularto, Guru-guru Keluhuran Rekaman Monumental Mimpi Anak Tiga Jaman (2010), Cendekiawan Berdedikasi (2016) tidak terelakkan adanya pengulangan beberapa tokoh yang dihadirkan dalam buku terbaru tersebut. Kendati pun demikian, sebagai tulisan obituari, St Sularto menempatkan tulisannya tidak melulu sebagai penghormatan, atau ungkapan terima kasih. Ada juga menyampaikan obsesi, sikap kritis dan bernalar sehat dari tokoh yang dikemukakan (hlm 45).
Satu tokoh dari luar Indonesia yang turut ditempatkan dalam buku ini adalah filsuf Jerman Arthur Schopenhauer. Filsuf tersebut menjadi tokoh yang dibahas dalam skripsi sarjana filsafat penulis. Sebagai tokoh yang mempengaruhi cara berpikirnya, saat perayaan 200 tahun kelahirannya (1988) St Sularto menulisnya dalam Kompas Minggu edisi 21 Februari 1988.

Daoed JoesoefMantan Menteri Pendidikan dan KebudayaanKompas/Heru Sri Kumoro (KUM)30-07-2016
Peta sejarah pemikiran
Istilah “sosok keteladanan” dalam judul memberi kesan bahwa pembahasannya terkait dengan hal-hal keutamaan hidup para tokoh. Melampaui hal tersebut, buku ini dapat menjadi peta untuk melacak hal mendasar terkait sejarah pemikiran bidang pendidikan, sosial kebudayaan, dan sosial keagamaan. Tidak melulu dari periodisasi dan narasi para tokoh yang dibahas. Terlebih lagi, hal ini didukung oleh penulis yang mencantumkan buku-buku yang dihasilkan atau pun program yang dikerjakan oleh para tokoh yang dibahas.
Bidang pendidikan. Prof Dr N Drijarkara adalah pimpinan pertama IKIP Sanata Dharma (1955) lembaga pendidikan tinggi yang membentuk intelektualitas, dan ketrampilan para guru sekolah menengah. Pendidik yang handal untuk bidang keilmuan, dan paham dengan prinsip-prinsip pendidikan sangat dibutuhkan untuk Indonesia yang mulai membangun bangsa setelah kemerdekaan. Dengan filsafat pendidikannya “memanusiakan manusia muda”, pemikiran Drijarkara diketengahkan untuk memberi orientasi dasar pendidikan pada lembaga pendidikan tinggi yang ada di Indonesia.
Prof Daoed Joesoef, sebagai tokoh pemikir dan birokrat pendidikan membedakan lembaga IKIP sebagai pembentukan knowledge culture (pengenalan, dan pembiasaan untuk belajar), dan universitas sebagai pusat pembentukan knowledge spirit (semangat meneliti). Ini dibahas dalam bukunya Aku dan Dia. Memoar Pencari Kebenaran. Pemahaman mendasar dalam pendidikan kemudian menjadi dasar pemikiran untuk menata birokrasi pendidikan yang dipimpinnya, pada periode 1978-1983.
Dengan filsafat pendidikannya “memanusiakan manusia muda”, pemikiran Drijarkara diketengahkan untuk memberi orientasi dasar pendidikan pada lembaga pendidikan tinggi yang ada di Indonesia.
Sebagai pemikir, Prof Daoed Joesoef menghasilkan buku-buku yang pada satu sisi berangkat dari pengalaman hidupnya, pada sisi lain dikembangkan dengan menempatkan wacana para pemikir, sehingga mampu menjadi sumber mencari kemungkinan atau kekayaan jawaban masalah yang ada di dalam masyarakat jaman ini. Dinamika semacam ini, dapat ditemukan dalam buku Emak sampai dengan bukunya yang terakhir Rekam Jejak Anak Tiga Zaman.
Sedangkan, pemikiran HAR Tilaar sebagai tokoh dan pemikir kebijakan pendidikan nasional yang mengemukakan konsep profesionalitas dalam formasi pendidikan. Ada konteks multikultur dalam pendidikan. Ini menjadi sangat relevan untuk prinsip-prinsip pendidikan di Indonesia dengan karakter masyarakatnya yang plural dalam segi etnis, bahasa, iman kepercayaan, dan sebagainya.
Pendidikan yang dihadirkan buku ini tidak melulu pendidikan bidang pengajaran. Tapi juga pendidikan pada berbagai bidang ilmu yang beragam. Ekonomi, pertanian, sejarah, sastra, filsafat dan sebagainya.
Prinsip-prinsip mendasar yang dikemukakan dari para tokoh tersebut, uraian selanjutnya dapat dilacak pada berbagai buku yang dihasilkan. Dengan demikian, peta pemikiran yang titik-titiknya disebut dalam buku ini, dapat dilanjutkan dengan penelitian lebih lanjut. Obituari tokoh pendidikan yang lain memberi kekayaan khusus di sekitar pancang-pancang tersebut.

Prof. Sajogyo dan Prof. Sediono MP Tjondronegoro dalam acara Dies Natalis IPB ke-30, di kampus Darmaga, 1993
Bidang Kebudayaan. Pengalaman pendidikan yang dijalani Prof Dr Toeti Heraty yang melintas dari kedokteran, psikologi, dan akhirnya menulis disertasi di bidang filsafat, tidak saja memberikan kekayaan hidup. Juga menjadi dasar kokoh untuk menjabarkan Aku dalam Budaya buku yang ditulis berdasarkan disertasinya. Dengan menempatkan kebaruan kajian hermeneutika dalam bidang yang digelutinya. Perkembangan dan kebaruan cara berpikir yang disumbangkan tersebut menjadi dasar perkembangan sekaligus menginspirasi untuk meninjau ulang bagaimana cara pandang terhadap studi kebudayaan yang ada saat ini. Apalagi Prof Dr Toeti Heraty menunjukkan bagaimana keragaman spiritualitas yang ada dalam peradaban: spritualitas intelektual (Einstein), spiritualitas humanistik (Ibu Teresa), dan spiritualitas religius masa kini yang mendapat catatan khusus karena sering disalahgunakan (hlm 325).
Buku ini menyajikan sejumlah tokoh lain dalam bidang kebudayaan dengan kekhususannya. Ada yang terkait dengan bahasa, sastra: jawa kuno dan bahasa Indonesia, ada yang terkait dengan ahli keramik, arkeologi, dan sejumlah hal lain. Kekhasan yang digulati oleh para tokohnya dalam karir dan pemikirannya telah memberi sumbangan yang tidak kecil untuk membangun dan mengembangkan pemahaman dan praktik kebudayaan Indonesia.
Bidang Keagamaan. Tatkala jaman ini diwarnai maraknya fundamentalisme di dalam masyarakat Indonesia, ada Prof Dr Tudjimah dosen Sastra Arab di Universitas Indonesia yang telah meneliti hal mendasar untuk menghindarkan diri dari simplifikasi pandangan agama Islam. Prof Dr Tudjimah sebagai penyandang tuna netra tidak dari lahir, tidak merasa terhambat untuk menjalani hidupnya secara optimal. Dia menghasilkan karya disertasi yang membahas karya-karya sastrawan Melayu Nur al din Al Raniri. Judul disertasinya diterbitkan menjadi buku Rahasia Manusia dalam Pengetahuannya tentang Roh dan Tuhan. Sumbangan akademiknya terus berlanjut sampai jenjang guru besar dengan pidato pengukuhan yang telah dibukukan Al Quran dan Ajaran-ajarannya (hlm 332). Warisan karya akademiknya tersebut kiranya tetap relevan, dan mampu mencerahkan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Djohan Effendi
Djohan Effendi merupakan pemikir sejaman Gus Dur dan Nurcholis Madjid, kendati tokoh ini tidak banyak dikenal. Kedudukannya sebagai staf ahli untuk Menteri Agama Mukti Ali, dan menulis naskah pidato Presiden Suharto menempatkannya tetap berada di balik layar. Pengangkatan dia sebagai Mensesneg saat Gus Dur menjadi presiden, membuatnya tampil di publik. Wawancara yang dilakukan penulis kepadanya, memperlihatkan pemikiran Djohan Effendi yang memberi warna dan tercermin pada pidato menteri mau pun presiden Suharto.
Pengalaman melintas dan membangun tradisi baru
Tokoh yang diangkat dalam buku ini sebagian besar mengalami tiga jaman: di bawah penjajahan Belanda, pendudukan Jepang dan kemerdekaan RI. Ada pengalaman melintas, semula hidup di bawah kolonial, dan setelahnya mengalami kemerdekaan. Situasi kemerdekaan sepenuhnya merupakan wilayah kerja baru untuk membangun masyarakat sipil yang terlibat, dan kritis. Mewujudkan kesejahteraan bersama.
Berbagai tokoh dari bermacam-macam bidang keahlian, secara sekilas dikisahkan susah payah studinya baik di Indonesia, maupun saat di luar negeri, Itu bagian proses yang melatar belakangi keahlian masing-masing tokoh. Baik bidang pendidikan, sejarah, arkeologi, filologi, agama, ekonomi. Narasi masa studi menempatkan tokoh-tokoh tersebut mengalami masa melintas untuk menetap dan menempatkan diri dalam bidang keahliannya.
Dilanjutkan kemudian wawancara dengan berbagai tokoh tersebut. Wawancara bersama tokoh menghadirkan bagaimana gagasan dan pergulatan untuk mewujudkan prinsip hidup dan idealismenya. Macam-macam tantangan-tantangan yang dihadapi, beraneka macam pula usaha yang dilakukan dalam mengatasi berbagai tantangan itu. Sebagian besar dalam ruang lingkup akademi perguruan tinggi. Itulah dinamika yang dihadirkan dalam narasi dan wawancara bersama tokoh-tokoh dalam buku ini.
Kepakaran para tokoh dihidupi dengan mengajar, meneliti, menulis dan memberikan ceramah dalam berbagai kesempatan.
Kepakaran para tokoh dihidupi dengan mengajar, meneliti, menulis dan memberikan ceramah dalam berbagai kesempatan. Selain itu, beberapa di antaranya terpaksa keadaan atau ditunjuk menjabat untuk kedudukan khusus pada instansi-instansi yang dilayaninya. Berarti mereka menjadi pejabat untuk urusan birokrasi. Semakin beragamlah tugas dan tanggung jawab yang mereka emban.
Sejumlah periode menunjuk pada angka tahun 60-70 an, masa perubahan dari rejim Orde Lama ke Orde Baru. Artinya, para tokoh dalam buku ini tengah memasuki periode perubahan. Ada situasi yang berubah. Ada tatanan baru yang akan dibangun, dihidupi, dan dikembangkan. Demikian periode selanjutnya, tahun 80-90an berbagai kisah dengan bermacam-macam usaha mewarnai dinamika hidup tokoh-tokoh dengan berbagai keahliannya.
Sediono MP Tjondronegoro, Syamsoe’oed Sadjad, dan Prof Sayogyo adalah tokoh yang bergerak dalam bidang pertanian dan perdesaan. Anton M Moeliono, Sartono Kartodirjo, Slamet Mulyana, RP Soejono, Soemarsaid Moertono, Zoetmulder adalah tokoh-tokoh yang bergerak dalam bidang bahasa, sejarah, dan arkeologi. Drost, Kadarman, Winarno Surakhmad adalah tokoh-tokoh yang bergerak di bidang pendidikan.
Publish or perish – menulis dan menerbitkan atau binasa menjadi prinsip pokok dalam keterlibatannya dalam pertanian. Ini diungkapkan secara eksplisit oleh Syamsoe’oed Sadjad (hlm 243). Dalam narasi para tokoh yang lain, hal yang sama mereka lakukan. Inilah bentuk menghadirkan diri, membangun kekritisan, dan membangun tradisi yang mereka emban.

Warga menghadiri pembukaan pameran foto Jejak Langkah Jakob Oetama di Galeri Yakopan Omah Petroek, Pakem, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (18/10/2020).
Di luar klasifikasi di atas, ada beberapa tokoh tidak masuk dalam klasifikasi di atas. Dua tokoh ditempatkan sebagai tokoh filantropis. Eddi Lembong dan Pandji Wisaksana. Keduanya berprofesi sebagai pengusaha. Sekaligus commited dan terlibat untuk membangun bangsa Indonesia dengan pengintegrasian Tionghoa dalam pembentukan karakter bangsa.
Ada lima (5) tokoh wartawan Kompas yang dihadirkan dengan kekhasan karakter dan keahliannya. Jakob Oetama dan P Swantoro sebagai dwitunggal yang melanjutkan pendahulunya PK Ojong sebagai pendiri Kompas. Sebagai seorang yang berlatar pendidikan sejarah, P Swantoro menulis Dari Buku ke Buku yang mengetengahkan para indonesianis berkebangsaan Eropa. Alfons Taryadi yang kemudian beralih bidang menangani bidang penerbitan. August Parengkuan yang pernah menjabat sebagai Duta Besar untuk Kedutaan RI di Italia. Dan, Daniel Dhakidae yang memimpin Litbang Kompas, sebagai teman dialog penulis saat memulai tradisi penghargaan Kompas kepada Cendekiawan Berdedikasi. Sebagai seorang putra NTT, Daniel Dhakidae melakukan penelitian khusus tentang Bung Karno pada periode pembuangan di Ende. Ini merupakan satu sumbangan sejarah tersendiri.
Untuk semakin menemukan sejarah memang tidak berjalan lurus, melainkan saling berkelindan.
Mosaik yang kaya
Menyelesaikan pembacaan Sosok-sosok Inspirasi Keteladanan tidak secara abjad mengikuti nama tokoh, terasa penjelajahan penggal sejarah periode Orde Baru dalam sebuah mosaik yang kaya. Obituari dalam buku ini benar-benar menghadirkan obsesi para tokohnya. Beserta kerja kerasnya, bernalar jernih dan kritis. Dan, masih butuh dilanjutkan untuk mendalami karya-karya tulis, buku-buku para tokoh yang ada. Untuk semakin menemukan sejarah memang tidak berjalan lurus, melainkan saling berkelindan. Terlebih pada sejarah pemikirannya.
G Budi Subanar, Pengajar Pascasarjana Kajian Budaya Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Sampul buku Sosok-Sosok Inspirasi Keteladanan (PBK, 2022)
Judul Buku : Sosok-sosok Inspirasi Keteladanan Penulis : St Sularto Penerbit : Penerbit Buku Kompas, Jakarta Tahun Terbit : Cetakan I, 2022 Tebal Buku : xiv + 410 halaman ISBN : 978-623-346-608-0 978-623-346-609-7 (PDF)