Lebih dari dua tahun pandemi global yang telah menyebabkan anak-anak dan pendidik berjuang dengan krisis pembelajaran masif. Diperkirakan 70 persen anak berusia 10 tahun tidak dapat memahami teks tertulis sederhana.
Oleh
ROBERT GASS
·4 menit baca
Pada usia 10 tahun, setiap anak seharusnya sudah bisa membaca sebuah cerita sederhana. Namun, saat ini, hingga dua pertiga dari anak berusia 10 tahun secara global tidak dapat melakukan hal itu. Tanpa tindakan segera, mereka tak akan pernah bisa melakukannya.
Lebih dari dua tahun pandemi global yang telah menyebabkan guncangan terburuk bagi pendidikan dan pembelajaran dalam catatan sejarah, anak-anak dan pendidik berjuang dengan krisis pembelajaran masif. Dampaknya mencengangkan.
Diperkirakan 70 persen anak berusia 10 tahun tidak dapat memahami teks tertulis sederhana, menurut laporan State of Global Learning terbaru oleh Unicef, UNESCO, Bank Dunia, dan lembaga lain. Sebelum Covid-19, angka ini sudah sangat tinggi, 57 persen.
Penutupan sekolah selama dua tahun dan pembukaan kembali yang terganggu berdampak pada 60 juta anak dan menyebabkan ketertinggalan pembelajaran yang signifikan.
Sangat meresahkan
Di Indonesia, situasinya tidak kalah meresahkan. Penutupan sekolah selama dua tahun dan pembukaan kembali yang terganggu berdampak pada 60 juta anak dan menyebabkan ketertinggalan pembelajaran yang signifikan.
Kami memiliki bukti penurunan yang mengkhawatirkan dalam membaca dan matematika selama periode ini, terutama untuk anak-anak yang rentan di beberapa daerah, seperti Sulawesi Selatan dan Papua.
Banyak dari anak-anak ini berisiko tertinggal jauh dalam pembelajaran mereka sehingga mereka tidak akan pernah bisa mengejar ketinggalan atau putus sekolah sama sekali.
Ini adalah sebuah krisis yang memuncak di dalam krisis lainnya. Sebelum pandemi Covid-19, sekitar 4,3 juta anak sudah putus sekolah di Indonesia—salah satu angka tertinggi di kawasan. Ada bukti bahwa jumlah ini meningkat.
Pada September 2021, Unicef menyerukan kepada anak-anak di Indonesia untuk melanjutkan pembelajaran tatap muka dengan aman sesegera mungkin. Kami menyambut keputusan pemerintah untuk membuka kembali sekolah dan langkah-langkah yang diambil untuk menyediakan lingkungan belajar yang aman dan sehat bagi siswa di bawah keadaan yang sangat menantang yang disebabkan pandemi.
Namun, membawa anak-anak kembali ke ruang kelas saja tak cukup. Sekarang, kita harus mengalihkan fokus kita untuk mendukung siswa mengatasi ketertinggalan pembelajaran dan membantu mereka maju dengan menggerakkan mereka melalui materi akademik baru.
Kita juga harus terus membantu anak-anak mengembangkan lebih lanjut keterampilan dasar—terutama literasi dan berhitung–dan keterampilan abad ke-21 yang penting untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di pasar tenaga kerja yang terus berubah.
Ada peluang yang terbatas untuk mengatasi dan bertindak atas krisis pembelajaran. Saat Indonesia membuat rencana untuk pulih dari pandemi, pemulihan pembelajaran harus menjadi fokus utama.
Dampak dari krisis pembelajaran meluas jauh melampaui pendidikan, dan dampak ini merusak pemulihan dari Covid-19; memperkuat kemiskinan serta ketidaksetaraan jender dan disabilitas; serta menjadi ancaman yang dapat menggagalkan tujuan pembangunan negara.
Ada sejumlah solusi yang bisa diterapkan. Mendukung setiap anak membaca pada usia 10 tahun dimungkinkan melalui kerangka RAPID yang dikembangkan Unicef dan para mitra.
Hal ini membutuhkan lebih banyak upaya untuk reach (menjangkau) dan mempertahankan setiap anak di sekolah, asses (menilai) tingkat pembelajaran secara teratur, prioritize (memprioritaskan) pengajaran keterampilan dasar, serta increase (meningkatkan) pembelajaran dan develop (mengembangkan) sistem yang lebih kuat untuk mendukung kesehatan mental dan kesejahteraan anak sehingga setiap anak siap untuk belajar.
Peluang Indonesia
Pemerintah Indonesia telah membuat kemajuan penting dalam memimpin diskusi kritis seputar transformasi pendidikan dan memperkuat sistem pendidikan untuk mengatasi dampak pandemi. Ini termasuk inisiatif reformasi Merdeka Belajar yang dinilai sebagai kendaraan untuk menciptakan perubahan transformasional dalam sistem pendidikan negara.
Bagian inti dari inisiatif ini adalah memberikan pengetahuan dan keterampilan pada guru untuk mengajar pada tingkat yang tepat bagi siswa dengan fokus pada literasi dan berhitung untuk membantu siswa mengatasi ketertinggalan pembelajaran secara lebih efektif.
Bidang utama lainnya melibatkan upaya untuk memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan praktik belajar-mengajar dan untuk menciptakan kesempatan belajar yang setara bagi semua siswa.
Pemerintah Indonesia telah membuat kemajuan penting dalam memimpin diskusi kritis seputar transformasi pendidikan dan memperkuat sistem pendidikan untuk mengatasi dampak pandemi.
KTT G20 tahun ini, di bawah presidensi Indonesia, merupakan momen penting bagi bangsa untuk membangun perkembangan-perkembangan ini dan untuk sepenuhnya mengatasi kebutuhan mendesak akan rencana pemulihan pembelajaran yang ambisius dan peningkatan investasi di bidang pendidikan.
Saatnya membuat komitmen ini diperhitungkan untuk anak-anak Indonesia. Kita tidak bisa kehilangan satu menit pun.
Robert Gass,Pelaksana Tugas Perwakilan Unicef Indonesia