Dunia menunggu negosiasi Sri Lanka dengan IMF. Namun, Sri Lanka juga perlu memastikan prosedur demokrasi mampu mendorong sirkulasi elite lebih merata, ekonomi yang sehat, dan penghapusan korupsi.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Negara didirikan tak lain dan tak bukan untuk menyejahterakan rakyatnya. Keselamatan dan kesejahteraan mereka harus menjadi prioritas pemerintah.
Kabar mengenai Sri Lanka membuat siapa pun sedih. Berjuta-juta rakyatnya kesulitan mendapatkan bahan bakar dan pangan. Bahkan, meski memiliki uang, warga tetap kesulitan mendapatkan bahan kebutuhan pokok dan obat-obatan karena pemerintah kehabisan uang untuk mengimpornya. Bangkrut. Demikian situasi yang dialami Sri Lanka, sebagaimana disampaikan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe, Selasa (5/7/2022) (Kompas, 7 Juli 2022)
Pada Maret lalu, cadangan devisa Sri Lanka 1,72 miliar dollar AS. Padahal, enam bulan berikutnya, Sri Lanka memerlukan 6 miliar dollar AS guna mengatasi kelangkaan pangan, bahan bakar, dan obat-obatan. Sri Lanka juga tak mampu membayar utang luar negeri 51 miliar dollar AS yang 28 miliar dollar AS di antaranya harus dilunasi pada 2027. Inflasi year on year 54,6 persen pada Juni 2022. Bank sentral memperkirakan inflasi bisa mencapai 70 persen.
Tak dapat disangkal pandemi Covid-19 turut menghancurkan ekonomi Sri Lanka. Pembatasan pergerakan membuat pemasukan dari pariwisata, sektor andalan Sri Lanka, anjlok. Saat pembatasan dilonggarkan, pecah perang Rusia-Ukraina. Harga energi dan bahan pangan membubung tinggi.
Namun, persoalan ekonomi Sri Lanka dinilai sudah muncul bertahun-tahun sebelum pandemi. Dushni Weerakoon, Executive Director and Head of Macroeconomic Policy Research at the Institute of Policy Studies of Sri Lanka, dalam ”Sri Lanka on the Brink” (Foreign Affairs, 14 April 2022) menulis, problem ekonomi terjadi sejak Sri Lanka menggelar proyek-proyek infrastruktur ambisius pasca-kekalahan Macan Tamil pada 2009 yang menandai berakhirnya perang saudara. Dana global buru-buru diraup Sri Lanka, termasuk pinjaman bilateral dari China.
Pada sisi politik, Sri Lanka menerapkan demokrasi. Namun, sirkulasi elite penguasa rasanya belum ideal. Anggota keluarga tertentu menguasai politik nasional selama bertahun-tahun. Situasi ini sangat berpotensi memunculkan praktik penyalahgunaan kekuasaan. Krisis politik cukup dalam juga terjadi beberapa tahun silam, memicu kebuntuan antara Presiden, Parlemen, dan Mahkamah Agung selama berbulan-bulan.
Dunia kini menunggu kelanjutan negosiasi Sri Lanka dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan negara pemberi pinjaman. Penataan fiskal dan pemberian bantuan bagi kelompok miskin diperlukan guna menyelamatkan rakyat negara itu. Hal lebih mendasar ialah memastikan prosedur demokrasi mampu mendorong sirkulasi elite lebih merata, ekonomi yang sehat, serta penghapusan praktik korupsi. Rakyat sejahtera, negara kuat.