Penyerapan kata kerap bisa mengubah bentuk kata dan maknanya. Adakalanya perubahan itu sangat signifikan dan berbeda jauh dengan bentuk dan makna asali bahasa sumbernya.
Oleh
Nur Adji
·4 menit baca
Tak dapat disangkal bahwa pengaruh bahasa Arab terhadap perkembangan bahasa Indonesia sangat besar. Tinggalan pengaruh itu dapat kita temukan dalam penggunaan kata, mulai dari bidang keagamaan hingga bidang sosial kemasyarakatan.
Ada kosakata yang rasa Arab-nya masih kentara. Ada pula yang sudah tidak terasa sama sekali, layaknya kosakata bahasa Indonesia sendiri.
Kata-kata yang mengandung dua konsonan kh atau sy, misalnya, rasa Arab-nya masih kental, seperti kata akhir, khazanah, khawatir, atau syukur, syair, dan syiar. Sebaliknya, kata-kata yang tidak mengandung dua konsonan sudah tidak terasa lagi rasa Arab-nya, seperti abad, bab, dan zat.
Sama seperti kosakata yang berasal dari bahasa asing lainnya, misalnya Inggris, kosakata dari bahasa Arab juga mengalami (proses) penyerapan sebelum akhirnya menjadi bagian dari kosakata bahasa Indonesia. Kosakata tersebut kemudian dicatat dan menjadi lema dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Yang dapat dicatat dari penyerapan tersebut, setiap kata yang menjadi bagian dari bahasa Indonesia itu rupanya tidak mesti sama bentuk dan maknanya dengan bahasa sumbernya. Hal itu, umpamanya, dapat kita jumpai pada kata qurban yang diserap menjadi kurban dan korban.
Sudah jadi pengetahuan umum bahwa kurban diambil dari kata qaraba-yaqrabu-qurbanan, yang berarti ’pendekatan atau mendekatkan diri kepada Allah’. Beberapa sumber mengartikannya ’dekat’. Sinonim dari kata qurban adalah al-udhhiyah dan adh-dhahiyyah yang berarti ’binatang sembelihan’.
Dari pengertian itu, bisa kita parafrasakan bahwa (ibadah) kurban adalah semua perbuatan (dalam hal ini menyembelih binatang sembelihan) untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Qurban yang berarti ’dekat’ itu diserap menjadi kurban dengan penyesuaian ejaan. Huruf q pada qurban menjadi k (kurban). Perubahan seperti ini dapat juga kita temukan pada kata qodar menjadi kadar (ketentuan Allah); qalbu menjadi kalbu (pangkal perasaan batin; hati yang suci; hati), dan qudrah menjadi kodrat (kekuasaan Allah).
Berbeda dengan makna asalinya, dalam bahasa Indonesia kata kurban memiliki dua makna. Selain berarti ’persembahan kepada Allah (seperti kambing, sapi, dan unta) yang disembelih pada Lebaran Haji, kata kurban juga bermakna ’pemberian untuk menyatakan kesetiaan atau kebaktian dan sebagainya’.
Makna pertama dikaitkan dengan ibadah yang dijalankan umat Islam. Kita mafhum bahwa menyembelih hewan (kambing, sapi, dan unta) saat hari raya Kurban (10 Zulhijah) merupakan ibadah sunah yang diajurkan (sunah muakad). Nabi Muhammad melakukan perintah ini sejak pertama kali disyariatkan hingga dipanggil Allah pada usia 63 tahun.
Makna kedua dikaitkan dengan tradisi. Di beberapa daerah di Indonesia, misalnya, kita dapat menemukan tradisi atau upacara adat yang menempatkan kambing, sapi, atau kerbau sebagai kurbannya. Aceh ada tradisi yang disebut makmeugang atau meugang (lihat Info Budaya, Kemdikbud.go.id).
Makmeugang adalah tradisi menyembelih kurban, berupa kambing atau sapi, yang dilaksanakan setahun tiga kali, yakni saat Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Daging sembelihan ini lalu dimasak dan dinikmati bersama keluarga, kerabat, dan anak yatim piatu.
Dari kata qurban juga diturunkan kata korban. Di samping huruf q yang berubah menjadi k, huruf u pun berubah menjadi o. Perubahan huruf dari u menjadi o menyebabkan perubahan makna yang signifikan. Korban, kita tahu, bermakna ’orang atau binatang yang menderita atau mati akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan sebagainya’.
Biasanya kata korban dipakai dalam berita-berita yang menunjukkan kemalangan. Umpamanya saja dalam peristiwa berskala besar, seperti kebakaran, gempa bumi, dan longsor. Bisa pula dalam peristiwa dalam lingkup yang lebih kecil atau personal, seperti pemerkosaan, penjambretan, dan pembunuhan.
Jelaslah bahwa kata dari bahasa sumber bisa berubah jika diserap oleh pengguna bahasa lain, seperti kasus dari bahasa Arab menjadi bahasa Indonesia. Perubahan bisa pada bentuknya, bisa pula pada maknanya.
Terlepas di masyarakat terdapat dualisme penulisan qurban dan kurban, terutama jika dikaitkan dengan penamaan Hari Raya Haji—Idul Qurban atau Idul Kurban—nyatalah pada kita bahwa pengaruh bahasa Arab sangat besar bagi perkembangan bahasa Indonesia. Tinggalan pengaruhnya itu salah satunya ada pada kata kurban dan korban.