Untuk menjamin kepercayaan penyumbang dan kenyamanan pengelola, kepastian hukum pengelolaan dana masyarakat perlu dibangun.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Orang Indonesia dikenal dermawan sejak lama, dalam berbagai kesempatan. Sifat positif ini perlu dikelola di tengah berbagai masalah sosial dan ketimpangan.
Masyarakat Indonesia berada di peringkat teratas dalam hal kemauan menyumbang dalam kegiatan kedermawanan dan kesukarelawanan. Namun, dana sumbangan kemanusiaan itu sangat rentan diselewengkan karena lemahnya regulasi.
Ketua Umum Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) Avianto Amri, di Jakarta, Senin (4/7/2022), mengatakan, mengacu pada Laporan The World Giving Index (WGI) yang diterbitkan Charities Aid Foundation tahun 2021, Indonesia berada di peringkat teratas dalam hal menyumbang kepada orang tak dikenal, menyumbang uang, dan kegiatan kesukarelawanan.
Data ini dikumpulkan Gallup dari 140 negara mengenai kedermawanan dalam menyumbang. Kedermawanan bangsa Indonesia bisa dilihat dalam keseharian di lingkungan. Ketika ada tetangga dan famili terkena masalah, banyak orang yang mengulurkan bantuan. Mereka mau menyisihkan waktu, tenaga, dan dana untuk membantu yang membutuhkan (Kompas, 5/7/2022).
Dalam skala yang lebih luas, semisal bencana, orang dari berbagai golongan dan latar belakang mau bahu-membahu mengumpulkan dana dan membantu korban secara langsung. Semangat gotong royong mudah sekali muncul untuk meringankan sesama. Namun, masalah kerap kali muncul.
Sumbangan yang biasanya dilakukan informal lalu menuai masalah. Siapa yang berhak? Bagaimana mengatur penerima? Bagaimana pelaporan donasi? Bagaimana untuk biaya penyaluran? Seorang yang kerap memberikan donasi mengatakan, masalah pertama orang yang diberi kuasa untuk mengelola biasanya sulit membedakan antara kepentingan pribadi dan kepentingan organisasi atau kelompok yang lebih luas.
Masyarakat Indonesia berada di peringkat teratas dalam hal kemauan menyumbang dalam kegiatan kedermawanan dan kesukarelawanan.
Organisasi pengelola kedermawanan lalu muncul untuk memastikan akuntabilitas pengelolaan dana bantuan dari masyarakat. Namun, kembali masalah muncul, yaitu kepentingan pribadi kadang menjadi lebih dominan. Masalah akuntabilitas kembali muncul. Berbagai pengeluaran kadang tidak masuk akal dan jauh dari misi awal.
Untuk menjamin kepercayaan penyumbang dan kenyamanan pengelola, kepastian hukum pengelolaan dana masyarakat itu perlu dibangun. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dalam berbagai aspeknya harus direvisi. Kita memerlukan aturan baru. Pengelolaan kedermawanan kian kompleks. Fasilitas keuangan kian berkembang, inisiatif baru bermunculan, dan platform penyaluran dana mudah diakses.
Platform pengelolaan dana donasi makin banyak sehingga memudahkan orang untuk berdonasi. Di sisi lain, masyarakat ingin agar uang yang dipercayakan kepada lembaga pengelola donasi sesuai amanat dan juga dikelola secara transparan.
Kecurigaan tak muncul jika semua menjadi hitam dan putih dalam pengelolaan donasi. Mereka yang mengembangkan pengelolaan donasi juga makin memiliki kepastian haknya.