Disrupsi: Dari Perang Harga sampai Perang Dunia
Penting berdamai dengan masa depan, menerima cara-cara baru dan berhenti menyalahkan keadaan. Segala yang kita hadapi terkait disrupsi selalu bersifat dinamis dan bergejolak. Kita dituntut relevan terhadap perubahan.
Ketika satu dua usaha rintisan atau start up lokal diberitakan melakukan pemutusan hubungan kerja, muncullah beragam spekulasi, di antaranya menyebutkan bahwa era usaha rintisan sudah berakhir. Alih-alih berakhir, gagasan-gagasan dalam dunia usaha rintisan justru tumbuh terus. Bakar duit di kalangan usaha rintisan juga jalan terus.
Singkat cerita, perang harga antarsesama pelaku usaha start up dan dengan pelaku-pelaku usaha konvensional terus berlanjut. Investor tetap menuntut pertumbuhan usaha eksponensial sambil menetapkan tingkat kecepatan bakar uang (burning rate) dari investasi yang mereka berikan.
Dalam era disrupsi, mereka percaya, burning rate-lah yang bisa dijadikan penilaian apakah pertumbuhan pembeli sudah stabil saat dilakukan jeda.
Bakar duit memang telah menjadi ciri bagi sebagian disrupsi dalam industri ritel. Namun, itu tidak semata dilakukan untuk menguasai pasar dan mengganggu industri eksisting, tetapi untuk mengukur kestabilan pasar dan membentuk pasar baru di segmen bawah yang perlahan bergerak ke atas sesuai demografi kaum muda.
Singkat cerita, perang harga antarsesama pelaku usaha start up dan dengan pelaku-pelaku usaha konvensional terus berlanjut.
Benar bahwa perang antara Rusia dan Ukraina telah menimbulkan mood dan peta keuangan investor global berubah. Sumbatan-sumbatan mulai membatasi pasar dan akses. Netflix dan Disney harus memangkas 200-an juta pelanggan di Rusia. Tencent di China hanya boleh melayani gamers muda satu jam sehari. Namun, dunia semakin dinamis dan persoalan-persoalan yang dihadapi manusia dalam beragam sektor semakin rumit. Dan akhirnya, populasi penduduk sudah mencapai 7,9 miliar menandakan manusia dilarang berhenti melakukan inovasi dan perlu terus membakar lemak-lemak ekonomi.
Gambaran itu menunjukkan tidak benar era start up sudah berakhir. Yang benar adalah satu-dua platform mulai berani menguji diri di pasar modal dengan segala dinamikanya.
Menurut saya, usaha rintisan sendiri akan terus bermunculan karena inovasi disruptif yang sehat memerlukan organisasi usaha yang terpisah (tidak bisa digabung dengan organisasi usaha eksisting) dan tidak mungkin dibiayai perbankan.
Ini sekaligus menandakan jutaan pekerjaan baru yang belum kita kenal masih akan bermunculan.
Supriyanto
Kebutuhan mikrocip
Bahan baku dari semua proses disrupsi ini tentu saja semikonduktor (mikrocip) yang produksinya tahun lalu mencapai rekor 1,15 triliun. Nilai penjualan mikrocip tahun 2021, menurut CNBC (2022), mencapai 555,9 miliar dollar AS atau meningkat 26,2 persen dari tahun sebelumnya.
Fakta ini sekaligus mengantarkan kepada kita tentang perubahan geopolitik, dari petrodollar yang berbasiskan minyak dalam industri 3.0 menjadi mikrocip dalam industri 4.0.
Karena itu, dunia tengah berdebar-debar menantikan apakah benar akan terjadi pergeseran adidaya dari Amerika Serikat kepada beberapa bangsa lain?
Sama seperti saat sejarah mencatat beralihnya kekuatan perdagangan China dan India pada abad ke-17 ke Inggris menyusul ditemukannya mesin tenun dan mesin uap di Inggris yang jauh lebih produktif.
Inggris tidak hanya membangun industri sandang yang merajai dunia, tetapi juga kapal perang dengan mesin uap saat bangsa-bangsa lain masih mengandalkan alam (angin dan layar).
Atau saat kekuatan itu beralih dari Inggris pada akhir abad ke-19 kepada Amerika Serikat saat negeri ini memelopori industri 3.0 dan 4.0 berupa listrik, telepon, telegraf, alat-alat transportasi berbasiskan mesin dan minyak, serta komputer. Amerika Serikat keluar sebagai pemenang dengan industri pertahanan udara, kapal induk, telekomunikasi, dan sebagainya.
Saat ini di era 4.0 dunia sepakat, siapa yang menguasai mikrocip akan menguasai aneka industri dan pertahanan masa depan.
Saat ini di era 4.0 dunia sepakat, siapa yang menguasai mikrocip akan menguasai aneka industri dan pertahanan masa depan. Maka, bukan hal aneh jika Amerika Serikat segera menghadang China saat Huawei memelopori teknologi 5G dan menuduh perusahaan itu telah memasang ”pintu belakang” pada berbagai device buatannya.
Pintu belakang ini tentu bersifat ilegal dan melanggar hukum. Tuduhan Amerika Serikat kepada Huawei yang dilancarkan tahun 2009 itu akhirnya dinyatakan sepihak oleh Amerika Serikat pada 2019. Menurut harian Wall Street Journal, temuan hanya dibuka pada Pemerintah Jerman dan Inggris pada perangkat 4G.
Meski masih membingungkan, Amerika Serikat terus memasang rintangan-rintangan untuk memblokade Huawei dan industri 4.0 China pada akses mikrocip berkecepatan tinggi ini. Beragam peraturan diterapkan agar perusahaan dan bangsa tertentu tidak bisa menggunakan teknologi Amerika (ke dalam Entity List).
Salah satunya adalah menghadang China mengakses mikrocip yang dihasilkan oleh Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC). Namun, ini tidak mudah karena China sendiri merupakan pasar yang besar yang memungkinkan TSMC dan Samsung memperoleh skala ekonomis.
Sepanjang 2021, China adalah pasar bagi sekitar 35 persen (192,5 miliar dollar AS) dari total pasar mikrocip dunia.
Didie SW
Upaya penghadangan Amerika Serikat terhadap akses China pada mikrocip TSMC telah mengakibatkan dua hal. Pertama, meningkatnya ketegangan di Asia Timur dan Asia Tenggara menyusul pergerakan aktif kapal-kapal perang China yang untuk sewaktu-waktu dikhawatirkan bisa mengambil alih Taiwan.
Kedua, kehadiran kapal perang Amerika Serikat dan latihan-latihan perang yang mulai semakin intensif dilakukan di kawasan ini bersama negara-negara lain. Amerika Serikat bahkan membangun aliansi Indo-Pasifik bersama dengan negara-negara Asia dan Australia pada Februari 2022.
Di sisi lain, Amerika Serikat telah merespons dengan menyediakan dana sebesar 25 miliar dollar AS untuk membangun foundry pembuatan mikrocip di dalam negeri.
Seakan tidak mau kalah, dalam rapat kerja Partai Komunis China akhir tahun lalu, China juga menyediakan nilai investasi yang tidak kalah fantastis, di atas 1 triliun dollar AS, untuk membangun industri masa depan, termasuk industri yang menghasilkan mikrocip.
Baca juga : Pengguna Layanan Perbankan Digital Terus Meningkat
Impian Eropa yang pudar
Jika China mendisrupsi dunia dengan low-cost chip dan menimbulkan ancaman yang sangat serius bagi Taiwan, di Eropa terdapat masalah lain. Impian untuk memimpin industri 4.0 negara-negara Eropa praktis terganggu oleh perang Rusia-Ukraina, juga dalam urusan mikrocip.
Diketahui Ukraina dan Rusia adalah pemasok gas neon, paladium, dan C4F6 yang merupakan elemen-elemen penting untuk pembuatan mikrocip.
Sejak perang terjadi, pasokan ketiga elemen itu terputus. Ini berakibat terhadap langkah sejumlah negara Eropa untuk menghasilkan energi terbarukan, mesin-mesin pertahanan, kendaraan autopilot, kebutuhan satelit, dan yang menggunakan teknologi pintar menjadi tidak jelas. Artinya, disrupsi kemungkinan tak akan banyak bisa dihasilkan dari benua ini.
Jadi, disrupsi ini memang rentan memicu perubahan, dari perang harga sampai perang dunia. Di satu sisi ada tuntutan untuk menciptakan mesin-mesin produksi yang bisa memenuhi kehidupan 7,9 miliar penduduk, dengan teknologi pintar yang output-nya lebih murah dan lebih produktif.
Disrupsi ini memang rentan memicu perubahan, dari perang harga sampai perang dunia.
Di sisi lain, hal itu juga menimbulkan rasa keterancaman bagi bangsa-bangsa besar dalam memimpin dunia. Jadi, negara pun terancam disrupsi. Namun, apa pun yang terjadi, dunia akan terus tumbuh dan disrupsi menuntut cara-cara baru.
Apa saja cara-cara baru itu? Saya mencatat enam poin berikut ini. Pertama, adanya tuntutan bagi organisasi-organisasi lama untuk meremajakan diri dan menggunakan proses bisnis yang lebih sederhana.
Kedua, sistem tertutup yang bersifat penguasaan tunggal beralih menjadi sistem kolaboratif yang terbuka. Ini sekaligus mengganti manajemen konvensional menjadi sebuah kegiatan yang orkestratif.
Ketiga, sistem terbuka itu menuntut ketersediaan ekosistem yang luas. Dan keempat, pentingnya bagi Indonesia untuk memperbarui sektor pendidikan secara bersungguh-sungguh dengan memperkuat pendidikan sains yang dilengkapi ilmu sosial-humaniora yang tidak berjalan sendiri-sendiri.
Kelima, dunia usaha dituntut menjalankan dua kegiatan sekaligus: meneruskan bisnis-bisnis masa lalu yang telanjur besar dan masih dibutuhkan, lalu menciptakan masa depan yang disemai hari ini.
Lalu yang terakhir, negara tidak bisa bersikap reaktif. Indonesia perlu mempersiapkan antisipasi terhadap dampak disrupsi global yang tidak hanya terbatas pada kemungkinan inflasi karena kelangkaan pangan dan energi, tetapi juga eksplorasi skenario-skenario apabila dampak negatif perang dunia benar-benar terjadi.
Ini sekaligus menandakan pentingnya berdamai dengan masa depan, menerima cara-cara baru dan berhenti menyalahkan keadaan. Segala yang kita hadapi terkait disrupsi selalu bersifat dinamis dan bergejolak. Kita hanya dituntut untuk selalu relevan, apa pun bentuk dari perubahan itu.
Rhenald Kasali Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia, Pendiri Rumah Perubahan