Pancasila dalam Kehidupan Bernegara Masa Kini
Peringatan lahirnya Pancasila pada bulan ini merupakan momentum bagi kita untuk memahami bagaimana Bung Karno pada 1 Juni 1945 telah memberi bangsa kita suatu dasar yang kokoh untuk keselamatan kehidupan bernegara.
Awal dekade 1990-an karya Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya, diterbitkan dalam bahasa Indonesia.
Karya ini menjelaskan bahwa Indonesia merupakan suatu bangsa yang mendiami posisi silang strategis dengan tetap mampu mempertahankan identitasnya. Hal itu terlihat dari sejarah perkembangan bahasa di kepulauan Nusantara.
Temuan ini konsisten dengan apa yang pernah diungkapkan budayawan Prof Dr RM Ngabehi Poerbatjaraka beberapa dekade sebelumnya. Bahkan Abdullah Ciptoprawiro, ahli filsafat Nusantara, menelaah lebih dalam lagi, yaitu bukan hanya struktur bahasa yang bertahan, tetapi juga pola atau wadah dalam filosofi budaya masyarakat yang tetap. Tak berubah meski unsur-unsur asing datang dan pergi mengisinya.
Atas dasar ini, tidak mengherankan jika Bung Karno selalu mengatakan bahwa dirinya bukan pencipta Pancasila, melainkan penggali Pancasila. Dalam Sidang Umum PBB tahun 1960, Bung Karno menegaskan bahwa Pancasila merupakan kristalisasi dari esensi peradaban bangsa kepulauan Nusantara yang sudah ada ribuan tahun.
Masih menurut Bung Karno, nilai yang melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah semangat gotong royong.
Masih menurut Bung Karno, nilai yang melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah semangat gotong royong. Terkait hal ini, Soediman Kartohadiprodjo menyampaikan bahwa nilai-nilai Pancasila berasal dari nilai-nilai hukum adat. Dengan demikian, nilai-nilai yang tersimpan dalam Pancasila merupakan manifestasi nilai-nilai hukum adat yang menjadi pegangan kehidupan bangsa di Nusantara selama ribuan tahun.
Nilai-nilai tersebut apabila dijabarkan menjadi pasangan antinomis berupa dominasi nilai-nilai komunal terhadap individualisme, dominasi nilai-nilai spiritual terhadap nilai-nilai material, dan dominasi romantisisme terhadap rasionalisme (Agus Brotosusilo, 2021).
Hukum adat
Hukum adat sebagai hukum tidak tertulis berjumlah begitu banyak di Nusantara. Hal ini tergantung dari situasi geografis dan sejarah pembentukan masyarakat sehingga hukum tersebut dipatuhi dalam sikap tindak masyarakat.
Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya memiliki konsistensi, termasuk makna yang berhasil digali Bung Karno dan didukung para pendiri bangsa pada proses pembentukan negara Republik Indonesia.
Dengan memahami nilai-nilai Pancasila sebagai pola yang tetap atau wadah dari segenap unsur-unsur yang masuk ataupun berkembang dalam masyarakat Indonesia, maka sila keempat Pancasila yang berbunyi ”Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” merupakan bukti bahwa dominasi nilai-nilai spiritualisme dalam kehidupan bangsa Indonesia begitu kuat.
Baca juga Menguatkan Nilai-nilai Pancasila
Konsep hikmat kebijaksanaan mustahil dipisahkan dari keyakinan spiritual terhadap pentingnya bimbingan dari Tuhan Sang Maha Pencipta. Oleh sebab itu, konsep kerakyatan ataupun supremasi hukum dalam konteks negara Republik Indonesia tidak dapat dibandingkan secara langsung dengan konsep-konsep sekuler yang berasal dari masyarakat asing.
Keselarasan antara tata peraturan perundang-undangan nasional dan nilai-nilai Pancasila akan melahirkan kebijakan negara yang pastinya mengutamakan kepentingan nasional. Kepentingan nasional yang vital dari suatu bangsa akan terlihat dari kebijakan negara terkait aktivitas ekonomi strategisnya yang merupakan jantung dan urat nadi kehidupan.
Dalam hal Indonesia, industri nasional terkait manufaktur, pariwisata, makanan dan minuman, tekstil, alat pertahanan, pertanian dan perkebunan (seperti padi, cokelat, rempah-rempah, kopra, kelapa sawit, tembakau, dan cengkeh), perikanan, bahkan pertambangan, minyak-gas (energi), ekonomi digital, dan sebagainya merupakan kepentingan nasional yang vital.
Melindungi kepentingan nasional yang vital harus tetap memperhatikan kepentingan jangka panjang bangsa Indonesia, seperti kelestarian keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya. Apalagi, nilai-nilai Pancasila menghendaki hubungan harmonis antara manusia dan Tuhan, sesama manusia dan alam.
Ketahanan pangan
Salah satu contoh terbaru adalah kelangkaan minyak goreng sebagai produk turunan dari kelapa sawit. Ironisnya, Indonesia adalah salah satu produsen terbesar minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO). Sebagai bagian penting dari ketahanan pangan, ketersediaan minyak goreng menjadi vital. Oleh sebab itu, pemerintah merasa perlu intervensi pasar dengan cara membatasi ekspor produk CPO meski permintaan global CPO naik akibat konflik di Ukraina.
Langkah yang diambil pemerintah merupakan bukti bahwa negara hadir untuk menjamin dominasi nilai-nilai komunal terhadap nilai-nilai individual sehingga stabilitas dalam negeri terjaga. Pembatasan ekspor produk CPO ini harus dilaksanakan secara hati-hati. Apabila kestabilan harga pangan sudah tercapai, intervensi ini perlu dipertimbangkan untuk dicabut.
Apalagi, nilai-nilai Pancasila menghendaki hubungan harmonis antara manusia dan Tuhan, sesama manusia dan alam.
Indonesia sebagai produsen CPO perlu menjadi bagian dari sistem ekonomi global yang tepercaya dan bertanggung jawab, apalagi banyak rakyat Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada produksi dan perdagangan CPO. Dengan demikian, langkah Pemerintah Indonesia mencabut larangan ekspor CPO dan turunannya mulai Senin, 23 Mei 2022, juga patut mendapat apresiasi.
Peringatan lahirnya Pancasila pada bulan ini merupakan momentum bagi kita untuk memahami bagaimana Bung Karno pada 1 Juni 1945 telah memberi bangsa kita suatu dasar yang kokoh untuk keselamatan kehidupan bernegara.
Indonesia perlu selalu memastikan bahwa sistem hukumnya selaras dengan nilai-nilai Pancasila, yaitu ada dominasi komunalisme terhadap individualisme, dominasi spiritualisme terhadap materialisme, dan dominasi romantisisme terhadap rasionalisme.
Tata peraturan perundang-undangan terkait hajat hidup orang banyak, seperti pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam, letak geografis, dan sumber daya manusia yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila, menjadi jaminan bagi keberlangsungan eksistensi dan kemajuan bangsa Indonesia.
Kris Wijoyo Soepandji, Dosen tetap FHUI dan Peneliti pada Pusat Kajian Hukum dan Pancasila FH UI