Komnas HAM dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya termasuk pengkajian dan penelitian, bersifat mandiri, tidak di bawah presiden sebagai kepala pemerintahan. Karena itu semestinya mendapat dukungan secara optimal.
Oleh
MIMIN DWI HARTONO
·5 menit baca
Independensi atau kemandirian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam menjalankan fungsi dan kewenangan pengkajian dan penelitian terkait dengan Paris Principles atau Prinsip-prinsip Paris menjadi acuan global atau internasional bagi setiap institusi HAM nasional atau NHRI (National Human Rights Institution) dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM).
Fungsi pengkajian dan penelitian yang dikoordinasikan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), berbeda dengan fungsi dan kewenangan Komnas HAM dalam pengkajian dan penelitian yang melekat pada UU HAM, bersifat otonom sebagai bagian dari “hak istimewa” yang melekat pada Komnas HAM sebagaimana diatur dalam Prinsip-prinsip Paris, dan tidak berada di bawah presiden selaku kepala pemerintahan.
Oleh karena itu, Komnas HAM tidak menjadi subyek dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 19 dan Pasal 23 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi jo Pasal 65 ayat (1), (2), (3), dan (4) Perpres Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN.
Prinsip-prinsip Paris dirumuskan oleh perwakilan NHRI dari berbagai negara dan badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengadakan konferensi di Paris, Prancis, pada 1991. Pada 1992, embrio Prinsip-prinsip Paris didukung oleh Komisi HAM PBB. Kemudian pada Juni 1993, Konferensi Dunia tentang HAM di Viena mendesak pembentukan NHRI di setiap negara dengan mengacu pada Prinsip-prinsip Paris.
Pada 20 Desember 1993, Majelis Umum PBB melalui Resolusi Nomor 48/134 mengadopsi Prinsip-prinsip Paris. Di dalam Prinsip-prinsip Paris disebutkan bahwa suatu NHRI harus diberikan kewenangan dan kemandirian untuk melindungi dan memajukan hak asasi manusia.
Komnas HAM yang didirikan pada 7 Juni 1993 melalui Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993, beranjak memenuhi syarat sebagai NHRI sebagaimana diatur dalam Prinsip-prinsip Paris. Setelah reformasi, legalitas dan kewenangan Komnas HAM semakin kuat dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM).
Di dalam UU HAM, Komnas HAM bertujuan untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Selain itu, meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Komnas HAM memiliki “hak istimewa” untuk menguji dan atau merekomendasikan penetapan kebijakan dan peraturan perundang-undangan agar sejalan dengan hak asasi manusia.
Di dalam menjalankan mandatnya, Komnas HAM melaksanakan amanat konstitusi yang telah menjamin pelindungan atas hak asasi manusia, sebagaimana diatur diantaranya di dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J UUD NRI 1945. Komnas HAM memiliki “hak istimewa” untuk menguji dan atau merekomendasikan penetapan kebijakan dan peraturan perundang-undangan agar sejalan dengan hak asasi manusia. Selain itu, Komnas HAM berwenang mendorong ratifikasi instrumen HAM internasional.
Berbagai tanggung jawab ini bisa dilaksanakan karena Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang mempunyai “hak istimewa” untuk secara kritis dan konstruktif mendorong dan mengingatkan negara agar patuh pada ketentuan hukum hak asasi manusia nasional dan internasional. Hal ini berbeda, misalnya, dengan (dulunya) LIPI yang merupakan lembaga pemerintah non departemen (LPND) sesuai Keppres Nomor 103 Tahun 2001 atau Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden selaku kepala pemerintahan sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 78 Tahun 2021.
Komnas HAM berpartisipasi dalam forum-forum sidang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyampaikan laporan secara mandiri, berbeda dengan laporan pemerintah. Komnas HAM menjadi lembaga yang menjadi contoh baik dalam forum NHRI Asia Tenggara (SEANF), Forum NHRI Asia Pasifik, dan Aliansi Global Institusi HAM Nasional (GANHRI).
Komnas HAM mempublikasikan hasil-hasil atas pelaksanaan mandatnya secara mandiri dan transparan, tanpa intervensi pemerintah atau kekuasaan manapun. Akan sulit dibayangkan penerapannya atas berbagai tanggung tersebut jika pengkajian dan penelitian Komnas HAM atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia tidak dilakukan secara mandiri baik dari sisi regulasi, sumber daya manusia, anggaran, dan sarana prasarana.
Komnas HAM mempublikasikan hasil-hasil atas pelaksanaan mandatnya secara mandiri dan transparan, tanpa intervensi pemerintah atau kekuasaan manapun.
Oleh karena Komnas HAM telah menjalankan mandat dan tanggung jawab sesuai dengan Prinsip-prinsip Paris, diantaranya kemandirian dan otonomi dalam pengelolaan anggaran, Komnas HAM diberikan Akreditasi “A” atau tertinggi oleh GANHRI (Aliansi Global Institusi HAM Nasional). Dengan akreditasi “A” ini, Komnas HAM diberikan hak berpartisipasi secara independen dalam sidang-sidang Dewan HAM serta badan-badan di bawahnya, dan badan-badan di bawah majelis umum PBB.
Pencapaian ini adalah prestasi bagi bangsa Indonesia. Untuk itu, fungsi, tanggung jawab, dan kewenangan Komnas HAM harus didukung dan terus ditingkatkan sebagai institusi HAM nasional yang kredibel di tingkat nasional, regional, dan internasional. Saat ini, GANHRI beranggotakan 118 negara, dimana 86 berakreditasi “A” dan 32 negara berakreditasi “B”.
Komnas HAM dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya termasuk pengkajian dan penelitian, bersifat mandiri sebagaimana menjadi “nature” dari Komnas HAM sebagai lembaga mandiri, sehingga tidak berada di bawah presiden sebagai kepala pemerintahan. Oleh karena “nature”nya yang mandiri maka Komnas HAM mampu melaksanakan fungsi dan kewenangannya, diantara pengkajian dan penelitian, secara optimal, kritis, dan konstruktif sebagaimana tujuan Komnas HAM yaitu mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
Presiden selaku Kepala Negara sudah semestinya memberikan dukungan secara optimal terhadap Komnas HAM dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya pengkajian dan penelitian, dengan dukungan sumber daya manusia yang mumpuni (karir, insentif, dan rewards), anggaran yang dikelola secara otonom dengan jumlah yang memadai, regulasi yang mendukung kemandirian Komnas HAM, dan sarana serta prasarana yang kondusif agar Komnas HAM mampu menjalankan fungsi dan kewenangannya secara profesional dan kredibel bangsa bangsa dan kemanusiaan.
Mimin Dwi Hartono, Analis Kebijakan Ahli Madya di Komnas HAM