Inflasi dan Omicron kali ini bisa dikatakan sama-sama sumbernya dari luar negeri. Keduanya juga punya sifat penularan yang tinggi (fenomena kuantum), berakibat besar pada masyarakat, terutama yang berpendapatan rendah.
Oleh
UMAR JUORO
·5 menit baca
Inflasi meningkat tajam di Amerika Serikat, Eropa, dan beberapa negara berkembang. Inflasi ini dipicu pemulihan ekonomi yang kuat, kenaikan harga energi, harga pangan, hambatan rantai pasok, dan besarnya likuiditas di pasar keuangan. Bank sentral AS (The Fed) dan Eropa sebelumnya salah memperkirakan melihat inflasi sebagai sementara, kenyataannya berlanjut dan permanen.
Inflasi di AS mencapai 7 persen, tertinggi selama 40 tahun. Karena itu, The Fed harus mengatasi ketertinggalannya dengan kemungkinan menaikkan suku bunga sekitar empat kali dimulai Maret 2022. The Fed juga mengurangi pembelian obligasi (tapering), mengendalikan neraca keuangannya yang demikian besar.
Negara berkembang dengan inflasi tinggi antara lain Turki dan Brasil. Brasil telah menaikkan suku bunga beberapa kali. Turki atas desakan presidennya tidak menaikkan suku bunga karena menghambat pemulihan ekonomi. Inflasi tinggi akan berpengaruh ke banyak negara karena alasan yang sama. Bank sentralnya juga harus menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi dan menjaga nilai tukar mata uang.
Inflasi sebagaimana sifat harga pada umumnya (fenomena kuantum) adalah dapat meloncat tinggi seketika, tak hanya bergantung permintaan dan penawaran, tetapi juga perkiraan (ekspektasi), dan dalam hal tertentu juga spekulasi. Karena itu, untuk mengatasinya butuh peningkatan suku bunga yang memadai dengan tingkat inflasi.
Inflasi meningkat tajam di Amerika Serikat, Eropa, dan beberapa negara berkembang.
Sementara pasokan barang lambat penyesuaiannya (fenomena klasik), ditentukan terutama oleh permintaan dan penawaran, produksi dan distribusi. Pengendalian inflasi menjadi kebijakan yang menentukan bagi keberlanjutan pemulihan ekonomi.
Sementara itu penyebaran varian Omicron meningkat secara signifikan di banyak negara. Namun, dengan vaksinasi dan memperketat kembali protokol kesehatan, tak harus lagi dilakukan lockdown. Bagaimanapun penyebaran Omicron jadi penghambat pemulihan ekonomi. Karena itu, mencegah penyebaran Omicron juga menjadi bagian penting bagi keberlanjutan pemulihan ekonomi.
Harus menyesuaikan
Inflasi di Indonesia masih relatif rendah 1,87 persen karena pemulihan ekonomi masih belum kuat benar, dan harga energi dikendalikan pemerintah. Sementara harga pangan terlihat mulai merangkak naik. Rantai pasok juga mengalami hambatan. Likuiditas yang besar di pasar keuangan dengan rendahnya suku bunga kebijakan rentan terhadap inflasi. Dalam keadaan ini, kemungkinan inflasi akan meningkat secara signifikan.
Dengan rencana The Fed menaikkan suku bunga, kemungkinan empat kali di 2022, BI harus menyesuaikan. Sejarah kebijakan moneter memperlihatkan, kenaikan suku bunga The Fed berkait erat dengan kenaikan suku bunga kebijakan di Indonesia. Alasannya, selain karena inflasi, juga karena terjadinya aliran modal keluar dan tekanan terhadap rupiah. Karena itu, suku bunga kebijakan harus disesuaikan dengan tindakan The Fed.
Karena inflasi yang masih relatif rendah, BI belum memberikan indikasi menaikkan suku bunga berapa kali dan kapan. Seperti sebelumnya, kemungkinan BI akan menaikkan suku bunga setelah The Fed menaikkannya. Jika The Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunga sebanyak empat kali, apakah BI akan menyesuaikannya sebanyak itu?
Ini bergantung pada seberapa besar kenaikan inflasi, aliran modal keluar, dan depresiasi rupiah. Perkiraan BI, inflasi di 2022 adalah 3 plus/minus 1. Banyak yang memperkirakan inflasi sekitar 3 persen. Namun, bisa saja inflasi lebih tinggi dari 4 persen karena sifatnya yang bisa meloncat, masalah rantai pasok masih akan berlanjut, dan kecenderungan harga energi dan pangan yang meningkat.
Tambahan lagi, BI juga masih harus mengalokasikan dana Rp 224 triliun untuk membeli SBN sebagai burden sharing sehingga likuiditas masih besar. Saat bank sentral lain mulai menurunkan asetnya berupa surat utang pemerintah di neraca keuangannya, BI masih harus meningkatkannya. Pertumbuhan kredit juga menuju tingkatan normal yang memperbesar likuiditas di pasar keuangan yang rentan terhadap inflasi.
Sebaiknya BI mengantisipasi inflasi dengan kenaikan suku bunga secara bertahap, paling tidak dua kali di 2022, bahkan bisa jadi lebih. Jangan sampai kenaikan suku bunga dilakukan secara mendadak dalam tingkatan yang tinggi yang menghambat pemulihan ekonomi.
Perbankan tentu saja akan mengikutinya dengan menyesuaikan bunga simpanan dan pinjaman. Bagi perusahaan pada umumnya, tentu saja memberatkan karena sedang dalam tahap pemulihan, dan bahkan banyak yang masih merestrukturisasi pinjamamannya ke perbankan. Karena itu, kenaikan suku bunga yang bertahap dan langkah-langkah langsung mengantisipasi dan mengendalikan inflasi sangat menentukan keberlanjutan dari pemulihan ekonomi.
Perbankan tentu saja akan mengikutinya dengan menyesuaikan bunga simpanan dan pinjaman.
Selain BI dengan kebijakan suku bunganya, ada peran pemerintah dalam mengantisipasi dan mengendalikan inflasi.
Pemerintah menjaga harga listrik dan BBM tak naik sekalipun harga batubara sebagai sumber utama pembangkit listrik dan migas naik signifikan. Bagaimanapun harga energi harus disesuaikan secara bertahap dengan harga pasar, paling tidak dalam tingkatan tertentu, sebisa mungkin menyeimbangkan antara kepentingan konsumen dengan besarnya subsidi dan keuntungan yang berkurang dari produsen bahan energi.
Intervensi dalam menjaga harga pangan dengan subsidi harga tertentu kepada konsumen masyarakat bawah dan subsidi harga minyak goreng yang dilakukan pemerintah dapat membantu masyarakat berpendapatan rendah.
Mengendalikan Omicron
Dengan vaksinasi, ditambah dengan mulainya vaksin penguat serta protokol kesehatan yang cukup ketat, kemungkinan penyebaran Omicron tak seburuk varian Delta dan bisa dikendalikan. Pengaruh ekonominya juga lebih terbatas sehingga pemulihan ekonomi dapat berlanjut. Tentu saja kewaspadaan terus dijalankan, untuk siap melakukan tindakan yang lebih tegas dalam pembatasan mobilitas sosial jika situasinya memburuk.
Inflasi dan Omicron kali ini bisa dikatakan sama-sama sumbernya dari luar negeri. Keduanya juga punya sifat penularan yang tinggi (fenomena kuantum), berakibat besar pada masyarakat, terutama yang berpendapatan rendah. Upaya untuk mengendalikan harus dilakukan secara antisipatif, dengan tindakan yang bertahap sesuai intensitasnya, dan siap melakukan tindakan yang lebih ketat jika keadaannya memburuk secara berarti. Dengan demikian, pemulihan ekonomi dapat tetap berlanjut sekalipun dengan beberapa penyesuaian.