Profil Pelajar Pancasila sebagai cabang pendidikan karakter menjadi poin utama pada Kurikulum 2022. Ini mengubah arah pengembangan Pendidikan Agama dan Budi Pekerti menjadi Pendidikan Agama yang berasaskan Pancasila.
Oleh
M ALFAN SANTOSO
·4 menit baca
Istilah ”ganti menteri ganti kurikulum” lagi-lagi menjadi perbincangan serius dunia pendidikan Indonesia. Bagaimana tidak, belum sempurna Kurikulum 2013 diterapkan dengan berbagai dinamikanya, pemerintah mengesahkan Kurikulum Prototipe pada November 2021 sebagai opsi kurikulum pemulihan pendidikan karena dampak pandemi. Mulai tahun 2022, kurikulum ini akan diterapkan di sekolah penggerak dan SMK Pusat Keunggulan, serta menjadi opsi kurikulum untuk sekolah yang lain.
Selain karena dampak pandemi, pemerintah mencatat ada titik-titik kelemahan pada kurikulum sebelumnya. Kelemahan-kelemahan itu, antara lain, kompetensi kurikulum yang terlalu luas, kompetensi teknologi sebagai bekal menghadapi abad ke-21 dikesampingkan, kewajiban menerapkan kurikulum tanpa ada pilihan yang disesuaikan dengan satuan pendidikan, dan komponen perangkat pembelajaran yang ribet dan banyak.
Hal tersebut disebabkan ketidakmampuan Kurikulum 2013 (K-13) dalam mengoptimalkan tiga unsur pendukung keberhasilannya, yakni konsep bahan ajar, budaya sekolah, dan pembinaan pemerintah. Misalkan dalam lemahnya konsep mata pelajaran Pendidikan Agama, Kemendikbudristek menambahkan indikator budi pekerti (pendidikan karakter), jika memang K-13 ingin fokus pada pendidikan karakter. Seharusnya, konsep bahan ajarnya bukan hanya bertumpu pada pendidikan agama, tetapi semua mata pelajaran.
Pendidikan Agama seharusnya menjadi topik diskusi yang panjang karena diposisikan sebagai poros keberhasilan pendidikan karakter K-13. Namun, kenyataannya, selama 9 tahun K-13 diterapkan, Pendidikan Agama dan Budi Pekerti jarang sekali disentuh oleh pelatihan atau seminar, justru kegiatan tersebut diisi dengan materi keprofesian dan administrasi sekolah sehingga pemerintah dan guru menjadi lupa tujuan awal diciptakannya K-13, bisa jadi Pendidikan Agama hanya sebagai pemanis kurikulum.
Arah baru pengembangan karakter
Pendidikan Karakter K-13 akan dikembangkan di Kurikulum Prototipe 2022. Arah pengembangannya meliputi orientasi holistik, yakni pendidikan harus bisa mencakup keseluruhan potensi siswa (kognitif, afektif, psikomotorik, akademik, dan non akademik).
Kedua, kurikulum berbasis kompetensi bukan berbasis konten dan materi tertentu. Ketiga, kurikulum yang kontekstual dan personal bahwa pembelajaran harus mengacu kepada potensi setiap individu peserta didik. Sehingga, karakter kurikulum ini terlihat lebih fleksibel terhadap pengembangan potensi dasar, serta mendorong pendidikan yang sesuai dengan fitrah setiap peserta didik.
Ada yang menarik pada Kurikulum 2022, untuk mewujudkan fleksibilitas dan personalitas kurikulum ini, Profil Pelajar Pancasila sebagai cabang pendidikan karakter menjadi poin utama. Nanti 20-30 persen jam pelajaran akan digunakan untuk implementasi Profil Pelajar Pancasila melalui pembelajaran berbasis proyek.
Fungsi pembelajaran berbasis proyek ini adalah untuk memberikan pengalaman dalam belajar (experiencial learning) serta mengintegrasikan materi esensial dari berbagai disiplin ilmu. Sementara tema Profil Pelajar Pancasila meliputi bangunlah jiwa dan raganya, berekayasa dan berteknologi untuk membangun NKRI, Bhineka Tunggal Ika, gaya hidup berkelanjutan, kearifan lokal, kewirausahaan, dan suara demokrasi. Harapan pemerintah dari kurikulum ini adalah dapat membantu guru dalam mengembangkan karakter dan soft skill siswa secara efektif dan fleksibel yang menghasilkan proyek.
Pendidikan karakter Profil Pelajar Pancasila secara tidak langsung memungkinkan pemisahan indikator budi pekerti dalam Mata Pelajaran Agama, serta menjadikan turunan karakter ini tugas seluruh mata pelajaran. Namun, ini secara langsung mengubah arah pengembangan Pendidikan Agama dan Budi Pekerti menjadi Pendidikan Agama yang berasaskan Pancasila, dimana Pancasila sebagai asas tunggal berbangsa dan bernegara di NKRI.
Jika melihat model Pendidikan Agama khususnya agama Islam di negara tetangga, seperti Brunei Darussalam. Mereka membentuk sistem atau pedoman bernama Melayu Islam Beraja (MIB), sebuah falsafah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang sepakati seluruh rakyat Brunei termasuk dalam pembelajaran Pendidikan Islam.
Melayu Islam Beraja terbukti mampu membendung sikap dan paham radikal yang membahayakan keutuhan negara. Pembelajaran agama menekankan nilai-nilai yang terkandung dengan jelas dan kuat, implementasi penyebar luasan ideologi ini diawasi langsung oleh kerajaan dan lembaga tertentu secara konsisten. Hasilnya, pendidikan agama sangat besar pengaruhnya dalam menyebarluaskan dan memahamkan ideologi negara kepada peserta didik.
Pendidikan agama dan Pancasila
Masyarakat Indonesia sempat gaduh karena hilangnya frasa agama dalam draf Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035, yang berbunyi ”membangun masyarakat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila”.
Frasa yang beredar tersebut mendapat kritikan dari ormas agama, hingga Menteri Nadiem memberi penekanan bahwa agama adalah hal esensial dalam pendidikan kita, dan agama akan masuk secara eksplisit dalam Profil Pelajar Pancasila sebagai sumber daya manusia harapan. Sementara nilai-nilai yang terkandung dalam profil tersebut adalah pelajar yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta memiliki akhlak yang mulia.
Namun, kritikan tersebut mulai mereda melalui edukasi dan sosialisasi pemerintah, memang agama dan Pancasila tidak bisa terpisahkan. Pancasila adalah wujud dari pengamalan agama.
Mengaca pada negara Brunei, apa yang digagas oleh pemerintah terlihat ada peningkatan ke arah lebih benar dan baik, di mana falsafah hidup dan ideologi lebih ditekankan dalam pendidikan. Sehingga Pendidikan Agama ke depan akan mengajarkan nilai-nilai tradisi dan budaya, suri teladan tokoh-tokoh pendiri bangsa, cerita keagamaan, dan lain sebagainya.
(M Alfan Santoso, Sekjen MGMP Pendidikan Agama Islam dan Direktur Astranawa)