Kita tidak boleh lupa, Pancasila inilah yang mempertemukan kita sebagai bangsa Indonesia, maka upaya mengarusutamakan kembali Pancasila dalam pembangunan SDM oleh Kemendikbud patut mendapat pujian.
Oleh
FX ADJIE SAMEKTO
·3 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
Para murid kelas 8 SMP Negeri 1 Pandawai Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, menyimak penjelasan guru mereka di rumah warga di Desa Watumbaka, Pandawai, Sumba Timur, Rabu (3/2/2021). Para murid dan guru menjadikan tempat tersebut sebagai titik kumpul dalam pembelajaran luring atau luar jaringan selama pandemi Covid-19. Para guru di SMP Negeri 1 Pandawai dalam satu hari harus pergi ke 5 hingga 6 titik kumpul untuk bertemu para muridnya.
Profil Pelajar Pancasila yang diterbitkan Kemendikbud merupakan gambaran ideal tentang pelajar Indonesia, untuk membangun SDM yang unggul. Dalam konsepsi Kemendikbud, SDM yang unggul merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Karena itu, pengembangan SDM harus bersifat holistik dan tak terfokus pada kemampuan kognitif saja.
Dengan merujuk pada Pancasila, Kemendikbud memberikan kriteria pelajar yang ideal. Pertama, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME), dan berakhlak mulia. Kedua, mandiri. Ketiga, bernalar kritis. Keempat, berkebinekaan global. Kelima, bergotong royong. Keenam, kreatif.
Penerbitan Profil Pelajar Pancasila sangat tepat momennya dikaitkan dengan komitmen Mendikbud untuk meniadakan tiga masalah akut: intoleransi, kekerasan seksual, dan bullying.
Kriteria di atas bisa dimaknai sebagai prinsip-prinsip utama untuk membentuk pelajar yang dicita-citakan. Dalam logika kefilsafatan, prinsip-prinsip merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang telah disepakati sebagai nilai utama yang kemudian diturunkan dan mewujud dalam profil. Selanjutnya Profil Pelajar Pancasila itu tentu akan dijabarkan dalam kebijakan-kebijakan lebih teknis dan diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan.
Namun, karakteristik pelajar Pancasila akan semakin baik jika diperkaya dengan memperkuat karakter yang bersifat keharusan (condition sine qua non) dari nilai-nilai Pancasila.
Memperkuat nilai-nilai
Namun, karakteristik pelajar Pancasila akan semakin baik jika diperkaya dengan memperkuat karakter yang bersifat keharusan (condition sine qua non) dari nilai-nilai Pancasila. Karakter tersebut adalah, pertama, religiositas dan semangat kebangsaan. Bahwa Negara Berketuhanan YME, merupakan konsep yang mencerminkan sikap religius bangsa Indonesia. Ia tidak menunjuk pada ajaran agama tertentu. Kehidupan beragama dan kehidupan berkebangsaan tak bisa saling meminggirkan satu sama lain. Keduanya penting untuk menjaga keberlanjutan bangsa.
Kedua, penghormatan HAM. Bahwa kehidupan masyarakat Indonesia tak bisa dilepaskan dari fenomena globalisasi yang telah memberi implikasi pada kesadaran HAM. Namun, harus dilakukan penyeimbangan antara kepentingan kebebasan individu, warga negara, dengan kepentingan keamanan negara.
Ketiga, keniscayaan tentang pluralisme. Bahwa persatuan Indonesia adalah sikap kebangsaan yang saling menghormati perbedaan dan keberagaman.
Keempat, berperspektif jender. Artinya, ada kesadaran bahwa atribut jender selalu harus diperhitungkan dan dihargai dalam setiap pengambilan keputusan.
Kelima, berwawasan lingkungan. Sadar bahwa pengelolaan lingkungan hidup merupakan keharusan untuk menjamin keadilan antargenerasi (intergenerational equity) dan lebih dari itu, wujud cinta terhadap Tanah Air. Kebangsaan Indonesia bukan sekadar timbul karena persatuan perangai yang tumbuh karena persatuan nasib, tetapi lebih dari itu, karena adanya persatuan antara orang dan tanah air yang didiaminya.
Berdasarkan nilai-nilai tersebut kemudian dirumuskan prinsip-prinsip yang dapat dipertimbangkan untuk ditambahkan sebagai kriteria, dalam Profil Pelajar Pancasila.
KOMPAS/STEFANUS ATO
Para pelajar Sekolah Alam Prasasti, Kampung Piket Indah, Desa Sukatenang, Sukawangi, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, bermain bersama di taman sekolah mereka pada, Selasa (24/11/2020) siang. Anak-anak itu merupakan anak yang sempat putus sekolah, anak yatim piatu, atau anak dari keluarga miskin.
Tantangan
Dari sisi manajemen, Profil Pelajar Pancasila bisa diandaikan sebagai outcome dari suatu proses bertahap, berkelanjutan, dan sistemik. Namun, mewujudkan Profil Pelajar Pancasila sesungguhnya merupakan proses budaya, yang tak mudah. Tantangan beratnya adalah bertumbuhnya karakter-karakter baru sebagai dampak kemajuan teknologi komunikasi, yang sejatinya merupakan ancaman bagi eksistensi Pancasila itu sendiri.
Karakter-karakter tersebut ialah, pertama, sikap individualistis yang menjadi semakin kuat ketika suatu masyarakat berubah dari masyarakat tradisional (yang sangat memiliki kesadaran kolektif berdasarkan kebudayaan dan religiositas) menuju masyarakat modern.
Kedua, seiring dengan individualistis, adalah sikap kosmopolitan, yaitu sikap yang berkecenderungan menolak untuk diikat dalam satu kebangsaan sekalipun hidup dan bertempat tinggal di suatu wilayah negara tertentu.
Ketiga, sikap ahistoris, yaitu sikap yang tak mau menyadari bahwa apa yang terjadi pada masa kini tak lepas dari perjuangan di masa lalu. Pada masa kini, sikap ahistoris tumbuh sebagai dampak tumbuhnya cara berpikir pragmatis, sangat realis sebagai dampak dominannya rasionalitas dalam kehidupan, pascaglobalisasi tahun 1990.
BPIP.GO.ID
FX Adji Samekto
Terlepas dari itu, upaya mengarusutamakan kembali Pancasila dalam pembangunan SDM oleh Kemendikbud patut mendapat pujian. Kita tidak boleh lupa, Pancasila inilah yang mempertemukan kita sebagai bangsa Indonesia. Jika mencermati dengan pikiran dan hati jernih, pengalaman dan tantangan berbangsa dan bernegara hingga sekarang, sulit membayangkan Negara Republik Indonesia dapat berdiri tegak tanpa Pancasila.
FX Adji Samekto,Deputi Pengkajian dan Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.