Selain kurikulum yang berubah dan beradaptasi terhadap perkembangan zaman, pendidik juga perlu beradaptasi serta peningkatan kualitas. Kualitas pendidik menjadi faktor penting dalam pelaksanaan perubahan kurikulum.
Oleh
FAIZIN
·4 menit baca
Belakangan ini kita mendengar bagaimana wacana Kemendikbudristek dalam penerapan Kurikulum Prototipe 2022 dengan berbagai keunggulannya. Sebelum menerapkan hal tersebut, perlu kiranya sebagai resolusi awal tahun melihat secara kolektif hubungan berbagai aspek dalam pelaksanaannya. Aspek tersebut yakni adaptasi peran pendidik dalam menghadapi pilihan kurikulum yang ditawarkan pemerintah.
Kualitas pendidik menjadi faktor penting dalam pelaksanaan perubahan kurikulum dan berbagai kebijakan pendidikan lainnya. Jennifer King Race dalam bukunya Teacher Quality: Understanding the Effectiveness of Teacher Attributes menyebutkan bahwa Amerika Serikat menginvestasikan dana besar untuk gaji dan tunjangan pendidik demi menciptakan kualitas sumber daya manusia unggul.
Tidak hanya itu, dalam buku tersebut banyak dipaparkan hasil penelitian terkait berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kualitas pendidik serta prestasi pemelajar. Pertama, pengalaman pendidik menjadi aspek penting dalam dinamika transfer pengetahuan dan transfer keterampilan. Kedua, stratifikasi pendidikan pendidik yang memiliki relevansi bahwa semakin tinggi taraf pendidikan seorang pendidik akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan pemelajar sehingga selain kurikulum yang mengalami perubahan dan adaptasi terhadap perkembangan zaman, pendidik juga perlu adaptasi serta peningkatan kualitas.
Profesionalitas pendidik akan menghasilkan prestasi dan peningkatan kualitas individu siswa dalam strata pendidikan tertentu, baik SD, SMP, ataupun di SMA, termasuk Perguruan tinggi. Hasil evaluasi belajar yang ditunjukkan oleh PISA (Programme for international Student Assessment) tahun 2018 Indonesia berada dalam kategori low performer pada tiga subyek, literasi, matematika, dan sains.
Bahkan, pada tahun 2022, PISA akan melaksanakan penilaian terhadap fokus pada kecakapan matematika dengan tambahan tes berpikir kreatif. Pada tahun 2025, PISA akan berfokus pada sains dan mencakup penilaian bahasa asing serta domain inovatif pembelajaran yang dapat mengukur keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran mandiri.
Tentu hal tersebut bukan satu-satunya alat ukur terhadap hasil belajar, tetapi hal tersebut dapat dijadikan sebagai referensi pendidik, bagaimana dinamika dunia pendidikan akan bergayut dalam dimensi perkembangan global. Bahkan, tawaran tiga kurikulum, yaitu K-13, penyederhanaan kurikulum, dan penyederhanaan kurikulum secara mandiri, harus benar-benar dipahami pendidik sebagai hilirisatornya.
Evolusi pendidik dan kelembagaan
Berbagai fenomena perubahan kurikulum sudah sering kita dengar dengan berbagai faktor pertimbangannya. Akan tetapi, berbagai fenomena tersebut juga menunjukkan bahwa peran pendidik masih menjadi instrumen kunci dalam proses pendidikan Indonesia.
Bahkan, untuk adaptasi berbagai kurikulum tersebut pendidik diharapkan memiliki keterampilan mutakhir. Hal ini sebagai bentuk upaya agar pemelajar atau peserta didik mampu menjawab tantangan abad ke-21 yang meliputi: kepemimpinan, literasi digital, komunikasi, kecerdasan emosi, kewirausahaan, kewarganegaraan global, serta kemampuan menyelesaikan masalah dan kerja sama.
Tentu bukan hal mudah manakala kita realistis melihat keadaan sosial, budaya, serta sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia. Data terbaru Neraca Pendidikan Daerah Kemendikbudristek menunjukkan bahwa kurang dari 50 persen pendidik yang tersertifikasi dalam satuan pendidikan PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB, walaupun Badan Pusat Statistik mengumumkan angka harapan lama sekolah meningkat pada tahun 2021 sebesar 0,10 tahun (0,77 persen) dibandingkan tahun 2020. Lantas bagaimana agar kita dapat memenuhi peningkatan sumber daya manusia kita.
Evolusi pendidik merupakan langkah kolektif para pendidik terhadap kesadaran global. Jika merujuk terhadap ketentuan umum UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi. Walaupun, masih banyak perdebatan terkait bagian kedua UU tersebut tentang hak dan kewajiban pada Pasal 14, bagian satu bahwa guru memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Hal ini dipicu bahwa para pendidik atau guru banyak yang belum mendapatkan haknya sehingga hal tersebut ditengarai menjadi penyebab rendahnya profesionalitas mereka.
Selain hal tersebut kita juga dihadapkan pada berbagai fenomena pendidikan lainnya, yakni ketidaksesuaian disiplin ilmu dalam bidang ajar pendidik. Hakikatnya seorang pendidik dituntut untuk tidak monodisiplin, tetapi multidisiplin, interdisiplin, bahkan transdisiplin.
Akan tetapi, kita tidak boleh lupa bahwa hal tersebut akan terwujud manakala seorang pendidik memiliki pijakan pengetahuan dan keterampilan yang kokoh dalam satu bidang tertentu terlebih dahulu. Belum lagi kita dihadapkan terhadap rendahnya persebaran pendidik berkualitas di berbagai daerah seluruh Indonesia dengan berbagai kendalanya.
Berbagai upaya tampaknya dapat kita lakukan seperti membuat kebijakan persebaran pendidik berkualitas ke berbagai daerah. Hal ini sebagai bentuk upaya mewujudkan effective schools di berbagai titik agar tidak menumpuk di kota. Selain hal tersebut, dalam mempersiapkan pendidik yang unggul perlu adanya rekrutmen bibit unggul mulai tingkatan SMA, SMK dan yang sederajat untuk masuk dalam kategorisasi calon pendidik dengan seleksi ketat layaknya kependidikan Polri atau TNI sehingga akan menemukan bibit unggul sebagai calon pendidik.
Hal lain yang dapat dilakukan yakni dimulainya kesadaran bersama tenaga pendidik terhadap program Peningkatan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) setiap individu. Hal ini dapat dilakukan mulai lembaga pendidikan terkecil, yakni sekolah dengan kontrol kepala sekolah sebagai pimpinan dalam satuan lembaga pendidikan tersebut.
Setiap sekolah diharap memiliki peta kompetensi pendidik sebagai landasan sirkulasi dan hilirisasi terhadap proses peningkatan kualitas pendidik secara berkelanjutan dengan mengikutsertakan ke berbagai program peningkatan kualitas individu. Dengan demikian, kasiapan seorang pendidik akan ekan menjadi revolusi perubahan merdeka belajar dengan manuver kebijakannya
(Faizin, Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Bahasa Universitas Negeri Surabaya, Dosen Pendidikan Bahasa Universitas Muhammadiyah Malang)