Indonesia harus terus memantau perkembangan harga pangan global dan segera melakukan langkah strategis.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Harga pangan global masih tinggi meski indeks harga pangan global sempat turun sedikit. Situasinya tidak lebih baik. Tahun ini pangan tetap menjadi tantangan global.
Data Organisasi Pangan dan Pertanian atau FAO menunjukkan, harga pangan dunia melonjak 28 persen pada 2021 mencapai level tertinggi dalam satu dekade. Semua pihak diingatkan bahwa tren kenaikan harga pangan itu masih berpeluang terjadi pada 2022 di tengah pandemi Covid-19 dan sebagai efek dari fenomena perubahan iklim yang dapat memengaruhi jumlah ataupun kualitas pasokan pangan.
Indeks Harga Pangan FAO tahun 2021 berada di level rata-rata 125,7 poin, level tertinggi sejak 2011 yang kala itu levelnya adalah 131,9 poin. Secara bulanan, Indeks Harga Pangan Global memang sedikit menurun pada Desember lalu, tetapi telah naik selama empat bulan sebelumnya secara berturut-turut (Kompas.id, 7/1/2022).
Kita belum boleh lega dengan penurunan indeks pada Desember 2021. Harga pangan global masih tetap tinggi. Kita perlu melihat keadaan saat ini sebagai tantangan pangan pada 2022. Produsen pangan global sudah memperingatkan beberapa waktu lalu bahwa harga pangan akan mahal. Mereka belum memberi penjelasan lebih lanjut tentang harga pangan sekarang sehingga harga pangan diperkirakan tetap tinggi.
Beberapa faktor masih mencemaskan kita terkait dengan pasokan pangan pada 2022. Ancaman muncul dari penyediaan sarana dan prasarana produksi pangan. Harga pupuk global masih tinggi. Tahun lalu harga pupuk naik hingga 80 persen karena kenaikan harga gas global sebagai bahan baku pupuk. Kenaikan yang sangat tinggi dibandingkan krisis tahun 2008-2009. Kenaikan harga pupuk tahun lalu akan berdampak pada harga pangan tahun 2022.
Ancaman cuaca ekstrem yang selalu menekan produksi pangan juga belum bisa diabaikan. Perubahan iklim yang dampaknya makin dekat dengan kita menyebabkan ancaman penurunan pasokan pangan global makin sering terjadi. Sejumlah ahli mengingatkan masalah ini masih berpotensi terjadi tahun ini. Problem ini makin kompleks terkait dengan pandemi yang belum selesai sehingga produksi pangan juga terganggu.
Ancaman kenaikan pangan tentu direspons oleh negara-negara produsen. Dalam cara pandang realisme, setiap negara akan memikirkan kepentingan mereka sendiri sebelum mereka memberikan perhatian kepada negara lain. Negara produsen akan berusaha mengurangi ekspor pangan.
Negara-negara produsen akan mengenakan instrumen fiskal untuk mengurangi keinginan ekspor melalui pajak ekspor. Respons ini tentu tidak menguntungkan Indonesia yang merupakan negara pengimpor pangan dari mulai gandum, kedelai, hingga jagung. Harga pangan diperkirakan tetap akan mahal apabila belum ada perubahan yang signifikan.
Indonesia harus terus memantau perkembangan ini dan segera melakukan langkah strategis. Produksi pangan di dalam negeri harus terus dijaga. Aksi aji mumpung yang sangat mungkin terjadi karena ada insentif untuk mengekspor produk pangan dan pupuk yang laku di pasar global harus dicegah.