Pandemi memukul industri penerbitan dan ekosistem perbukuan nasional. Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa ada bantuan strategis dari pemerintah, sebagian penerbit mungkin akan berguguran.
Oleh
ANTON KURNIA
·5 menit baca
Ekosistem perbukuan termasuk dalam subsektor penerbitan di ranah industri kreatif dan erat kaitannya dengan salah satu amanat konstitusi, yakni upaya mencerdaskan bangsa. Artinya, dunia perbukuan ini sesungguhnya amat penting dan strategis.
Ketika kita berbicara tentang dunia perbukuan, kita tak hanya membahas soal korporasi penerbitan, baik penerbit besar maupun penerbit kecil atau penerbit indie. Namun, kita juga berbicara tentang para pemangku kepentingan yang lebih luas dalam dunia perbukuan, termasuk para pekerja perbukuan, seperti penulis, penerjemah, penyunting, komikus, ilustrator, desainer visual, toko buku, dan pembaca.
Ekonomi nasional yang terpuruk akibat pandemi Covid-19 sepanjang dua tahun terakhir berdampak pada anjloknya produksi dan penjualan buku secara umum. Situasi itu cukup memukul industri penerbitan dan ekosistem perbukuan nasional.
Sebagai gambaran, berdasarkan data dari Yayasan Tujuhbelasribu Pulau Indonesia dan Toko Gramedia sebagai jaringan toko buku terbesar di Indonesia, pada 2020 hanya terdapat 7.382 judul buku baru yang beredar. Bandingkan dengan setahun sebelumnya di mana terdapat 13.757 judul buku baru. Artinya, terjadi penurunan produksi buku baru sebesar 46 persen. Sementara dari sisi penjualan terdapat penurunan berkisar 20-60 persen.
Setelah dihajar kenyataan buruk pada 2020, para pelaku industri penerbitan telah bersiap melakukan langkah-langkah antisipasi pada 2021 berdasarkan pengalaman survival sepanjang 2020. Namun, bisa dikatakan bahwa tahun 2021 masih menjadi saat yang berat bagi dunia penerbitan. Prioritasnya adalah bagaimana agar dapat melewati tahun ini secara aman. Survival adalah kunci. Untuk itu, target-target muluk terpaksa harus direm dahulu.
Menyingkap peluang
Sementara itu, situasi pandemi yang membuat orang harus berimprovisasi secara kreatif ternyata menyingkap sejumlah peluang, antara lain peningkatan penjualan buku secara daring. Ini termasuk penjualan buku berformat elektronik. Penerapan protokol kesehatan yang membuat orang tidak leluasa bepergian serta ditutupnya toko buku dan pusat keramaian untuk sementara menyebabkan orang lebih memilih membeli buku secara daring.
Menurut data dari Toko Gramedia, penjualan buku secara daring sepanjang 2021 melonjak hingga 260 persen dengan nilai penjualan meningkat sampai 226 persen. Lebih dari dua kali lipat. Sementara itu, penjualan buku digital secara umum naik hingga 20 persen.
Namun, sisi gelapnya adalah masih maraknya pembajakan buku di mana banyak orang mendistribusikan buku digital secara ilegal dan menjual buku-buku bajakan di berbagai platform penjualan daring—bahkan secara terang-terangan. Meskipun para pemangku kepentingan di dunia perbukuan seperti penerbit dan penulis tak putus menjerit atas fenomena ini, pemerintah sebagai pihak yang berwenang tampaknya tak kunjung mengambil langkah tegas untuk mengatasi persoalan ini.
Sementara itu, upaya kreatif lain yang dilakukan oleh penerbit dan insan perbukuan untuk menghidupkan ekosistem literasi antara lain dengan melakukan acara-acara diskusi dan pasar buku secara daring. Ini tampaknya masih akan menjadi jalan alternatif yang bisa dijadikan andalan pada 2022.
Peran negara
Di tengah kecamuk pandemi yang memukul perekonomian, sejumlah negara melakukan upaya antisipasi untuk mengatasi situasi memprihatinkan di dunia perbukuan. Mereka mengaktifkan perpustakaan untuk bisa diakses secara daring oleh masyarakat, termasuk memberikan insentif kepada perpustakaan untuk membeli buku-buku daring dari penerbit dan pembelian buku-buku elektronik dan audio kepada penerbit.
Pemerintah Ceko, misalnya, memberikan dana kepada perpustakaan pusat untuk membeli e-book dari para penerbit senilai € 370.000. Adapun pemerintah Republik Irlandia mengeluarkan dana € 200.000 untuk membeli 5.000 e-book dan buku audio bagi perpustakaan umum.
Jika kondisi pandemi ini terus berlanjut tanpa ada bantuan strategis dari pemerintah, sebagian penerbit mungkin akan berguguran.
Jika kondisi pandemi ini terus berlanjut tanpa ada bantuan strategis dari pemerintah, sebagian penerbit mungkin akan berguguran. Untuk itu, pemerintah harus terus melakukan langkah-langkah antisipasi, antara lain dengan memberlakukan penghapusan atau pengurangan pajak, serta melaksanakan program-program penguatan, misalnya subsidi pendanaan penerjemahan buku.
Pemerintah juga perlu memikirkan peran strategis Indonesia dalam percaturan dunia perbukuan internasional. Setelah dipercayai sebagai Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015 dan Market Focus Country di London Book Fair 2019, serta aktif dalam berbagai pameran buku internasional untuk mempromosikan kekayaan literasi nasional, upaya itu mandek sejak Komite Buku Nasional (KBN) yang dibentuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada awal 2016 dinyatakan selesai masa tugasnya pada akhir 2019. Sejak itu, nyaris tak ada lagi lembaga yang mengurusi hal ini. Ini diperparah dengan pandemi yang merajalela secara global sehingga banyak kegiatan perbukuan internasional dihentikan sementara atau hanya diselenggarakan secara daring.
Pada 2022 ini kita berharap pemerintah kembali memberikan perhatian pada upaya-upaya positif dalam mempromosikan potensi dan kekayaan industri kreatif nasional di pentas dunia, utamanya dalam ranah perbukuan. Apalagi, pada November 2022 nanti Indonesia dipercaya menyelenggarakan kongres International Publishers Association (IPA). Kongres itu direncanakan akan dihelat di Jakarta.
Upaya positif lain yang bisa dilakukan pemerintah dalam membantu ekosistem perbukuan adalah pembelian buku pengayaan—seperti karya sastra—dalam jumlah besar untuk dibagikan secara gratis kepada para siswa atau perpustakaan. Hal ini akan membantu penulis sekaligus penerbit. Ini juga akan mempermudah masyarakat dalam mengakses dan membaca buku. Dengan demikian, upaya ini dapat bermanfaat dalam pembinaan literasi membaca bagi khalayak luas di tengah situasi pandemi.
Badai belum berlalu, bahkan bisa jadi bakal berkecamuk kian dahsyat. Kita berharap untuk sanggup bertahan dan terus berjuang dalam masa sulit. Salah satu kuncinya adalah sinergi dan kolaborasi di antara segenap pemangku kepentingan di dunia perbukuan. Lebih baik lagi jika pemerintah mau peduli dan sigap bertindak mengantisipasi persoalan.