Kehadiran perempuan dalam struktur inti NU merupakan perwujudan dari prinsip tawazun (berkeseimbangan) yang dimiliki NU. Laki-laki dan perempuan adalah dua sayap peradaban yang harus sama-sama mengepakkan sayap bagi NU.
Oleh
BADRIYAH FAYUMI
·5 menit baca
Kehadiran perempuan dalam Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung 22-24 Desember 2021 menorehkan sejarah baru. Perempuan tak hanya di pinggiran, tapi hadir dalam empat dimensi: sebagai subyek, isu/tema, perspektif, dan kelompok/organisasi.
Sebagai subyek, perempuan hadir di muktamar sebagai steering committee (SC) ataupun organizing committee (OC), dan terlibat dalam penyelenggaraan muktamar, penyiapan draf-draf keputusan, mempresentasikannya, hingga memimpin Sidang Komisi dan Pleno.
Alissa Wahid memimpin Sidang Komisi dan Pleno Rekomendasi. Ida Fauziyah menyampaikan presentasi di Komisi Program Kerja, Yenny Wahid di Komisi Bahtsul Masail Maudhu’iyyah, dan Badriyah Fayumi di Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah. Perempuan juga hadir di setiap sidang komisi dan aktif bersuara sebagai peserta. Notulis perempuan hadir di banyak komisi.
Tema bersama
Isu dan tema perempuan juga hadir dengan jelas dan tegas. Komisi Rekomendasi mendesak pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), juga mendukung inisiatif RUU kesejahteraan keluarga, ibu, dan anak. Keluarga maslahah jadi tema besar yang memayungi khidmah NU di berbagai bidang.
Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah menyepakati urgensi pengesahan RUU PPRT disertai usulan norma dan pasal berdasarkan argumen dan dalil keagamaan. Fatayat NU, dipimpin Ketua Umum Anggia Ermarini dan Seketaris Umum Margareth AM, menggalang dukungan masif untuk pengesahan RUU TPKS.
Forum Ngobrol Pintar menyuarakan pentingnya keterwakilan perempuan dalam struktur NU sebagai organisasi induk di semua tingkatan.
Forum Ngopi (Ngobrol Pintar) yang diinisiasi Luluk Nur Hamidah dan diorganisasikan oleh PMII dan KOPRI menghadirkan Maria Ulfah Anshor, Nur Rofiah, Badriyah Fayumi, dan Ida Fauziyah yang bicara pentingnya pengesahan RUU TPKS dan PPRT.
Merespons ini, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar yang juga hadir menjamin RUU TPKS akan dibahas pada Januari 2022. Silatnas Bu Nyai Nusantara yang dihadiri lebih dari 500 perempuan pengasuh pesantren merekomendasikan PBNU membangun sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di pesantren.
Rumah Perempuan dan Anak meluncurkan Hotline Layanan Pengaduan. RMI Putri Jateng menggelar Ngaji Bareng Keluarga Maslahah. Kekerasan seksual menjadi tema bersama, dan keluarga Maslahah an- Nahdhiyyah merupakan konsep besar yang ditawarkan menjadi salah satu solusinya, selain UU.
Sebagai perspektif, kemaslahatan hakiki bagi lagi-laki dan perempuan yang meniscayakan adanya perspektif jender di dalamnya menjadi cara pandang yang menjiwai keputusan-keputusan komisi, khususnya program, rekomendasi, dan bahtsul masail.
Perspektif jender telah diintegrasikan dalam beragam tema besar, semisal kemandirian NU, khidmah NU untuk dunia, keberpihakan kepada kelompok mustadh’afin, usulan RUU Perubahan Iklim, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, demokrasi, radikalisme, dan lain-lain. Perspektif ini dikawal serius di setiap komisi.
Sebagai organisasi/kelompok, badan-badan otonom perempuan NU sebagai organisasi struktural NU dan forum-forum perempuan NU sebagai komunitas kultural hadir di muktamar untuk bersilaturahmi sekaligus konsolidasi pemikiran dan gerakan.
Forum Ngobrol Pintar menyuarakan pentingnya keterwakilan perempuan dalam struktur NU sebagai organisasi induk di semua tingkatan. Silatnas Bu Nyai Nusantara merekomendasikan perlunya wadah khusus bagi pesantren putri di struktur NU, menguatkan RMI (organisasi pondok pesantren NU) yang sudah ada. Gagasan keterwakilan perempuan di struktur NU kali ini menguatkan gagasan yang sudah muncul sejak Muktamar Ke-30 di Lirboyo tahun 1999.
Perlu dikokohkan
Apa yang terjadi di Muktamar Ke-34 NU ini merupakan hasil dari proses panjang yang sudah dirintis sejak era kepemimpinan Kiai Ilyas Ruchiyat-KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan terus berlangsung di era KH Sahal Mahfudh-KH Hasyim Muzadi. Gus Dur membuka ruang yang luas bagi perempuan.
Sejak Muktamar Lirboyo, perempuan NU selalu menginisiasi forum-forum di luar forum resmi. Pada periode KH Ma’ruf Amin-KH Miftachul Akhyar dan KH Said Aqil Siroj, 2015-2021, perempuan banyak masuk kepengurusan Tanfidziyah PBNU, khususnya lembaga-lembaga, sebagai pemimpin dan anggota. Ketua dan sekretaris LKK PBNU juga perempuan.
Ini jadi jalan bagi integrasi pemikiran dan gerakan ke dalam struktur inti NU, sekaligus menyambungkan aspirasi dan khidmah perempuan di badan-badan otonom khusus perempuan, seperti Muslimat NU, Fatayat NU, IPPNU, dan KOPRI, yang sudah eksis dan berkhidmah selama puluhan tahun.
Badan otonom dan lembaga NU yang dimotori perempuan berhasil menjalankan program-program yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Kehadiran perempuan yang tak lagi di pinggiran di Muktamar Ke-34 ini tak lepas dari dialektika positif dua sisi, antara perempuan NU dan para kiai dan pengurus NU.
Di satu sisi, perempuan NU aktif mendialogkan pandangannya ke berbagai pihak, khususnya para kiai NU. Badan otonom dan lembaga NU yang dimotori perempuan berhasil menjalankan program-program yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Peran, prestasi, dan kepemimpinan perempuan NU di berbagai bidang, di ranah negara ataupun masyarakat, diterima dan diakui, mulai dari tingkat lokal hingga internasional.
Di sisi lain, kiai dan pengurus NU bersikap moderat, toleran, terbuka, dan bijaksana, didukung luasnya khazanah keilmuan Islam yang dimiliki. Dialektika positif ini berperan mendorong terjadinya pengarusutamaan jender di tubuh NU sehingga perempuan bisa hadir di empat dimensi di forum permusyawaratan tertinggi NU.
Capaian ini diharapkan bisa ditindaklanjuti dan diperkokoh PBNU periode 2021-2026 di bawah kepemimpinan KH Miftachul Akhyar dan KH Yahya C Staquf. Tak hanya di Syuriyah yang sudah ada ulama perempuannya sejak era Nyai Khoiriyah Hasyim, meski sempat vakum beberapa periode, perempuan diharapkan juga masuk struktur inti Tanfidziyah.
Kehadiran perempuan dalam struktur inti NU sebagai organisasi induk merupakan perwujudan dari prinsip tawazun (berkeseimbangan) yang dimiliki NU agar khidmah NU untuk agama, bangsa, dan dunia (lebih) membawa kemaslahatan hakiki bagi perempuan dan laki-laki. Lebih dari itu, laki-laki dan perempuan adalah dua sayap peradaban yang harus sama-sama mengepak jika NU ingin terbang tinggi secara seimbang untuk membangun peradaban.
Badriyah Fayumi,Anggota Steering Committee Muktamar Ke-34 NU dan Pengurus LKK-PBNU 2015-2021