Kementerian ESDM mencatat, dari 5,1 juta metrik ton batubara penugasan untuk memasok ke PLTU, hingga 1 Januari 2022 hanya dipenuhi 35.000 metrik ton, kurang dari 1 persen.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Larangan ekspor batubara selama 1 Januari hingga 31 Januari 2022 seyogianya disikapi dengan menimbang kepentingan umum yang lebih besar.
Keputusan pemerintah itu disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin, Sabtu (1/1/2022), dengan alasan memenuhi kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap yang dikelola PT PLN (Persero) dan perusahaan listrik independen (IPP) (Kompas, 3/2/2022). Sebelumnya, Direktur Utama PLN berkirim surat kepada Kementerian ESDM tertanggal 31 Desember 2021, menyampaikan krisis pasokan batubara dan ketersediaannya sangat rendah. Situasi ini akan mengganggu operasional PLTU yang dapat berdampak pada sistem kelistrikan nasional (Kontan.id, 1/1/2022).
Keputusan pelarangan ekspor batubara itu menimbulkan protes dari pengusaha pertambangan batubara. Jika dirunut ke belakang, pelarangan ekspor berkaitan dengan tingginya harga batubara di pasar dunia serta kebijakan pemerintah dalam kewajiban perusahaan pertambangan batubara memenuhi kebutuhan dalam negeri (DMO).
Pemerintah melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 255 K/30/MEM/2020 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri Tahun 2021 tidak memberikan sanksi kewajiban pembayaran kompensasi terhadap kekurangan penjualan batubara untuk DMO. Harga jual batubara untuk penyediaan tenaga listrik dalam rangka kepentingan umum sebesar 70 dollar AS per ton dan harga batubara acuan bulan Juli 2021 adalah 115,35 dollar AS per ton (Kompas, 13/7/2021).
Dalam peraturan sebelumnya, Keputusan Menteri ESDM Nomor 261 K/30/MEM/2019 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri Tahun 2020, perusahaan yang tidak bisa memenuhi kewajiban DMO akan dikurangi kuota produksi tahun berikutnya sejumlah kekurangan volume pemenuhan kebutuhan batubara sesuai kontrak penjualan.
Pemerintah mengatur perusahaan batubara wajib menyisihkan minimal 25 persen batubara dari rencana produksi yang disetujui untuk DMO. Kementerian ESDM mencatat, dari 5,1 juta metrik ton batubara penugasan untuk memasok ke PLTU, hingga 1 Januari 2022 hanya dipenuhi 35.000 metrik ton, kurang dari 1 persen. Situasi itu dianggap dapat mengakibatkan pemadaman listrik skala luas.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 3 tegas mengatur, ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dengan demikian, menjadi kewajiban pemerintah melalui rangkaian peraturan menyeimbangkan antara pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan meraih devisa. Sudah seharusnya ada hitungan cermat kebutuhan batubara dalam negeri dan pemenuhan kewajiban oleh setiap perusahaan tambang.
Kini saat tepat bagi pemerintah mengevaluasi menyeluruh strategi dan kebijakan energi, termasuk mengawasi pelaksanaan peraturan yang dibuat, dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak secara adil, transparan, dan terbuka.