Selain potensi bencana hidrometeorologi, Indonesia menghadapi potensi letusan gunung berapi. Menghadapi alam yang berubah, mau tak mau, persiapan tak bisa lagi ”seperti biasa” (business as usual).
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Selasa (21/12/2021), harian Kompas menurunkan berita tentang bencana banjir dan topan di Malaysia dan Filipina. Bencana juga melanda Indonesia.
Orang mengatakan, akhir Desember adalah the most wonderful time of the year, waktu paling indah di satu tahun. Namun, bencana justru sering terjadi pada waktu ini.
Di Malaysia, di negara bagian paling makmur Selangor, ada sekitar 10.000 orang terpaksa mengungsi. Selangor merupakan negara bagian yang paling parah terdampak banjir.
Pemerintah mengerahkan tentara, pencari dan penyelamat, tetapi warga terdampak masih merasa proses pertolongan itu berlangsung lambat. Kurang perahu dan tenaga.
Perdana Menteri (PM) Malaysia Ismail Sabri Yaakob sudah memerintahkan agar proses penyelamatan dipercepat.
Di Filipina, upaya penyelamatan juga dipacu menyusul terjadinya topan Rai. Di negara ini pun militer dikerahkan untuk mengirimkan bantuan dengan memakai pesawat dan perahu. Proses penyelamatan korban juga terkendala karena jalur transportasi dan komunikasi terputus.
Menyusul hantaman topan Rai, 375 orang meninggal, 500 orang lainnya terluka, dan 56 orang belum ditemukan. Tak kurang dari 380.000 orang harus mengungsi, mencerminkan besarnya tingkat keparahan bencana.
Di negara kita, selain banjir dan puting beliung, bencana datang dari letusan gunung berapi. Terakhir, Gunung Semeru di Jawa Timur yang meletus.
Bencana alam di negara kita, dan juga di negara tetangga, tentu bukan sekadar berita untuk diikuti. Lebih bermakna dari itu, ia juga harus disimak dan dipelajari, baik yang menyangkut sebab terjadinya, penanggulangan, dan juga mitigasinya.
Oleh sebab lokasi geografis, cuaca buruk, dan curah hujan tinggi telah kita ketahui terjadi menjelang pergantian tahun, langkah antisipatif semestinya bisa dibuat sebelumnya.
Memang, dengan perubahan iklim dan pemanasan global, ada ekstremitas dalam fenomenanya. Seperti dikatakan PM Malaysia, ”Curah hujan di Selangor sangat tinggi. Ibaratnya hujan sebulan turun dalam waktu sehari.”
Potensi peningkatan skala bencana meniscayakan adanya persiapan ekstra, menuntut ketersediaan logistik lebih banyak, dan kegiatan mitigasi lebih intensif.
Persiapan yang sama juga diperlukan untuk menghadapi topan. Ilmuwan mengatakan, topan akan menguat jika dunia lebih hangat, sebab perubahan iklim.
Selain menghadapi potensi bencana alam serupa, setiap negara sering juga harus menghadapi bencana khas. Filipina, termasuk negara paling rentan terdampak perubahan iklim, dihantam badai tak kurang 20 kali setiap tahunnya.
Selain potensi bencana hidrometeorologi, Indonesia juga menghadapi potensi letusan gunung berapi karena posisinya di atas Cincin Api. Menghadapi alam yang berubah, mau tak mau, persiapan tak bisa lagi ”seperti biasa” (business as usual).
Perlu penguatan infrastruktur, baik fisik, sumber daya manusia, maupun logistik. Latihan penyelamatan perlu diadakan secara teratur guna mengurangi dampak bencana manakala terjadi.