Gamelan bukan hanya sajian artistik, tapi bisa menggelorakan spirit kemanusiaan dalam memori kolektif masyarakat. UNESCO menetapkan gamelan sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
Oleh
PURNAWAN ANDRA
·4 menit baca
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO menetapkan gamelan sebagai Warisan Budaya Tak Benda atau Intangible Cultural Heritage pada Rabu (15/12/2021). Gamelan adalah kiprah peradaban Nusantara, terbukti alat tradisional ini sudah tercetak sebagai relief di Candi Borobudur dan Prambanan serta dapat ditemui di beberapa daerah seperti Madura, Bali dan Lombok. Gamelan digunakan sebagai pengiring pertunjukan seni, peristiwa tradisi maupun ritus keagamaan (Kompas, 16/12/2021). Sebagai dokumen ekspresi kultural, gamelan menyampaikan sumber pengetahuan tentang nilai dan makna kehidupan.
Secara sajian, gamelan merupakan orkestrasi musikal yang tidak hanya mensyaratkan kemampuan teknik pukulan tapi pada saat yang sama juga menuntut sikap rasa dan pemahaman bersama untuk saling merespon, menghormati dalam kebersamaan. Dalam konteks yang lebih luas, permainan gamelan menjadi representasi teknis, nilai-nilai kemanusiaan juga simbolisme relasi manusia dan semesta.
Dalam konteks yang lebih luas, permainan gamelan menjadi representasi teknis, nilai-nilai kemanusiaan juga simbolisme relasi manusia dan semesta.
Sebagai sebuah ekspresi, gamelan bisa dibaca sebagai pencapaian kualitas etis-estetis suatu kelompok masyarakat sekaligus menyediakan refleksi simbolik atas sejarah, filsafat, politik hingga religiositas. Simbolis yang terkandung didalamnya menyediakan suluh dan menguraikan hakikat peradaban berupa struktur logika kearifan lokal yang kontekstual terhadap perubahan dan keragaman.
Ia tak hanya narasi imaji dan romantisme historis, tapi konstruk logika yang membuka ruang pemaknaan. Di balik nadanya, gamelan bisa menjadi sarana artikulasi ide, pemikiran dan semangat zaman ketika mampu merepresentasikan kondisi aktual dan faktual masyarakat.
RA Kartini pernah menyebut kecintaannya tentang melodi dan “langgam” tertentu dari gamelan. Menurutnya, melodi dan koordinasi orkestrasi ansambel yang dihasilkan itu menjadi sarana untuk mencapai “rekonsiliasi cara modern dengan gagasan kuno Hindu-Jawa tentang alam semesta” (Spiller, 2004).
Musik gamelan juga menjadi penanda perkembangan identitas Jawa modern. Sumarsam (1995) menyebut pada akhir abad 19 musik gamelan Jawa telah dipelajari, bersama dengan unsur-unsur budaya Jawa lainnya, oleh pakar-pakar Eropa sebagai bagian dari kajian orientalis yang lebih luas tentang kehidupan dan masyarakat Jawa.
Tidak hanya seniman, banyak ilmuwan yang mengkaji gamelan dan menjadikannya ilmu dan teori tersendiri, melampaui estetika seni itu sendiri. Etnomusikolog Belanda, Jaap Kunst, menulis buku Music in Java yang disebut buku klasik musik gamelan. Buku itu memengaruhi pemikiran tentang etnomusikologi di seluruh dunia. Komposer Perancis, Claude Debussy, disebut juga sangat terpengaruh oleh musik gamelan. Gamelan berbunyi tidak hanya di seluruh daerah Nusantara, tapi juga ke negara-negara di benua Eropa dan Amerika. Gamelan bisa dimaknai sebagai ikon diplomasi budaya dan ekspor kultural bangsa Indonesia.
Dengannya, gamelan telah membuktikan potensinya sebagai suatu magnet kultural yang mampu menarik khalayak lebih luas untuk terlibat sebagai sebuah interaksi dan partisipasi dalam dialog kebudayaan. Gamelan mengatasi dimensi politik kebangsaan-kenegaraan. Ia bisa luwes, fleksibel namun tetap elegan hadir pada peta sosio-kultural yang lebih kompleks.
Transkultural
Gamelan menjadi satu contoh elemen penting dalam sebuah medan transkultural yang menyajikan kaitan antara struktur musik dan struktur kebudayaan di mana musik itu hidup dan berkembang. Dalam horizon yang tak terbatas tersebut, kita bisa menemu potensi gamelan, yang barangkali tak teridentifikasikan sebelumnya.
Mengadopsi pemikiran Timbul Haryono (2003), khasanah budaya gamelan memiliki kemanfaatan ideologi, edukasi dan ekonomi. Kemanfaatan ideologis berfungsi untuk membangun rasa kebanggaan budaya yang pada akhirnya kearah kebanggan nasional sebagai bangsa. Fungsi edukatif dalam kekayaan budaya bangsa ini akan mendidik bangsa itu sendiri dalam berbagai aspek kehidupan; sedangkan fungsi ekonomis gamelan sebagai seni pertunjukan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan perkembangan ekonomis dalam konteks pariwisata.
Dengannya, elan vital yang terdapat dalam setiap aspek budaya gamelan dapat berkontribusi pada pembangunan mental dan budaya bangsa. Gamelan bisa menjadi bagian dari kurikulum pendidikan yang diberikan sejak dini karena spirit dalam gamelan menunjuk pada proses belajar berinteraksi, bekerja sama, memahami dan mengidentifikasi diri demi kepentingan bersama. Hal ini penting untuk membangun sikap dan sifat personal yang positif dan responsif terhadap perkembangan dan perbedaan.
Kemanfaatan ideologis berfungsi untuk membangun rasa kebanggaan budaya yang pada akhirnya kearah kebanggan nasional sebagai bangsa.
Karena gamelan tidak menunjuk pada suatu ciri khas budaya tertentu, tapi mental facts yang sebenarnya merupakan aktivitas sistemik yang sejajar dengan kristalisasi, baik dalam bentuk transfer knowledge maupun transfer values. Jurusan Karawitan ISI Surakarta pernah menggunakan metode menabuh gamelan bersama para warga binaan sebagai bagian dari aktifitas interaktif mereka. Begitu juga Paguyuban Seni Sawung Gunung, desa Lencoh, Boyolali, mengajak anak-anak korban gempa Yogyakarta memainkan gamelan untuk trauma healing. Keduanya menjadi contoh usaha menyembuhkan luka dan membangun positifisme dalam diri seseorang atau kelompok.
Gamelan bukan hanya sajian artistik, tapi bisa menggelorakan spirit kemanusiaan dalam memori kolektif masyarakat. Dan di negeri bhinneka ini, kita tahu, tidak hanya gamelan, tapi banyak bentuk ekspresi seni lain yang mengandung nilai dan makna positif sehingga mampu menjadikan kehidupan dan peradaban menjadi lebih baik. Tinggal kita yang mesti bisa mengaktualisasikannya.