Geliat industri hilir di dalam negeri beberapa bulan terakhir dibarengi dengan penguatan di sektor hulu dan antara. Penguatan industri hulu dan antara ini terjadi sejalan dengan ekspansi impresif industri pengolahan.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Selain pukulan, disrupsi rantai pasok global juga membawa ”berkah” dengan banyak industri dalam negeri beralih ke pemasok bahan baku lokal (Kompas, 13/12/2021).
Data BPS menunjukkan, geliat industri hilir di dalam negeri beberapa bulan terakhir juga dibarengi dengan penguatan di sektor hulu dan antara (intermediate).
Penguatan industri hulu dan antara ini terjadi sejalan dengan ekspansi impresif industri pengolahan di dalam negeri selama pandemi, sebagaimana ditunjukkan oleh data purchasing managers’ index (PMI) manufaktur oleh IHS Markit per November 2021 dengan indeks berada di posisi 53,9. Paling ekspansif, mengalahkan semua negara ASEAN lain.
Kita berharap tren ini terus berlanjut sehingga industri substitusi impor lokal juga terbangun dan secara bertahap bisa mengurangi ketergantungan pada impor serta mengisi kekosongan dalam struktur industri dalam negeri yang rapuh karena bolong di tengah selama ini. Menghadapi disrupsi rantai pasok global, resiliensi dan agility menjadi kata kunci penting untuk bisa bertahan dan terus berekspansi.
Dukungan kebijakan yang mendorong ke arah sana menjadi sangat krusial. Ini penting karena tak seorang pun yang bisa memprediksi sampai kapan disrupsi ini akan berlangsung.
Kelangkaan kontainer; kacaunya seluruh jejaring suplai, logistik, produksi, dan distribusi global yang mengakibatkan kelangkaan komponen kunci industri manufaktur; penumpukan (backlogs) dan penundaan pengiriman barang; serta melonjaknya biaya transportasi dan harga barang di tingkat konsumen belum akan bisa teratasi dalam waktu dekat.
Ini berdampak sangat besar pada perekonomian nasional dan global. Kelangkaan cip semikonduktor yang menghambat produksi otomotif dan material komputer serta banyak produk lainnya belakangan ini hanya salah satu contoh.
Kita bersyukur, meski terjadi disrupsi rantai pasok, secara umum performa neraca perdagangan kita selama pandemi cukup impresif. Surplus mencapai rekor tertinggi sejak 2006 dan ekspor mencatat rekor tertinggi dalam sejarah, September lalu. Ekspor terus meningkat, secara bulanan ataupun tahunan, dengan pertumbuhan double digit secara bulanan.
Ini menunjukkan industri manufaktur kita memiliki resiliensi yang baik di tengah tekanan pandemi. Kinerja positif manufaktur ini ditopang oleh pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, membaiknya permintaan global dan kenaikan sejumlah harga komoditas ekspor utama Indonesia. Pemulihan ekonomi yang ditandai dengan peningkatan konsumsi dan lonjakan kebutuhan bahan baku harus bisa ditangkap sebagai peluang menggenjot industri hulu dan antara lokal.
Kita tak boleh taken for granted. Disrupsi ini memaksa para pelaku usaha memikirkan ulang atau mentransformasi model rantai pasok global mereka dan belajar merespons kondisi yang sulit diprediksi. Resiliensi menjadi kata kunci.
Di sini pentingnya diversifikasi rantai pasok, strategi inventori, dan membangun agility dalam jejaring produksi dan distribusi. Mereka yang kolaps umumnya karena bergantung hanya pada satu pemasok bahan baku atau pasar tujuan ekspor tertentu serta tak memiliki strategi dan manajemen risiko yang bisa memprediksi berbagai kemungkinan disrupsi yang terjadi, baik disrupsi pasokan, logistik, maupun produksi.