Tantangan Setelah KTT Ke-38 dan Ke-39 ASEAN
Beragam tantangan dihadapi ASEAN, mulai dari penanganan pandemi Covid-19, persaingan negara-negara besar di Asia Tenggara dan Indo-Pasifik, hingga pelambatan ekonomi regional dan global.
Konferensi Tingkat Tinggi Ke-38 dan Ke-39 ASEAN telah usai diselenggarakan secara virtual pada 26-28 Oktober 2021. Beberapa isu krusial yang dibahas ASEAN dan para mitra eksternalnya di KTT ASEAN tersebut adalah penanganan pandemi Covid-19 di Asia Tenggara, persaingan negara-negara besar di Asia Tenggara dan Indo-Pasifik, dan pelambatan ekonomi regional dan global (ASEAN Secretariat, 2021).
Tulisan ini mengulas beragam tantangan yang dihadapi dan perlu segera diantisipasi oleh ASEAN.
Beragam tantangan
Pertama, kerja sama regional ASEAN dalam menangani pandemi Covid-19 di Asia Tenggara yang perlu dioptimalkan dan ditingkatkan. Kerja sama ASEAN untuk penanganan pandemi Covid-19 perlu direalisaikan pada beberapa bidang, seperti pengadaan obat Covid-19 untuk dan pemerataan pasokan vaksin Covid-19 bagi negara-negara ASEAN.
Ketimpangan pasokan vaksin Covid-19 masih terjadi di negara-negara ASEAN. Konsekuensinya, jumlah penduduk yang telah divaksinasi di negara-negara ASEAN tidak merata dan masih beragam.
Baca juga : Dilema Etik Vaksin Covid-19
Berdasarkan data Our World in Data yang dikelola oleh Universitas Oxford, Inggris, jumlah orang di negara-negara ASEAN yang sudah divaksin dengan dosis pertama dan kedua per 27 Oktober 2021, sebagai berikut: Indonesia memvaksinasi 185,62 juta orang (41,79 persen); Vietnam 75,97 juta orang (54,74 persen); Thailand 72,05 juta orang (58,21 persen); Filipina 57,49 juta orang (25,06 persen); Malaysia 49,58 juta orang (77,59 persen); Kamboja 27,36 juta orang (80,69 persen); Singapura 10,07 juta orang (80,68 persen); Myanmar 15,8 juta orang (20,48 persen); Laos 4,4 juta orang (43,06 persen); dan Brunei Darussalam 592.610 orang (78,99 persen) (Universitas Oxford, 2021).
Kedua, peningkatan kompetisi negara-negara besar di kawasan Asia Tenggara dan juga upaya perluasan pengaruh mereka di kawasan Indo-Pasifik. Meningkatnya persaingan politik, ekonomi, dan keamanan antarnegara-negara besar di Laut China Selatan; di kawasan Asia Tenggara dan di kawasan Indo-Pasifik mengakibatkan posisi ASEAN menjadi relevan.
Lebih lanjut, pembentukan aliansi di luar ASEAN dan fokus ke Asia Tenggara dan Indo-Pasifik menjadi kenyataan, seperti Amerika Serikat, Jepang, India, dan Australia yang bergabung dalam Dialog Keamanan Bersama The Quadrilateral Security Dialogue (The Quad) juga Amerika Serikat, Inggris, dan Australia beraliansi pertahanan trilateral bersama di dalam AUKUS. Peningkatan proyeksi kekuatan dan kekhawatiran perlombaan senjata antara negara-negara besar di Asia Tenggara dan Indo-Pasifik menjadi kekhawatiran yang membayangi dan realitas yang perlu dihadapi oleh negara-negara Asia Tenggara.
Baca juga : Tiga Tantangan Serius ASEAN
Konsekuensinya, ASEAN menjadi sasaran dari beragam pendekatan politik, keamanan, dan ekonomi dari negara-negara besar yang memiliki beragam kepentingan di kawasan Asia Tenggara dan Indo-Pasifik. Lalu, pembentukan dan evolusi arsitektur regional Asia Tenggara dan Indo-Pasifik berada di tengah ketidakpastian. Pada satu sisi, posisi ASEAN menjadi krusial dan juga menjadi rentan di sisi lainnya.
Tantangan ASEAN adalah apakah ASEAN bisa dan mampu menjadi pihak yang memimpin, mengoordinasi, dan mengelola pelbagai kerja sama dan pembentukan arsitektur regional di Asia Tenggara dan Indo-Pasifik. Penguatan sentralitas dan menjaga persatuan ASEAN sedang diuji saat ini.
Ketiga, ASEAN perlu memelihara perdamaian dan menjaga stabilitas Asia Tenggara, terutama upaya pelaksanaan atas lima konsensus terkait krisis Myanmar yang disepakati ASEAN dan Myanmar pada saat ASEAN Leader Meeting pada 24 April 2021 di Jakarta. Isi dari lima konsensus ASEAN adalah (1) perlu penghentian kekerasan di Myanmar dan agar semua pihak bisa menahan diri; (2) semua pihak terkait agar memulai dialog konstruktif dalam rangka mencari solusi damai bagi rakyat; (3) utusan khusus ketua ASEAN memfasilitasi mediasi proses dialog dengan dukungan dari Sekretaris Jenderal ASEAN; (4) ASEAN menyediakan bantuan kemanusiaan yang disalurkan melalui The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (The AHA Center), dan (5) utusan khusus dan delegasi akan berkunjung Myanmar dan bertemu dengan semua pihak yang relevan (Sekretariat ASEAN, 2021).
Namun, perkembangan terkini, negara-negara ASEAN menilai pihak Myanmar belum optimal melaksanakan lima konsensus tersebut untuk meredakan krisis yang terjadi. Akibatnya, ASEAN tidak mengundang pimpinan militer Myanmar untuk menghadiri KTT Ke-38 dan Ke-39 ASEN. ASEAN menawarkan perwakilan non-politik Myanmar untuk menghadiri KTT ASEAN tersebut. Namun, tidak ada perwakilan dari Myanmar yang hadir di dalam KTT ASEAN.
Pemimpin Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah yang tahun 2021 mengetuai ASEAN menjelaskan bahwa Myanmar adalah anggota keluarga ASEAN dan ASEAN selalu ada untuk Myanmar dengan menawarkan bantuannya (Kompas TV, 2021). Kita perlu menunggu perkembangan selanjutnya.
Myanmar adalah anggota keluarga ASEAN, dan ASEAN selalu ada untuk Myanmar dengan menawarkan bantuannya.
Keempat, kemajuan dan realisasi atas Masyarakat ASEAN sesuai ASEAN Community Vision 2025 di tengah pandemi Covid-19 dan dampak signifikan pandemi terhadap ekonomi dan perdagangan regional terkini. Pada KTT Ke-27 ASEAN tahun 2015 di Kuala Lumpur, Malaysia, negara-negara anggota ASEAN resmi membentuk Masyarakat ASEAN. Masyarakat ASEAN memiliki tiga pilar, yaitu masyarakat politik dan keamanan ASEAN; masyarakat ekonomi ASEAN, dan masyarakat sosial dan budaya ASEAN.
Sejak pandemi Covid-19 terjadi, negara-negara ASEAN fokus kepada urusan domestik dalam rangka menangani krisis kesehatan akibat Covid-19 dan pelbagai dampak ekonomi, politik, dan sosial. Pembatasan aktivitas ekonomi global dan penutupan perbatasan antarnegara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Timur membuat perdagangan regional ASEAN menurun.
Baca juga : Paket Kecil Geliatkan Ekonomi ASEAN dan RI
Saat ini, rantai pasok regional dan global sedang terganggu karena penutupan pelabuhan-pelabuhan di negara ASEAN dan negara lain di luar ASEAN. Pada artikelnya di harian Kompas, Makmur Keliat menjelaskan alasannya, yaitu ada kelangkaan transportasi angkut kontainer untuk kegiatan ekspor dan impor karena peningkatan jumlah kasus penyebaran varian baru Covid-19 di China, Amerika Serikat, dan negara-negara lainnya; belum optimalnya program vaksinasi (Keliat, 2021); dan pembatasan kegiatan ekonomi.
Pada September 2021, Bank Pembangunan Asia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tenggara pada tahun 2021 dari 4,4 persen menjadi 3,1 persen (Bank Pembangunan Asia, 2021). Semua itu memberikan dampak signifikan terhadap upaya kerja sama ASEAN untuk memajukan dan merealisasikan Masyarakat ASEAN dan ketiga pilarnya sesuai ASEAN Community Vision 2025. Hal tersebut juga memperlambat pemulihan ekonomi domestik di negara-negara anggota ASEAN secara khusus dan ekonomi regional secara umum.
Beginda Pakpahan
Analis Politik dan Ekonomi Global UI dengan PhD dari University of Edinburgh, Inggris