Demokrasi yang hanya menghasilkan pemilu secara reguler belum menjamin apa pun. Distribusi kesejahteraan yang adil juga harus terwujud lewat demokrasi sehingga oligarki tak muncul.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Dua keluarga elite Filipina bersatu untuk mengikuti Pemilihan Umum Presiden 2022. Gugatan terhadap praktik demokrasi pun muncul.
Sara, putri Presiden Filipina Rodrigo Duterte, akan maju dalam pencalonan wakil presiden tahun depan. Kubunya bergabung dengan putra mantan Presiden Ferdinand Marcos, Ferdinand Marcos Jr atau Bongbong, yang akan maju dalam pencalonan presiden. Filipina menggelar pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) secara terpisah. Mereka tidak dipilih dalam pilpres sebagai satu paket.
Seperti diberitakan harian ini, Minggu (14/11/2021), strategi Sara bergabung dengan kubu Bongbong untuk memaksimalkan perolehan suara. Berbagai survei di negara itu menunjukkan masyarakat yang menyukai kubu Sara Duterte cenderung juga mendukung Bongbong. Agar mencapai hasil maksimal, keduanya bergabung. Harapannya tentu untuk menambah besar peluang memenangi pemilu.
Rodrigo Duterte tak bisa berkuasa lagi. Konstitusi membatasi masa jabatan presiden hanya satu periode. Pembatasan ini diterapkan setelah Presiden Marcos digulingkan pada 1986 oleh kekuatan rakyat. Intensinya tentu mencegah terulangnya lagi kemunculan diktaktor kejam dan antidemokrasi.
Kenyataannya, Marcos Jr yang menjadi senator pada 2010- 2016 tetap mendapatkan tempat di hati banyak warga Filipina. Di sisi lain, popularitas Presiden Duterte masih tinggi sehingga Sara memiliki kans cukup besar dalam pilpres mendatang.
Padahal, Presiden Duterte dikritik pegiat hak asasi sebagai dalang pembunuhan beribu-ribu orang dalam perang melawan bandar narkoba. Bagaimanapun, gagasannya memerangi bandar narkoba tetap mendatangkan dukungan dari masyarakat.
Ahli politik Asia Tenggara, Mark R Thompson, dalam ”Why Duterte Remain So Popular” (Foreign Affairs, Oktober 2018), menyebutkan, salah satu alasan pemimpin berkarakter seperti Duterte bisa populer, bahkan memenangi pemilu, adalah kegagalan reformasi demokrasi, terutama untuk menghasilkan institusi yang kuat. Janji Duterte menjadi penyelamat negara dan sebagai pemimpin yang kuat adalah resep mujarab di tengah ketidakpuasan warga pada korupsi, penyalahgunaan kekuasaan birokrasi, dan ketidakadilan distribusi kesejahteraan.
Presiden Duterte dikritik pegiat hak asasi sebagai dalang pembunuhan beribu-ribu orang dalam perang melawan bandar narkoba.
Dengan kata lain, demokrasi yang hanya menghasilkan pemilu secara reguler belum menjamin apa pun. Distribusi kesejahteraan yang adil (tak ada penguasaan lahan secara masif oleh segelintir orang, penghapusan praktik monopoli, dan penerapan pajak prorakyat bawah) juga harus terwujud lewat demokrasi sehingga oligarki tak muncul. Tuan tanah, dinasti politik, akan berkurang lewat ekonomi yang berkeadilan.
Institusi yang kuat dan birokrasi yang bersih harus dibangun. Keduanya akan membantu demokrasi untuk tidak memunculkan pemimpin yang justru tak berpihak pada nilai-nilai kebebasan, yang merupakan semangat dasar demokrasi. Selain itu, sirkulasi elite juga akan lebih lancar dan merata sehingga demokrasi sungguh bermanfaat bagi rakyat.
Tugas Bongbong dan Sara, jika terpilih, untuk membuktikan demokrasi memang berguna bagi seluruh rakyat Filipina.