Waspadai ”Microsleep” di Jalan Tol
Waspadai gejala awal ”microsleep”, yaitu hilang fokus, sering berkedip, kelopak mata berat, melamun, sulit mengingat kejadian pada beberapa jarak yang sudah dilalui, tak melihat rambu-rambu lalu lintas, sering menguap.
Mengendarai kendaraan memerlukan stamina fisik yang memadai dan konsentrasi penuh. Kelelahan fisik, keadaan stres, kurang tidur, dan kondisi konsentrasi menurun membahayakan diri dan lingkungan.
Apalagi, jika berkendara di jalanan bebas hambatan atau jalan tol dengan kecepatan tinggi. Infrastruktur jalan tol yang menghubungkan kota-kota strategis di seluruh Indonesia menimbulkan euforia bermobil melewati jalan tol dengan kecepatan tinggi. Akibatnya, kecelakaan sering terjadi.
Tragedi kecelakaan di beberapa ruas jalan tol akhir-akhir ini kembali menyita perhatian publik. Komite Nasional Keselamatan Transportasi mencatat, rata-rata terjadi 36 kecelakaan di Jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) setiap bulan selama 2020-2021.
Apakah kejadian seperti ini semestinya bisa dihindari? Kondisi kelelahan, mengantuk, dan microsleep dari pengemudi disinyalir juga berperan dalam tingginya angka kecelakaan ini.
Menurut Yong dkk, microsleep adalah episode tidur singkat (1-15 detik) dengan gejala berupa mata menutup, perubahan atensi dan penurunan aktivitas gelombang otak melalui perekaman otak (EEG). Perbedaan dengan tidur secara alami adalah secara perilaku, orang itu mencoba untuk tetap terjaga selama periode microsleep.
Perbedaan dengan tidur secara alami adalah secara perilaku, orang itu mencoba untuk tetap terjaga selama periode microsleep.
Episode tidur atau kantuk singkat yang berlangsung beberapa detik ini menyebabkan kegagalan untuk menanggapi beberapa input sensorik dan menjadi tak responsif terhadap situasi. Kondisi ini bisa terjadi meskipun dengan mata terbuka. Hal ini yang menyebabkan kegagalan mengendalikan mobil dan kurang konsentrasi penuh saat menyopir kendaraan, dan bisa sebabkan kecelakaan.
Penyebab ”microsleep”
Penyebab microsleep yang didapatkan dari berbagai referensi adalah berkurangnya kualitas dan kuantitas tidur. Laki-laki muda usia 16-25 tahun memiliki risiko lebih besar. Waktu tidur yang sempit, kurang dari empat jam, meningkatkan frekuensi microsleep di siang hari.
Gangguan kualitas tidur, misalnya kesulitan memulai tidur, pekerjaan sif malam atau berganti sif, dan berhentinya napas saat tidur (sleep apnea), memicu gangguan irama sirkadian yang memicu microsleep.
Demikian pula beberapa kondisi medis, seperti kencing manis (diabetes), kegemukan (obesitas), dan kondisi mental depresi. Uniknya, beberapa pekerjaan repetitif dan membosankan, serta pekerjaan tertentu, seperti sopir, serta petugas hukum dan medis, pada beberapa penelitian juga memicu microsleep.
Baca juga: Terlena Sejenak yang Berakibat Fatal
Menurut Yong dkk (2019), microsleep terjadi saat thalamus, suatu bagian dari otak, mengalami non-aktif. Fenomena ini kemungkinan terkait dengan penurunan respons bangun dan waspada sebagai karakteristik dari awal tidur.
Hal ini menyebabkan interaksi thalamocortical.
Peningkatan aktivitas gelombang otak theta, perlambatan sinyal gelombang otak periodik yang khas muncul dalam hasil perekaman gelombang otak (EEG). Tanda-tanda tubuh mulai mengalami microsleep mulai banyak menguap dan berkedip berlebihan, tak sadar/ingat kejadian yang baru saja terjadi, sulit memproses informasi, dan menyentakkan tubuh (body jerking).
Skala tingkat mengantuk Epworth banyak digunakan dalam asesmen (penilaian) tidur sebagai ukuran subyektif kantuk seseorang. Tes ini menilai kecenderungan kita mengantuk pada skala nol (tidak ada kemungkinan tertidur) hingga 3 (besar kemungkinan tertidur).
Aktivitas yang dinilai adalah 1) duduk dan membaca, 2) menonton televisi, 3) duduk santai di tempat keramaian, 4) sebagai penumpang di dalam mobil selama satu jam tanpa berhenti, 5) segera setelah rebahan saat istirahat sore hari di lingkungan yang memungkinkan.
Selanjutnya, 6) duduk dan berbicara dengan seseorang, (7) duduk setelah makan siang tanpa konsumsi alkohol, serta (8) di dalam mobil berhenti saat lampu lalu lintas warna merah atau tanda berhenti. Nilai normal skala Epworth adalah kurang atau sama dengan 10 Jika nilainya lebih dari 10, menunjukkan kecenderungan individu mudah mengantuk dan berbahaya untuk berkendara.
Nilai normal skala Epworth adalah kurang atau sama dengan 10. Nilai lebih dari 10, menunjukkan kecenderungan individu mudah mengantuk dan berbahaya berkendara.
Selain microsleep, ada beberapa gangguan tidur yang berbahaya bagi pengendara mobil/motor, misalnya excessive daytime sleepness, yaitu ketidakmampuan mempertahankan kewaspadaan selama episode bangun, sehingga seseorang mengalami tidur yang terjadi secara tak sengaja atau pada waktu yang tak tepat hampir tiap hari selama setidaknya tiga bulan.
Penyebabnya, antara lain, gangguan waktu dan kualitas tidur, penyakit metabolik seperti obesitas dan kencing manis, gangguan psikiatri, pengobatan medis tertentu, gangguan bernapas, atau sebab lain.
Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah microsleep, antara lain, dengan menjaga kualitas tidur yang sehat (sleep hygiene).
Pencegahan
Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah microsleep, antara lain, dengan menjaga kualitas tidur yang sehat (sleep hygiene). Kunci dari pencegahan adalah modifikasi risiko, edukasi mengenai gejala microsleep, pencegahan dan rencana ke depan, istirahat, serta pengobatan henti napas saat tertidur atau kelainan OSA (obstructive sleep apnoe) atau hypersomnia (tidur berlebihan).
Untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas tidur malam baik, terapkan sleep hygiene dalam aktivitas tidur malam hari.
Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur dan aktivitas seksual. Bila tak dapat tidur, beranjak dari tempat tidur, lakukan relaksasi sebelum memulai tidur kembali. Jadikan kualitas tidur sebagai prioritas: berangkat tidur dan bangun tidur pada saat yang sama tiap hari (teratur), lingkungan tidur yang nyaman (ranjang, ventilasi, suara, cahaya).
Relaksasi 20-30 menit sebelum berangkat tidur dengan musik yang lembut, yoga, latihan napas, mandi air hangat, makan cemilan tinggi triptofan (misal pisang), makan karbohidrat, minum susu hangat, dan hindari makanan tinggi protein serta kafein. Hindari napping (tidur singkat) setelah jam tiga sore, berangkat tidur terlalu awal. Hindari alkohol, makanan berat, dan rokok sebelum tidur.
Saat bekerja, lakukan selingan aktivitas yang repetitif dengan gerakan, misalnya meregangkan otot setiap 30 menit atau mengobrol. Lakukan power nap, yaitu tidur singkat selama 20 menit pada siang hari. Jika terdapat kondisi medis yang memengaruhi tidur, konsultasi dengan dokter spesialis.
Pastikan kebugaran tubuh sebelum bepergian, jangan paksakan berkendara jika mengantuk. Hindari waktu-waktu berkendara saat sedang mengantuk seperti siang hari dan larut malam. Hindari pula minum alkohol dan obat yang menyebabkan kantuk.
Saat berkendara, dapat dibantu dengan minum kopi, terpapar udara dingin, makan dan menyalakan radio. Waspadai gejala awal microsleep, yaitu hilang fokus, sering berkedip, kelopak mata berat, melamun, sulit mengingat kejadian pada beberapa jarak yang sudah dilalui, tak melihat rambu-rambu lalu lintas, sering menguap, mengucek mata, berkendara dari jalur ke jalur, sulit menegakkan kepala, dan merasa sensitif.
Bila ada gejala itu, dianjurkan menepi dan tidur selama 20 menit, atau bila berlanjut, pengendara lebih baik menggunakan transportasi umum atau berjalan. Jika menderita gangguan seperti OSA atau hypersomnia, seharusnya tak boleh berkendara sampai terapi sudah efektif mengurangi gejala. Mari waspadai gejala microsleep dan jaga keamanan saat berkendara demi keselamatan diri sendiri dan orang lain.
Abdul Gofir, Spesialis Neurologi Konsultan Neurovaskuler RSUP Dr Sardjito dan Dosen Prodi Neurologi FKKMK UGM