Hampir setiap orang pernah mengalami episode tidur sekejap. Hal ini tak berbahaya jika duduk di meja atau sedang santai. Namun, berakibat fatal di jalan raya atau saat mengoperasikan alat berat. Bagaimana mengatasinya?
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·4 menit baca
Microsleep atau tidur sekejap mengacu pada periode tidur sangat singkat dalam hitungan detik. Gejala microsleep, antara lain, mata terpejam atau kepala terangguk. Sekitar 80 persen orang, matanya terpejam. Namun, sebagian lain tampak tetap terjaga walau otaknya tidak mampu memproses dan merespons hal-hal di sekelilingnya. Akibatnya, orang tersebut kehilangan kendali atas apa yang sedang dikerjakan.
Menurut Jelena Skorucak dari Universitas Zurich dan kolega dari Swiss di jurnal Sleep, 13 Januari 2020, definisi microsleep adalah tidur kurang dari 15 detik. Tim menganalisis rekaman elektroensefalogram (EEG) dari 76 pasien yang dirujuk ke Sleep-Wake Epilepsy Center di Rumah Sakit Universitas Bern, Swiss. Tidur sejenak ditandai dengan melambatnya gelombang otak dalam rekaman EEG. Ini merupakan tanda awal kantuk dan tidur.
Laman Sleep Foundation menyebutkan, pemindaian otak menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) menunjukkan, tidur sekejap melibatkan aktivitas otak yang berbeda dari yang ditemukan pada tidur biasa. Selama tidur sekejap, sebagian besar otak yang nonaktif saat tidur tetap aktif, termasuk area otak yang didedikasikan untuk tetap terjaga.
Otak juga merespons suara secara berbeda selama tidur sekejap dibandingkan dengan saat terjaga atau tidur. Otak merespons suara selama microsleep, tetapi pola reaksinya tidak sama dengan orang yang terjaga, yakni otak tidak mampu membedakan suara dengan nada yang berbeda.
Penyebab tidur sekejap, antara lain, karena kelelahan; kurang tidur; gangguan tidur akibat kerja sif; penderita insomnia; kondisi fisik dan mental, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, apnea tidur, obesitas, depresi, dan kecemasan; serta penggunaan alkohol atau obat, misalnya antihistamin. Juga orang yang mengerjakan hal monoton atau membosankan, termasuk mengemudi di jalan yang lurus dan sepi.
Jika pengendara mobil dalam kecepatan tinggi tertidur sekejap, bisa mengalami kecelakaan fatal. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di jalan tol di Indonesia. Kecelakaan dan kecacatan juga bisa terjadi pada operator alat berat atau mesin, tenaga medis yang melakukan operasi, atau tugas sensitif lain.
Govinda R Poudel dan kolega dari Selandia Baru dalam laporan di Human Brain Mapping, yang dipublikasi daring, 24 September 2012, meneliti 20 peserta yang sehat dan cukup tidur untuk memainkan gim yang membosankan selama 50 menit. Respons mereka direkam dengan fMRI, EEG, dan video pada mata. Hasilnya, 70 persen peserta beberapa kali mengalami microsleep. Analisis fMRI menunjukkan penurunan sementara aktivitas beberapa bagian otak, sebaliknya peningkatan aktivitas bagian lain otak selama mereka tertidur sekejap.
Ketika peserta mengalami microsleep, didapatkan talamus otak menjadi kurang aktif.
Penelitian Ju Lynn Ong dan kolega dari Universitas Nasional Singapura (NUS) yang dimuat secara daring di jurnal Neuro Image, 24 Mei 2015, menyoroti mekanisme kerja otak 24 peserta yang dibuat kurang tidur selama 22 jam. Aktivitas otak mereka dipantau fMRI. Ketika peserta mengalami microsleep, didapatkan talamus otak menjadi kurang aktif. Bagian otak ini mengatur siklus tidur-bangun dan bertindak sebagai penjaga gerbang sensorik, mengirimkan informasi yang masuk ke bagian lain dari otak untuk diproses.
Meski demikian, selama microsleep, aktivitas di bagian otak yang bertanggung jawab untuk memperhatikan meningkat. Ini mungkin merupakan cara otak untuk tetap terjaga dan mencegah agar orang tidak tertidur. Juga bisa menjelaskan mengapa orang masih dapat melakukan tugas dalam keadaan setengah sadar.
Berbahaya
Microsleep sangat berbahaya bagi pengemudi karena waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kesalahan serius sangat singkat. Terlena 3 detik saat melaju dengan kecepatan 60 mil (setara 96,5 km) per jam dapat melenceng 91 meter. Ini dapat membuat pengemudi keluar dari jalan atau ke jalur lalu lintas berlawanan.
Dalam penelitian yang melibatkan simulasi mengemudi, episode microsleep dikaitkan dengan penurunan kinerja. Setiap situasi penting yang membutuhkan reaksi cepat bisa berisiko fatal ketika seseorang terlena meski sejenak.
Setidaknya ada beberapa bencana dan tragedi yang dikaitkan dengan microsleep. Discover Magazine, 19 Juni 2019, mencatat, sebuah trem London yang melaju kencang tergelincir di tikungan tajam pada 2016 karena pengemudinya tertidur sekejap. Kecelakaan yang menewaskan tujuh orang dan melukai 62 lain itu tercatat sebagai kecelakaan kereta api terburuk di Inggris belakangan ini. Bencana lain terkait microsleep termasuk kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl pada 1986 serta kecelakaan AirFrance penerbangan 447 tahun 2009 yang menewaskan 228 penumpang dan awaknya.
Badan Keselamatan Lalu Lintas Jalan Raya Nasional (NHTSA) Amerika Serikat memperkirakan, demikian Web MD, 11 Juni 2021, sekitar 6.000 kecelakaan fatal setiap tahun terkait dengan pengemudi yang mengantuk. Dalam suatu survei, 4 persen pengemudi menyatakan tertidur saat mengemudi setidaknya sekali dalam 30 hari terakhir.
Karena microsleep terkait dengan kantuk dan kurang tidur, tidur cukup, 7-8 jam di malam hari, bisa mengatasi masalah. Jika kurang, sebagaimana hasil penelitian pada penerbang NASA tahun 1994, bisa dikompensasi dengan tidur siang 40 menit. Bisa juga dengan minum kopi atau dibantu obat untuk meningkatkan kesadaran.
Untuk mencegah kecelakaan akibat microsleep, di masa depan perlu pemasangan alat pelacak mata dan video wajah. Alat dapat mengidentifikasi perubahan yang mengindikasikan seseorang sedang atau akan mengalami tidur sekejap. Sistem pemantauan pengemudi bisa melihat kedipan, perubahan detak jantung, dan gerakan roda kemudi untuk mendeteksi kantuk sebelum pengemudi sempat tertidur saat menyetir.