Dari perjalanan vaksin Merah Putih ini, kita belajar bahwa masih banyak infrastruktur yang harus dibenahi kalau kita mau mengembangkan riset dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan kesehatan bangsa.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Vaksin Merah Putih buatan anak bangsa semakin menunjukkan titik terang. Apabila uji klinis berhasil baik, tahun 2022 akan jadi titik awal kemandirian vaksin.
Pengembangan vaksin Merah Putih sangat strategis mengingat kemandirian obat, vaksin, ataupun alat-alat kesehatan masih menjadi titik lemah pembangunan kesejahteraan bangsa Indonesia. Kondisi ini menjadi sangat terasa saat menghadapi pandemi Covid-19.
Kita ingat ketika kasus positif Covid-19 sedang tinggi-tingginya, rumah sakit kelabakan untuk mencukupi kebutuhan tabung oksigen. Demikian pula vaksinasi. Meski sudah ada vaksin Sinovac, kita tahu itu tidak murni inovasi ilmuwan Indonesia.
Kita bersyukur Pemerintah Indonesia telah jauh-jauh hari menjalin kerja sama dengan Pemerintah China sehingga Sinovac bisa diproduksi PT Bio Farma untuk memenuhi sebagian kebutuhan dalam negeri. Pemerintah juga telah bekerja sama dengan banyak pihak sehingga setidaknya ketersediaan vaksin terjamin.
Namun, dalam jangka panjang, dengan penduduk 273,5 juta jiwa, Indonesia harus mandiri minimal dalam dua hal: ketersediaan pangan dan sarana kesehatan.
Indonesia harus mandiri minimal dalam dua hal: ketersediaan pangan dan sarana kesehatan.
Awal tahun 2021, sebelum Kementerian Riset dan Teknologi dilebur dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Menristek Bambang PS Brodjonegoro menyebutkan ada enam platform yang mengembangkan vaksin Covid-19, semuanya tercakup dalam proyek riset vaksin Merah Putih.
Dalam perkembangannya kemudian, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menjelaskan bahwa pengembangan vaksin Merah Putih mengerucut menjadi tiga tim: tim Universitas Airlangga yang bekerja sama dengan PT Biotis, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dengan PT Bio Farma, dan BRIN.
Dalam pelaksanaannya, pengembangan vaksin Merah Putih ternyata terkendala fasilitas Animal Biosafety Level 3 yang biasanya untuk uji praklinis, dan fasilitas good manufacturing practice untuk produksi terbatas dalam setiap level uji. Dengan segala keterbatasan itu, Universitas Airlangga telah menyelesaikan uji praklinis dan siap memasuki uji klinis.
Apabila uji klinis tahap 1, 2, dan 3 yang diperkirakan berlangsung selama 8-9 bulan ini berjalan lancar dengan hasil sesuai harapan, pertengahan tahun 2022 kita akan memiliki vaksin Covid-19 yang 100 persen produksi dalam negeri.
Dari perjalanan vaksin Merah Putih ini, kita belajar bahwa masih banyak infrastruktur yang harus dibenahi kalau kita mau mengembangkan riset dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan kesehatan bangsa. BRIN memang sudah menganggarkan dana Rp 200 miliar untuk pengembangan vaksin Merah Putih, tetapi untuk jangka panjang perlu perencanaan, perbaikan, dan pengembangan iklim riset serta target yang lebih menyeluruh. Dalam situasi yang masih belum kondusif karena berbagai perubahan nomenklatur lembaga, kemandirian harus tetap bisa kita wujudkan.