Disabilitas bukan halangan untuk meraih kesuksesan. Para atlet paralimpiade yang berlaga di Pekan Paralimpiade Nasional Papua 2021 membuktikan hal itu.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Bahkan pada hari pertama cabang renang di arena akuatik Lukas Enembe, Jayapura, Papua, Senin (8/11/2021), sudah tercipta dua rekor nasional. Dua peraih emas, yakni Siti Alfiah (19) dari klasifikasi S5-S6 putri dan Gerry Pahker (17 tahun, klasifikasi S6 putra), mencetak rekornas baru di nomor 50 meter gaya dada.
Termasuk dalam klasifikasi S6 adalah mereka yang berperawakan pendek, mengalami amputasi kedua lengan, atau masalah koordinasi sedang pada satu sisi tubuh mereka. Siti, perenang bertubuh pendek asal Jateng, membukukan waktu 52,44 detik sehingga memecahkan rekornas sebelumnya atas nama Riyanti dengan 59,15 detik.
Lima menit berselang, Gerry memecahkan rekornas. Sang debutan Peparnas asal Riau ini finis terdepan dengan catatan waktu 44,32 detik, memperbarui rekornas Toif Fauzi dengan catatan waktu 48,02 detik (Kompas, Senin, 8/11/2021).
Selain di arena akuatik, bakat-bakat baru juga bermunculan di cabang atletik. Mereka salah satunya pelari tunanetra asal Jateng Muhammad Dimas yang meraih emas di nomor 400 meter. Finis dengan catatan waktu 55,55 detik, Dimas juga memecahkan rekornas atas nama Rully A Mubarok (56,53 detik) yang dibukukan di Peparnas Jabar 2016.
Ada fenomena menarik dari Peparnas kali ini, yang diungkapkan Dimin BA, pelatih pelatnas renang Paralimpiade. Menurut Dimin, munculnya bakat-bakat baru tak lepas dari kian populernya olahraga bagi difabel. Kini, kian banyak difabel yang ingin menjadi atlet.
Popularitas olahraga Paralimpiade ini salah satunya diungkit prestasi Indonesia di Paralimpiade Tokyo 2020 yang berlangsung 24 Agustus-5 September 2021. Kontingen ”Merah Putih” meraih 2 medali emas, 3 perak, dan 4 perunggu. Kedua emas sumbangan cabang bulu tangkis, melalui Leani Ratri Oktila/Khalimatus Sadiyah di ganda putri dan Leani Ratri Oktila/Hary Susanto di ganda campuran.
Emas Leani/Khalimatus yang juga emas pertama Indonesia di Tokyo 2020 juga menjadi yang perdana Indonesia sejak terakhir kali pada Paralimpiade Arnhem 1980. Artinya, emas ini mengakhiri paceklik emas Paralimpiade selama 41 tahun.
Yang juga melegakan serta membahagiakan, bonus penghargaan dari pemerintah terhadap peraih medali Paralimpiade bernilai sama dengan peraih medali Olimpiade. Fenomena ini dulunya tak terbayangkan karena sebelumnya olahraga Paralimpiade dipandang sebelah mata.
Kenyataan ini patut disyukuri, baik dari sudut pandang kesetaraan dan antidiskriminasi, pembinaan olahraga, maupun pembangunan sumber daya manusia (SDM). Kaum difabel kini mampu mengatasi rasa rendah dirinya sehingga mencetak sederet prestasi, salah satunya di bidang olahraga. Mereka menginspirasi sesama kaum difabel, juga publik kebanyakan. Keterbatasan fisik sama sekali bukan halangan untuk berprestasi.