Pangan, Pandemi Covid-19, dan SDGs
Semua negara di dunia harus kembali ke jalur yang benar untuk mengakhiri kelaparan dan kekurangan gizi dunia. Pandemi Covid-19 hanyalah puncak gunung es.
Untuk kedua kalinya Hari Pangan Sedunia (World Food Day) diperingati dalam suasana keprihatinan saat negara-negara di dunia menghadapi dampak luas dari pandemi global Covid-19.
Semua sendi kehidupan manusia di seluruh dunia terdampak oleh pandemi. Pandemi juga telah mengguncang Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan sehingga pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) harus ditinjau kembali.
Belum lama ini Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) merilis laporan bertajuk ”Melacak kemajuan pada indikator SDG terkait pangan dan pertanian 2021” (Tracking progress on food and agriculture-related SDG indicators 2021)”. Rilis dilaksanakan bersamaan dengan Konferensi Tingkat Tinggi Sistem Pangan (PBB) di Roma pada akhir September 2021.
Laporan itu menyebutkan, secara keseluruhan, kemajuan dalam bidang pangan dan pertanian masih belum mencukupi. Target SDG terkait dengan pangan dan pertanian berada di luar jangkauan di tingkat global.
Laporan tersebut juga menyerukan tentang pentingnya data yang lebih banyak dan lebih baik. Tanpa perubahan kolektif dan transformasional yang mendesak untuk mengatasi kerentanan akibat paparan pandemi, target SDG terkait dengan pangan dan pertanian kemungkinan akan tetap berada di luar jangkauan.
Pada September 2019, Forum Politik Tingkat Tinggi juga mencatat bahwa dunia ”keluar jalur” untuk memenuhi SDGs. Situasinya saat ini belum membaik secara signifikan, bahkan pandemi Covid-19 telah membuat perkembangan beberapa indikator SDG menurun. Menurut prediksi FAO, pada 2020 lalu telah terjadi tambahan 83 juta-132 juta jiwa yang mengalami kelaparan kronis akibat pandemi Covid-19.
Jumlah orang di dunia yang terkena dampak kelaparan terus meningkat pada tahun 2020 di bawah bayang-bayang pandemi Covid-19.
Meleset
Laporan terbaru The State of Food Security and Nutrition in The World 2021 (SOFI 2021) telah diterbitkan FAO. Laporan ini menyajikan penilaian global pertama dari kerawanan pangan dan malnutrisi untuk tahun 2020 serta beberapa indikasi seperti apa kelaparan dan malnutrisi pada tahun 2030, dalam skenario pandemi Covid-19 yang berlangsung lama.
Jumlah orang di dunia yang terkena dampak kelaparan terus meningkat pada tahun 2020 di bawah bayang-bayang pandemi Covid-19. Pada tren saat ini, SOFI 2021 memperkirakan bahwa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2 (Zero Hunger pada 2030) akan meleset dengan selisih hampir 660 juta orang. Dari jumlah 660 juta orang ini, sekitar 30 juta orang dimungkinkan terkait dengan dampak jangka panjang pandemi Covid-19.
Sekitar satu dari lima orang (21 persen dari populasi) menghadapi kelaparan di Afrika pada tahun 2020—lebih dari dua kali lipat proporsi wilayah lain mana pun. Kenyataan ini merupakan peningkatan tiga poin persen dalam satu tahun.
Ini diikuti oleh Amerika Latin dan Karibia (9,1 persen) dan Asia (9,0 persen), dengan peningkatan masing-masing 2,0 dan 1,1 poin persen, antara 2019 dan 2020. Angka-angka tersebut menunjukkan ketidaksetaraan regional yang berkepanjangan dan mengganggu.
Jumlah orang kurang gizi pada 2020 sebanyak 768 juta. Dari jumlah itu, lebih dari setengahnya (418 juta) tinggal di Asia dan lebih dari sepertiga (282 juta) tinggal di Afrika. Sementara Amerika Latin dan Karibia menyumbang sekitar 8 persen (60 juta).
Dibandingkan dengan 2019, pada 2020 terjadi peningkatan 46 juta orang di Afrika, hampir 57 juta orang di Asia, dan sekitar 14 juta orang di Amerika Latin dan Karibia juga terkena dampak kelaparan pada 2020.
Pada 2020, secara global terdapat 149,2 juta (22,0 persen) anak di bawah usia lima tahun menderita tengkes/stunting (Indikator SDG 2.1.1). Prevalensi stunting telah menurun dari 33,1 persen pada 2000 menjadi 26,2 persen pada 2012 dan selanjutnya menjadi 22,0 persen pada 2020.
Pada 2020, hampir tiga perempat dari anak-anak tengkes di dunia tinggal hanya di dua wilayah: Asia Tengah dan Asia Selatan (37 persen) dan Sub-Sahara Afrika (37 persen). Ironisnya, pada waktu bersamaan terdapat sekitar 5,7 persen (38,9 juta) anak balita mengalami kelebihan berat badan.
Ironisnya, pada waktu bersamaan terdapat sekitar 5,7 persen (38,9 juta) anak balita mengalami kelebihan berat badan.
Enam jalur
Di bawah skenario Covid-19, angka kelaparan global diprediksi akan terus berkurang, menyusul puncak yang diproyeksikan terjadi pada 2020, yakni sekitar 768 juta (9,9 persen dari total populasi dunia) pada tahun tersebut. Angka ini turun menjadi sekitar 710 juta pada 2021 (turun 9 persen), dan kemudian terus berkurang sedikit menjadi di bawah 660 juta (turun 7,7 persen) pada 2030.
Pertanyaanya, apa yang perlu dilakukan dalam transformasi sistem pangan untuk keamanan pangan, peningkatan gizi, dan diet sehat terjangkau?
Untuk menjawab pertanyaan ini, FAO merekomendasikan enam jalur untuk mengatasi pendorong utama di balik tren kerawanan pangan dan malnutrisi saat ini dan memastikan akses ke makanan sehat yang terjangkau untuk semua secara berkelanjutan dan inklusif.
Keenam jalur tersebut adalah, pertama, mengintegrasikan kebijakan kemanusiaan, pembangunan dan pembangunan perdamaian di daerah yang terkena dampak konflik. Kedua, meningkatkan ketahanan iklim di seluruh sistem pangan.
Pandemi Covid-19 hanyalah puncak gunung es.
Ketiga, memperkuat ketahanan kelompok yang paling rentan terhadap keterpurukan ekonomi. Keempat, melakukan intervensi di sepanjang rantai pasokan makanan untuk menurunkan biaya makanan bergizi. Kelima, mengatasi kemiskinan dan ketidaksetaraan struktural, memastikan intervensi yang pro-kelompok miskin dan inklusif.
Keenam, memperkuat lingkungan pangan dan mengubah perilaku konsumen untuk mendorong pola makan yang berdampak positif bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Untuk menuju 2030, negara-negara di dunia tidak memiliki waktu yang banyak, hanya kurang dari satu dekade.
Untuk itu, semua negara di dunia harus kembali ke jalur yang benar untuk mengakhiri kelaparan dan kekurangan gizi dunia. Pandemi Covid-19 hanyalah puncak gunung es.
Baca juga : Covid-19 Memperburuk Kerawanan Pangan
Yang lebih mengkhawatirkan, pandemi telah mengekspos kerentanan yang terbentuk dalam sistem pangan kita selama beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari faktor pendorong utama, seperti konflik, variabilitas dan iklim yang ekstrem, serta perlambatan dan penurunan ekonomi.
Menjadi sangat tepat dan lebih bermakna jika dalam peringatan Hari Pangan Sedunia 16 Oktober 2021 diusung tema ”Our actions are our future—Better production, better nutrition, a better environment and a better life”. Tindakan kami adalah masa depan kami—produksi yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik.
Toto Subandriyo
Peneliti Sosial Ekonomi, Lulusan IPB