Lika-liku Mebel Istana
Sebagian terbesar mebel yang ada di istana-istana kepresidenan adalah rancangan Bung Karno pribadi yang dilaksanakan oleh perusahaan mebel Tjioe Yi.
Pada Minggu tanggal 19 September 2021 setelah selesai berolahraga dan berjemur matahari sambil berbaring beristirahat di sebuah kursi panjang di teras belakang rumah, saya membaca harian Kompas Minggu, 19 September 2021, sebagaimana biasanya. Adapun artikel yang menarik adalah berjudul ”Jejak Sejarah Mebel Istana”, artikel tersebut ditulis oleh Mawar Kusuma Wulan dan Cyprianus Anto Saptowahyono.
Membaca artikel tersebut, sebagai seorang yang pernah menjadi putra Presiden RI selama berpuluh tahun, pikiran saya menerawang ke setiap sudut dan ruang di istana-istana terutama Istana Merdeka, Istana Negara, bahkan Istana Bogor dan Istana Cipanas.
Ingatan saya juga melintasi kenangan-kenangan di Gedung Agung Yogyakarta sampai dengan Istana Tampaksiring-Bali, termasuk Wisma Yaso (Sekarang Museum Satria Mandala), juga Istana Batu Tulis di Bogor, yang sebenarnya bukan sebuah istana karena memang bukan milik negara. Masyarakat awam saja yang menyebutkan sebagai Istana Batu Tulis, padahal sebenarnya bangunan itu sekadar kediaman biasa.
Dalam penerawangan tadi masih jelas terbayang mebel-mebel apa saja yang terdapat di di ruangan-ruangan, kamar-kamar, bahkan kamar mandi yang bertebaran di istana-istana tersebut di atas. Pertama mengenai foto ilustrasi yang ada di artikel tersebut, tampak di ujung dinding sebelah kanan sebuah meja kaki tiga yang diatasnya diletakkan sebuah guci.
Meja kaki tiga tersebut merupakan rancangan (desain) khusus dari Bung Karno dan terdapat di istana-istana lainnya khususnya Istana Merdeka. Begitu pula meja kursi yang terdapat dalam ilustrasi juga merupakan desain Bung Karno. Sementara karpet yang terhampar, menurut hemat saya, adalah karpet yang khusus dipesan oleh Bung Karno dari Iran di saat Shah Reza Pahlevi masih berkuasa.
Baca juga : Membaca Jejak Sejarah dari Mebel di Istana
Kemudian saya juga teringat rancangan mebel Bung Karno yang lain, seperti meja kursi yang ada di ruang kantor dan perpustakaan di Istana Merdeka, terutama mejanya yang terbuat dari satu irisan utuh sebatang pohon jati. Demikian pula lemari koleksi buku-buku itu pun rancangan Bung Karno. Berbeda dengan yang ada di Istana Bogor, lemari di sana memang sudah ada sejak zaman Belanda (peninggalan Belanda). Kepala rumah tangga Istana Bogor di era 1950 sampai dengan 1960 dijabat oleh seorang warga negara Swiss bernama Burger. Mereka sekeluarga tinggal di kompleks Istana Bogor di sayap kanan, sedangkan Karumga Istana Merdeka dan Istana Negara di era tersebut dijabat oleh warga negara Belanda, Vander Bell.
Menelusuri ruangan di Istana Merdeka
Bila kita ingin mengetahui lebih lanjut mebel apa saja yang ada di istana-istana khususnya Istana Merdeka, ”dongengnya” sejauh yang saya ingat adalah sebagai berikut:
Di ruang tidur utama (ruang tidur Bung Karno) terdapat sebuah meja panjang kayu dan dua kursi rotan, sebuah meja dari kayu jati dan kursi sebagai meja kerja Presiden, sebuah lemari besar dari kayu mahoni tempat pakaian-pakaian pribadi dan dinas Presiden, seperangkat lemari ukuran sedang tempat penyimpanan bendera pusaka, keris pusaka, dan kitab suci Al Quran. Di sebelah kanan tempat tidur besi terdapat hamparan karpet sajadah untuk shalat. Di kolong tempat tidur terdapat sebuah pispot untuk buang air kecil.
Kamar di sebelah ruang tidur utama mula-mula digunakan oleh saya dan Megawati sebagai kamar tidur, di dalamnya hanya terdapat dua buah tempat tidur besi berkelambu, dua kursi duduk rotan, sebuah lemari pakaian tanpa satu pun meja.
Baca juga : Sisi Lain Bapak Kebudayaan Soekarno
Di kamar mandi sayap kiri Istana Merdeka oleh Bung Karno dilengkapi mebel berupa dipan kayu untuk olahraga yang dicat warna putih. Kamar belakang yang bersebelahan dengan teras belakang Istana Merdeka mula-mula kosong tanpa mebel dan hanya ada sebuah lemari kaca besar warna putih peninggalan Belanda.
Setelah lulus SR, saya pindah ke kamar tersebut yang oleh Ibu Fatmawati Sukarno dilengkapi dengan sebuah tempat tidur besi berkelambu, sebuah lemari kayu jati tempat pakaian, seperangkat mebel yang terdiri dari satu meja kayu dengan dua kursi berbantal dan sebuah kursi sofa. Selain itu ada sebuah lemari panjang untuk tempat radio dan telepon kamar.
Atas instruksi Bung Karno, di depan kamar tersebut dijadikan ruang makan untuk keluarga dan kawan-kawanku. Ruang makan tersebut dilengkapi mebel kayu yang dibeli dari toko mebel di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Atas instruksi Bung Karno, di depan kamar tersebut dijadikan ruang makan untuk keluarga dan kawan-kawanku.
Ruangan makan tamu di sayap kiri Istana Merdeka terdiri dari meja bundar kayu jati plus enam kursi kayu jati. Di dinding ruangan tersebut dihiasi lukisan nudis Ni Pollok dan dikelilingi bunga sepatu merah karya Le Mayeur.
Ruangan sebelahnya dijadikan ruang makan keluarga yang juga meja dan empat kursinya peninggalan Belanda. Kursi tempat duduk Bung Karno sehari-hari terkena peluru kanon pesawat Mig-17 yang dilakukan oleh Daniel Alexander Maukar dalam rangka usaha pembunuhan Presiden. Alhamdulillah berkat perlindungan Allah SWT, Bung Karno selamat dari tembakan tersebut karena kebetulan sedang memimpin sidang Dewan Nasional di sebelah Istana Merdeka.
Yang saat ini masih menjadi misteri adalah dari manakah Maukar mengetahui jam makan siang dan posisi duduk Presiden waktu sehari-harinya makan siang. Sampai dengan saat ini, misteri tersebut belum terjawab. Ketika saya tanyakan kepada Bung Karno, yang bersangkutan hanya menjawab tidak tahu. Di ruang tersebut terpampang lukisan dua orang fakir miskin ayah dan anak, kemudian lukisan Halimah, gadis Aceh karya Dullah.
Bergeser ke depan kamar makan tamu tadi kita masuk ke dalam kamar merah yang dinamakan demikian karena atas inisiatif Ibu Fatmawati Sukarno, seluruh gorden kamar tersebut berwarna merah. Adapun mebelnya terdiri dari sebuah meja kerja jati dengan tiga kursi dan satu kursi sofa berbantal dari kayu jati. Kamar dihiasi dengan lukisan Putri Mutiara karya pelukis Philipina, Garcia Llamas.
Sekarang kita menengok sayap kanan Istana Merdeka dimulai dengan ruang depan yang dijadikan pos penjagaan DKP (Detasemen Kawal Pribadi). Mebel di sana terdiri dari sebuah meja kerja lengkap dengan kursinya dari kayu jati untuk komandan jaga dan sebuah meja rotan bundar dengan empat kursi rotan. Lebih ke dalam terdapat ruang tamu Presiden yang dilengkapi mebel meja dengan kursi jati berbantal untuk duduk para tamu. Hiasan lukisan Pangeran Diponegoro memimpin perang karya Basuki Abdullah.
Di sebelah ruang tersebut terletak ruang tamu Presiden yang dilengkapi dengan sebuah meja kerja lengkap dengan kursi dari kayu jati dan seperangkat meja dan kursi tamu berbantal tempat Presiden menerima tamu-tamunya. Di dinding terpampang lukisan kawan-kawan revolusi karya Sudjojono.
Lebih ke dalam lagi masuklah kita ke ruang kerja dan perpustakaan Presiden, seperti yang sudah dijelaskan secara rinci dalam artikel Kompas tersebut.
Keluar dari ruang tersebut, kita masuk ke ruangan aula Istana Merdeka tempat sidang kabinet atau resepsi kenegaraan dilaksanakan. Mebel yang digunakan adalah sebuah meja bundar kayu jati yang dapat ditarik menjadi panjang untuk sidang kabinet.
Apabila dalam artikel Kompas dijelaskan bahwa persiapan Konferensi Asia Afrika di Bandung dilaksanakan di ruang sayap barat Istana Bogor disebutkan pada tahun 1963, di mana bertemu lima perdana menteri, yaitu dari Indonesia, India, Burma, Sri Lanka, dan Pakistan, tahunnya bukanlah tahun 1963, melainkan 1953. Pada tahun yang sama kelima Perdana Menteri tadi mengadakan santap malam bersama Bung Karno di Jakarta, di meja yang saya sebutkan di atas.
Tanggapan terhadap tulisan Eddy Supriyatna
Dalam artikel Kompas ditulis bahwa menurut Eddy Supriyatna dalam bukunya Kursi Kekuasaan Jawa, yang bersangkutan menulis kekuasaan Soekarno juga tampil melalui ekspresi visual tata letak dan bentuk-bentuk kursi di Gedung Agung yang diciptakannya sendiri.
Kursi dengan sandaran tangan untuk Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia, para tamu agung, dan para pejabat tinggi yang dihormati di sisi lain kursi-kursi tanpa sandaran tangan di kiri kanannya digunakan untuk pejabat yang strata sosialnya lebih rendah.
Menurut saya, hal tersebut di atas tidak sepenuhnya benar karena sejauh yang saya ketahui, Bung Karno tidak pernah membeda-bedakan status seseorang dalam hubungannya dengan kursi tempat mereka duduk. Boleh saja seorang duta besar negara sahabat duduk di sebuah kursi yang tanpa sandaran tangan atau di kursi rotan setengah reot pada pertemuan pagi hari dengan Presiden di teras belakang Istana Merdeka.
Bung Karno tidak pernah membeda-bedakan status seseorang dalam hubungannya dengan kursi tempat mereka duduk.
Sebaliknya anggota delegasi suku Dayak dari Palangkaraya, Kalimantan, diizinkan untuk duduk di kursi yang mempunyai sandaran tangan di ruang aula tempat sidang kabinet dilaksanakan.
Bahkan seorang tamu agung, seperti pemimpin revolusi rakyat Vietnam, Ho Chi Minh, diajak duduk ”ngelesot” di lantai oleh Bung Karno di ruangan Gedung Bentol Istana Cipanas.
Lepas dari segala hal di atas, menurut hemat saya, artikel Kompas tersebut sangat bermanfaat bagi pengetahuan masyarakat pada umumnya agar mereka tahu salah satu sisi dari istana-istana kepresidenan yang ada.
Sebagai penutup, saya ingin mengemukakan adalah benar bahwa sebagian terbesar mebel yang ada di istana-istana kepresidenan adalah rancangan dari Bung Karno pribadi yang dilaksanakan oleh perusahaan mebel Tjioe Yi dengan kepala tukangnya adalah seorang maestro yang bernama Tarsudin asal Tegal, seorang sukarnois sejati!
Guntur Soekarnoputra, Pemerhati Sosial