Bermakna dan Mencerahkan
Setelah lebih dari 50 tahun, topik ini terasa masih sensitif. Syafii Maarif adalah salah satu intelektual yang dengan pikiran terbuka konsisten mengangkat berbagai permasalahan dan mencari jalan keluarnya.
Artikel Opini Ahmad Syafii Maarif di harian Kompas tidak pernah saya lewatkan. Tulisan beliau selalu enak dibaca, penuh makna, dan mencerahkan. Itu pula yang saya petik dari ”Kesaktian Pancasila dan Kecelakaan Sejarah” (Kompas, 1/10/2021).
Dalam tulisan itu, Syafii Maarif mengangkat berbagai ihwal terkait peristiwa G30S. Dengan ringkas, padat, tetapi komprehensif, Buya Syafii Maarif mengulas latar belakang, konteks, situasi, dan kejadian yang pecah pada 1 Oktober 1965 dan dramatis mengubah negeri kita.
Prahara nasional itu sudah lebih dari setengah abad berlalu. Namun, sampai sekarang topik ini terasa masih sensitif. Syafii Maarif, menurut saya, termasuk intelektual yang dengan pikiran terbuka konsisten mengangkat berbagai permasalahan dengan ”kepala dingin”.
Meminjam istilah Buya, ini bukan untuk memperparah luka lama, melainkan untuk berdamai dengan masa lampau. Demi rekonsiliasi nasional.
Buya menyarankan pembentukan tim independen, terdiri dari sejarawan, saksi-saksi utama yang masih ada, dan para pakar. Diakuinya ini tidak mudah, rintangan politik dan psikologisnya belum hilang.
Namun, Buya yakin ini harus dilakukan karena bangsa ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama dalam kebingungan. Hemat saya, kebingungan ini jangan kita wariskan kepada generasi muda yang semakin berpendidikan dan memiliki akses mudah terhadap informasi yang melimpah. Sepakat dengan Buya, yang harus kita wariskan adalah menghadirkan nilai-nilai Pancasila di semua lini kehidupan: ekonomi, politik, sosial, hukum, dan moral.
Dua tahun silam, saya menulis Surat kepada Redaksi ”Paham demi Masa Depan” (Kompas, 7/10/2019). Saya menceritakan ingatan lama ketika saya bersepeda dalam perjalanan ke sekolah, dilarang tentara melintasi daerah Lapangan Monumen Nasional, pagi hari 1 Oktober 1965.
Surat tersebut saya tutup dengan harapan agar peristiwa 1965 yang kelam, getir, serta menimbulkan perubahan luas dan mendalam itu dipahami generasi muda sebagai bagian utuh ”pasang surut” perjalanan negeri ini, sambil memetik hikmahnya untuk masa depan.
Artikel Opini Ahmad Syafii Maarif tersebut memperkaya pencerahan ke arah itu. Terima kasih, Buya.
Eduard Lukman
Jl Warga RT 014 RW 003, Pejaten Barat, Jakarta 12510
TNI
Menjelang HUT TNI 5 Oktober 2021, harian Kompas memuat headline menarik berjudul ”Akademi di TNI Berdaptasi Hadapi Gen Z” (Senin, 4/10/2021).
Dikatakan bahwa dalam mendidik taruna yang berasal dari generasi Z, porsi aspek penalaran menjadi signifikan, selain kemampuan fisik dan kepribadian.
Saya merasa beruntung saat dinas dulu mendapat kesempatan pendidikan di Amerika Serikat. Dua kali di US Army Finance School di Fort Benjamin Harrison, Indianapolis, pada 1969 dan 1988 serta di DISAM di Wright Patterson AFB, Ohio, tahun 1980.
Sejak awal pendidikan saya merasakan perbedaan nuansa di kelas, yang kritis dan dinamis dalam belajar mengajar. Siswa asing dikagetkan, terutama saya, bahwa instruktur benar-benar dituntut menguasai materi ajaran karena siswa sangat aktif bertanya dan berdiskusi. Jika saat berdiskusi instruktur merasa kurang cakap dalam menjawab pertanyaan, ia minta waktu untuk mencari literatur tambahan. Di sini pentingnya penalaran dan profesionalisme, terutama di dunia kemiliteran.
Saat di Wright Patterson AFB, saya juga melihat kejadian yang sangat menarik, yaitu saat komandan jenderal pendidikan tersebut, seorang marsekal bintang dua, berjalan masuk kompleks pendidikan. Ia dicegat seorang kopral provost dan dilarang masuk kompleks karena lupa memakai tanda jabatannya.
Waktu masih berdinas dulu, saya sangat beruntung mempunyai seorang danjen dan dirjen bintang dua, yang bersedia berdiskusi dengan saya yang saat itu hanya seorang letkol. Padahal, kedua jenderal tersebut sangat disegani, baik di TNI AU maupun di TNI AL. Ternyata kedua jenderal itu lulusan Amerika Serikat juga.
Maksud tulisan ini tidak untuk mengagungkan pendidikan kemiliteran di Amerika Serikat, tetapi ingin menunjukkan pentingnya penggunaan nalar dan profesionalisme dalam menjalankan tugas.
Semoga dengan penyempurnaan kurikulum atau pendekatan dalam mendidik para taruna yang berasal dari generasi Z, TNI akan lebih profesional dalam menjalankan tugas dengan penalaran yang semakin progresif.
Bravo TNI.
Dawami Martono
Rawa Bambu, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Sepeda
Kondisi puluhan sepeda yang diparkir berjajar di Halte Bus Harmoni, depan kompleks pertokoan Duta Berlin, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, terlihat semakin kusam.
Barang tidak murah itu dibiarkan kepanasan dan kehujanan. Nyaris tidak ada warga yang memanfaatkan bike sharing atau penggunaan sepeda bersama ini. Berbagi sepeda yang digagas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kondisinya sama saja di sejumlah wilayah DKI Jakarta.
Niat menggerakkan masyarakat agar rajin bersepeda tampaknya tidak sesuai ekspektasi. Sejak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggelar uji coba layanan berbagi sepeda ini, Juli 2020, nyaris tak ada sambutan baik.
Kondisi ini menambah contoh penghamburan anggaran, selain dana untuk penyelenggaraan Formula E yang saat ini terus disorot publik.
Jika demikian, apa tugas dan manfaat puluhan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP)?
Demikian pula dengan tugas pokok dan fungsi kontrol Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, yang boleh dibilang tidak searah dengan amanah para pemilihnya.
Program-program yang lain, seperti revitalisasi jembatan penyeberangan orang berbiaya miliaran, pembuatan monumen sepatu, juga bisa kita katakan sebagai contoh pelaksanaan ide yang kurang dikehendaki publik.
Jadi, terhadap program bike sharing yang gagal, termasuk pembuatan jalur khusus sepeda yang kurang bermanfaat, ke mana kita harus meminta pertanggungjawaban? Mengapa misalnya Pemprov DKI Jakarta tidak melakukan kajian untuk mencari solusi. Misalnya, apakah pembuatan jalur khusus sepeda motor lebih bermanfaat daripada jalur sepeda?
A Ristanto
Jatimakmur, Pondokgede, Kota Bekasi
Dana Pensiun
Menteri BUMN Erick Thohir beberapa waktu lalu mempunyai ide untuk menggabungkan dana pensiun yang selama ini dikelola oleh setiap BUMN, dalam satu sistem pengelolaan. Namun, sampai saat ini ide tersebut belum terwujud. Kabarnya masih menunggu persetujuan Menteri Keuangan.
Selama ini, dana pensiun BUMN dikelola secara internal oleh setiap perusahaan. Jika dana pensiun semua perusahaan pelat merah digabungkan dan dikelola secara profesional di bawah badan khusus dana pensiun dengan supervisi Kementerian BUMN, tentunya akan lebih efektif, efisien, dan bermanfaat bagi pensiunan.
Semoga dengan demikian penyelewengan dan korupsi dana pensiunan yang pernah terjadi, seperti di Pertamina dan Asabri, tidak lagi terjadi.
BUMN yang memiliki dana pensiun di antaranya PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Kami sebagai pensiunan karyawan Pertamina berharap izin penggabungan dana pensiun BUMN dapat segera disetujui pemerintah. Harapannya, dana pensiun dikelola secara profesional sehingga memberi benefit yang wajar.
Saat ini, ada senior karyawan Pertamina yang pensiun sebelum tahun 2000 hanya mendapat gaji pensiun kurang dari Rp 1 juta per bulan.
Drs H Deniarto Suhartono MBA
Pensiunan Karyawan Pertamina
Hidupkan PSMI
Pekan Surat Menyurat Internasional (PSMI) berlangsung setiap 8-21 Oktober sejak 1957. Ini untuk memperingati Hari Uni Pos Sedunia (Universal Postal Union/UPU), 9 Oktober. Tujuan PSMI untuk menjalin persahabatan di dalam negeri dan antarnegara. Indonesia ikut ambil bagian mulai tahun 1958.
Dalam waktu tiga minggu, masyarakat diberi kesempatan mengirim surat dengan sampul dan cap khusus.
Tiap tahun temanya berbeda. Sampul diterbitkan sesuai tema dan umumnya ada prangko dengan tema yang sama. Sampul PSMI semakin istimewa karena cap khusus PSMI disediakan hanya di kantor pos yang ditunjuk.
Memasuki dunia digital saat ini membuat kehidupan semakin instan, serba cepat, dan praktis. Komunikasi dan jalinan persahabatan tidak lagi melalui surat-menyurat. Cukup dengan aplikasi pesan singkat atau surat elektronik.
Makin sulit orang menulis surat dengan tangan, memasukkan dalam sampul surat, membubuhi prangko, lalu mengirimkannya melalui kantor pos. Surat dan prangko menjadi barang yang makin terlupakan. Padahal, prangko masih menjadi bukti sebagai alat pembayaran yang sah dalam mengirim surat.
Selain itu, PSMI mengingatkan kembali kepada masyarakat supaya menulis surat dengan benar, terutama dalam hal meletakkan tulisan penerima dan pengirim. Saya lupa tahun berapa terakhir PSMI diselenggarakan di Indonesia. Mungkin 2002.
Untuk menggiatkan kembali pemakaian prangko dan gemar menulis surat, saya usul kepada PT Pos Indonesia (Persero) untuk menghidupkan kembali PSMI.
Vita Priyambada
Jalan Bendungan, Siguragura, Malang 65145
Tetap Taat Prokes
Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dalam berbagai level dilanjutkan pemerintah sesuai kondisi setiap daerah. Keputusan ini merupakan salah satu upaya memutus rantai penyebaran Covid-19. Namun, upaya ini tidak bisa terwujud baik jika tidak didukung semua pihak.
Para ahli epidemiologi dan kesehatan sudah menyampaikan bahwa virus ini bisa menyebar dengan cepat. Namun, mereka juga semakin paham cara pencegahannya. Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya taat protokol kesehatan.
Tindak tegas pelanggar protokol kesehatan, ingatkan semua pihak untuk mementingkan kesehatan rakyat.
Wening Cahyani
Klaten, Jawa Tengah