Jika pulau-pulau terluar dengan populasi kecil pun dijaga tentara dari kehadiran penyusup, situs-situs pemerintah, dengan seminim apa pun fungsinya, idealnya juga dijaga aparat.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
Covid-19 menghadirkan perubahan yang ekstra cepat. Perubahan dalam delapan tahun diprediksi terpangkas menjadi hanya delapan bulan. Penetrasi internet yang menjadi motor perubahan itu.
Menurut Hootsuite dalam ”Digital 2021”, pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 telah mencapai 202,6 juta jiwa atau telah menjangkau 73,7 persen penduduk. Padahal, tahun 2002 silam, pengguna internet di Indonesia baru berjumlah 4,1 juta jiwa. (Kompas, 24 Januari 2002)
Ketika pengguna internet di Indonesia telah sedemikian masif, dibutuhkan perlindungan bagi pengguna internet. Perlindungan terutama dibutuhkan karena hidup kita makin bergantung pada internet, terlebih nanti pascapandemi Covid-19.
Peretasan ini serius. Target serangan tidak hanya akun media sosial individu, tetapi diduga juga menyasar jaringan internal 10 kementerian/lembaga. Berdasarkan informasi The Record, peretasan pada pekan lalu terkait dengan kelompok peretas dari China yang menargetkan negara-negara di Asia Tenggara.
Di dunia, peretasan jelas bukan hal baru. Satu dekade silam, misalnya, Google melaporkan serangan peretasan dari lokasi-lokasi yang diduga di China.
Pemerintah China, melalui koran People’s Daily, telah membantah berada di balik serangan siber global terhadap 70 situs milik pemerintah ataupun swasta.
Malaysia pada tahun 2011 juga melaporkan serangan ke situs-situs pemerintahnya meski, uniknya, 90 persen pelakunya diduga adalah warga negara Malaysia sendiri.
Sepuluh tahun berlalu, peretasan makin marak sekaligus makin sulit terdeteksi. Kita harus waspada karena kejahatan tidak lagi sesederhana perampokan yang menyasar brankas bank. Penjahat kini membobol dompet digital ataupun data.
Peretasan dengan permintaan tebusan, ransomware, juga diprediksi makin marak. Tanpa tindakan tegas, permintaan tebusan ini diyakini mewabah.
Demi keamanan warga dan kepentingan nasional, pemerintah dengan demikian harus hadir di jagat maya. Apalagi, konstitusi telah mengamanatkan perlindungan terhadap segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Demi keamanan warga dan kepentingan nasional, pemerintah dengan demikian harus hadir di jagat maya.
Apabila pulau-pulau terluar dengan populasi kecil pun dijaga oleh tentara dari kehadiran penyusup, situs-situs pemerintah, dengan seminim apa pun fungsinya, idealnya juga dijaga aparat. Ini tidak hanya soal kedaulatan, tetapi situs-situs pemerintah juga menyimpan data pribadi warga.
Kita paham apabila perlindungan selalu membutuhkan anggaran. Namun, ketika penggunaan teknologi informasi dan komunikasi digital tumbuh secara eksponensial, sistem keamanan siber juga harus dibangun secara eksponensial.
Realokasi anggaran negara harus dikerjakan demi menangkal serangan siber ini. Realokasi anggaran negara itu didasarkan pada pergeseran prioritas pembangunan.
Ketika bekerja dari rumah melalui fasilitasi jaringan internet akan menjadi kenormalan baru, dana pembangunan jalan dapat saja dialihkan bagi pembangunan infrastruktur keamanan siber. Belanja pegawai bagi admin, yang kemudian sudah digantikan teknologi, dapat saja dialokasikan untuk membayar auditor pihak ketiga.
Peretasan, sekali lagi, adalah urusan serius. Kita sebaiknya menyikapinya dengan serius pula.