ASEAN berupaya keras mewujudkan konsensus guna memberikan iklim kondusif bagi rakyat Myanmar agar dapat mencapai solusi menyeluruh. Sudah terlalu lama rakyat Myanmar didera penderitaan akibat konflik.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kondisi tak kunjung membaik di Myanmar. Belum ada titik temu. Namun, ada sedikit kelegaan setelah muncul niatan untuk gencatan senjata.
Seperti diberitakan harian ini pada Selasa (7/9/2021), saat berbicara secara daring dengan Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar, Erywan Yusof, Menteri Luar Negeri Myanmar versi Dewan Pemerintahan Negara (SAC) Wunna Maung Lwin menyampaikan, militer negara itu setuju usulan gencatan senjata. Bahkan, terungkap, gencatan bukan bertujuan politis, melainkan konkret, yakni memastikan keamanan dan keselamatan pekerja kemanusiaan.
Masih dini untuk berharap banyak pada sinyal positif dari kubu junta. Yang bisa dilakukan oleh negara tetangga Myanmar ialah memantau dengan cermat dan terus mendorong militer agar mau bekerja sama demi keselamatan rakyat Myanmar.
Tidak ringan beban Erywan Yusof. Tugasnya ialah mewujudkan butir-butir konsensus para pemimpin ASEAN guna mencapai solusi. Ada lima konsensus. Selain penunjukan utusan khusus yang sudah terwujud, konsensus itu ialah penghentian kekerasan di Myanmar, dialog konstruktif, bantuan kemanusiaan, dan kunjungan utusan khusus serta delegasi ASEAN ke Myanmar.
Jaminan keamanan penyaluran bantuan kemanusiaan lewat penghentian gencatan senjata sangat penting. Hanya dengan cara itu, tenaga kemanusiaan dapat bekerja sekaligus membawa berbagai keperluan bagi rakyat Myanmar. Gelombang pertama bantuan terdiri atas alat kesehatan untuk penanganan Covid-19. Semuanya akan dikelola Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan ASEAN (AHA Centre). Tahap selanjutnya berupa pengiriman vaksin.
Setelah kudeta militer terhadap pemerintahan yang dipimpin Aung San Suu Kyi pada Februari lalu, Myanmar tenggelam dalam konflik panas. Demonstrasi besar berlangsung menentang kudeta. Pemogokan dilakukan sebagai bentuk protes. Lalu muncul kelompok-kelompok perlawanan yang menjalin kerja sama dengan milisi pemberontak. Semua ini terjadi di tengah pandemi Covid-19.
Pada Selasa (7/9/2021), Duwa Lashi La, penjabat presiden pemerintahan tandingan Myanmar (NUG), menyerukan agar rakyat Myanmar melakukan perlawanan terhadap militer. Kelompok-kelompok etnis diajak bergabung dalam perlawanan itu.
Setelah kudeta militer terhadap pemerintahan yang dipimpin Aung San Suu Kyi pada Februari lalu, Myanmar tenggelam dalam konflik panas.
Situasi ini mempertegas bahwa apa yang terjadi di Myanmar hanya dapat diselesaikan secara mendasar oleh rakyatnya, oleh kekuatan-kekuatan politik domestik. Perseteruan panjang kubu prodemokrasi dengan militer perlu dicarikan solusi permanennya, sesuai semangat demokrasi.
ASEAN berupaya keras mewujudkan konsensus guna memberikan iklim kondusif bagi rakyat Myanmar agar dapat mencapai solusi menyeluruh. Sudah terlalu lama rakyat Myanmar didera penderitaan akibat konflik.