Penanggulangan dan pengobatan Covid-19 dan hepatitis tidak boleh ditunda karena akan memperburuk keadaan penderita, baik yang mengalami salah satu maupun keduanya. Kedua penyakit ini perlu ditangani secara optimal.
Oleh
DAVID HANDOJO MULJONO
·4 menit baca
Di tengah keprihatinan dunia dan Indonesia menghadapi badai pandemi Covid-19, hepatitis dan berbagai akibatnya dapat menambah angka kesakitan dan kematian di masyarakat. Kedua penyakit ini, baik secara terpisah maupun bersamaan, merupakan masalah besar yang harus ditangani.
Pada Mei 2010, Sidang Umum Kesehatan Dunia (World Health Assembly) mengeluarkan resolusi yang menetapkan hepatitis sebagai Masalah Kesehatan Dunia dan tanggal 28 Juli sebagai Hari Hepatitis Sedunia.
Dengan demikian, resolusi ini diprakarsai oleh Brasil, Kolombia, dan Indonesia, bertepatan dengan saat Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Resolusi ini disusul oleh berbagai pedoman dan program pengendalian hepatitis, dan menjadi dasar ditetapkannya Global Health Sector Strategy for Hepatitis 2016-2021, yang menargetkan eliminasi hepatitis virus pada tahun 2030.
Dalam beberapa tahun terakhir telah banyak kemajuan di bidang pencegahan, deteksi, dan pengobatan hepatitis. Ketiga hal tersebut merupakan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan seiring, tetapi belum dapat dilaksanakan secara optimal di semua negara.
Dalam bidang pencegahan, belum semua kelompok yang memerlukan vaksinasi hepatitis B mendapatkannya pada saat yang tepat, seperti bayi di hari pertama kelahiran, petugas kesehatan, dan orang-orang dengan pekerjaan berisiko tinggi terpapar.
Kesenjangan diagnosis dan pengobatan, yang sering disertai masalah ketersediaan obat, jadi penyebab penanganan penyakit tidak optimal.
Dalam hal diagnosis dan pengobatan, khususnya untuk hepatitis C, deteksi dini untuk keperluan skrining dan pengobatan belum dapat dilakukan optimal. Hal itu disebabkan belum tersedia peralatan yang dapat digunakan di masyarakat luas. Kesenjangan diagnosis dan pengobatan, yang sering disertai masalah ketersediaan obat, jadi penyebab penanganan penyakit tidak optimal.
Sekitar 257 juta orang di dunia mengidap hepatitis B dengan angka kematian 887.000. Berbagai upaya penanggulangan telah menurunkan prevalensi hepatitis B dan angka kematian di tingkat global.
Meskipun demikian, penurunan ini belum bermakna pada anak-anak di bawah lima tahun, dari 5 persen sebelum tahun 2000 menjadi 1 persen pada 2019, yang disebabkan tingginya penularan dari ibu ke bayi pada saat persalinan.
Anak-anak ini umumnya akan mengidap hepatitis B, dengan risiko mengalami komplikasi pada satu saat dan menjadi sumber penularan, sehingga mempertahankan endemisitas penyakit ini pada generasi selanjutnya.
Untuk mengatasi hal ini, WHO memberi rekomendasi pemberian Tenovofir pada ibu hamil yang mengidap virus ini, di samping program vaksinasi hepatitis B pada bayi pada 24 jam pertama setelah kelahiran.
Hepatitis C juga merupakan masalah kesehatan global, dengan perkiraan jumlah penderita sebesar 71 juta penduduk dan angka kematian 399.000. Hingga kini belum ada vaksin untuk mencegah hepatitis C.
Namun, pada 2013 telah ditemukan obat yang dapat menyembuhkan lebih dari 92 persen penderita. Karena itu, WHO menargetkan penurunan kasus baru sebesar 90 persen dan penurunan angka kematian 65 persen pada 2030.
Dalam evaluasi pada tahun 2016, hanya 11 negara dengan tingkat ekonomi tinggi dapat mencapai target ini pada 2030, lima negara pada 2040, dan sisanya pada 2050. Pencapaian ini lebih rendah pada negara berkembang jika tetap mengandalkan strategi yang digunakan saat ini.
Mikroeliminasi
Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak serius pada berbagai upaya kesehatan masyarakat. Telah terjadi perubahan prioritas dan realokasi berbagai sumber daya untuk mengatasi wabah ini.
Penyuluhan, skrining, dan pengobatan hepatitis pada masyarakat tidak mungkin dilakukan dengan efektif. Selain itu, terjadi kelambatan penyediaan dan distribusi obat kepada penderita, dengan dampak kekambuhan dan pemburukan penyakit.
Telah dilakukan studi bahwa satu tahun penundaan penanggulangan hepatitis C akan berakibat bertambahnya 44.800 penderita kanker hati, 72.300 kematian, dan penambahan kasus baru dalam jumlah besar (Center for Disease Analysis Foundation, AS, 2021).
Keadaan ini lebih parah dialami oleh negara berkembang. Semua ini menyebabkan sejumlah negara mengambil langkah menolong penderita hepatitis di tengah pandemi Covid-19 ini.
Beberapa strategi alternatif penanggulangan hepatitis yang mungkin dilakukan adalah mikroeliminasi, menyatukan diagnosis dan pelayanan kesehatan, dan integrasi pengendalian hepatitis dengan upaya penanggulangan Covid-19.
Pada akhirnya, mikroeliminasi akan memberi realisasi pencapaian target makroeliminasi nasional.
Mikroeliminasi adalah strategi pendekatan melalui populasi yang memiliki karakteristik yang sama dan prevalensi penyakit yang tinggi.
Dengan mikroeliminasi, dapat dilakukan strategi spesifik (tailored strategy) sesuai dengan karakteristik sasaran, dengan target yang realistis, alokasi dana dan sumber daya dengan lebih jelas, serta melibatkan partisipasi masyarakat seminat (stakeholder) yang sesuai. Pada akhirnya, mikroeliminasi akan memberi realisasi pencapaian target makroeliminasi nasional.
Strategi berikutnya adalah menyatukan diagnosis dan pengobatan pada waktu dan tempat yang sama, sedekat mungkin dengan masyarakat sasaran, sehingga pelayanan dapat dilakukan bersama.
Selanjutnya, pendekatan yang mungkin dilakukan adalah integrasi pelayanan hepatitis dengan upaya penanggulangan Covid-19. Kapasitas yang dimiliki keduanya dapat saling menunjang. Integrasi upaya mengatasi pandemi Covid-19 akan menjadikan pelayanan kesehatan di berbagai bidang semakin kuat.
Hari Hepatitis Sedunia tahun ini diperingati dengan tema ”Hepatitis Tidak Dapat Menunggu” (Hepatitis Can’t Wait) di tengah pandemi Covid-19. Penanggulangan dan pengobatan Covid-19 dan hepatitis tidak boleh ditunda karena akan memperburuk keadaan penderita, baik yang mengalami salah satu maupun keduanya.
David Handojo Muljono
Ketua Komite Ahli Hepatitis dan Infeksi Saluran Pencernaan Kementerian Kesehatan.