Usaha Panjang Harvey J Alter, Michael Houghton, dan Charles M Rice Menyelamatkan Jutaan Nyawa
Harvey J Alter, Michael Houghton, dan Charles M Rice berjasa besar atas penemuan virus hepatitis C. Penemuan mereka mengungkap penyebab kasus hepatitis C yang bisa menyelamatkan jutaan nyawa manusia.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·5 menit baca
Usaha dan ketekunan memang tidak pernah mengkhianati hasil. Kerja bertahun-tahun yang penuh tekanan yang dialami Harvey J Alter (85), Michael Houghton (70), dan Charles M Rice (68) bersama tim untuk menemukan virus hepatitis C memberi dampak besar bagi manusia saat ini.
Waktu masih menunjukkan pukul 04.45 di rumah Harvey J Alter di Amerika Serikat, Senin (5/10/2020), saat teleponnya berbunyi. Ketika itu, ia baru bangun tidur. Panggilan pertama dan kedua dia abaikan. Baru panggilan ketiga, dia angkat telepon itu dengan kesal karena aneh baginya menerima panggilan sepagi itu.
Namun, kemarahan itu hanya bertahan beberapa detik setelah tahu telepon itu datang dari Komite Nobel di Swedia. Telepon itu mengabarkan Alter menjadi salah satu dari tiga penerima Nobel Fisiologi atau Kedokteran 2020 atas penemuannya terhadap virus hepatitis C.
”Aku tidak pernah berpikir bahwa ini bakal terjadi, namun ini benar-benar terjadi,” katanya kepada nobelprize.org. Pekerjaan yang dia lakukan saat bekerja di Institut Kesehatan Nasional (NIH) AS tahun 1970-an itu diganjar anugerah tertinggi dalam ilmu pengetahuan, Hadiah Nobel.
Keterkejutan itu pula yang dialami Charles M Rice. Telepon di pagi buta itu membuatnya tertegun karena ia juga tak pernah mengharapkannya. ”Ini benar-benar kejutan yang luar biasa,” ujarnya.
Aku tidak pernah berpikir bahwa ini bakal terjadi, namun ini benar-benar terjadi.
Namun, situasi berbeda dialami Michael Houghton. Seperti disampaikan Sekretaris Jenderal Komite Nobel Thomas Perlmann saat mengumumkan penerima Nobel Fisiologi atau Kedokteran tersebut, Houghton belum bisa ditelepon.
Kabar gembira itu akhirnya datang dari rekan Houghton di Universitas Alberta, Edmonton, Kanada, sekitar pukul 03.00. Meski senang dan terhormat, dia mengaku sulit untuk kembali tidur setelah mendengar berita itu. Akhirnya, dia menyerah dan memilih membaca ratusan surat elektronik yang memberinya selamat.
Bagi ketiga ilmuwan itu, pekerjaan meneliti adalah tanggung jawab atas minat dan integritas diri. Tak ada pikiran muluk untuk bisa memberi dampak besar pada manusia, apalagi untuk sekadar meraih Nobel.
Pada 1940-an, dunia hanya mengenal hepatitis A yang ditularkan dari air minum dan makanan tercemar serta hepatitis dari transfusi darah. Keduanya menular. Namun, hepatitis A bisa sembuh dalam beberapa minggu, sedangkan hepatitis dari transfusi darah bersifat kronis, dalam jangka 10-30 tahun bisa memicu sirosis (parut di hati/liver) dan karsinoma hepatoseluler (kanker hati).
Penyebab hepatitis dari transfusi darah ini tidak diketahui. Sampai tahun 1960-an, Baruch Blumberg menemukan virus pemicu hepatitis B dan diganjar Nobel Fisiologi atau Kedokteran 1976. Walau tes darah untuk mendeteksi hepatitis A dan B itu sudah ada, nyatanya infeksi hepatitis kronis melalui transfusi darah tetap ada.
Studi Alter dan tim pada tahun 1972 menemukan, agen penyebab hepatitis kronis itu memiliki karakter sebagai virus hingga mereka menamai penyakit ini sebagai hepatitis non-A, non-B. Riset ini memberi dasar bagi ilmuwan lain untuk mengembangkan berbagai cara mengenali virus yang memicu hepatitis kronis tersebut.
”Ini adalah riset tidak langsung dengan hipotesis yang tidak tahu akan ke mana ujungnya, hanya melihat apa yang terjadi selanjutnya,” katanya. Studi yang dilakukan lebih dari 50 tahun lalu itu butuh waktu panjang yang tidak semua lembaga bisa memberikan kesempatan riset seperti itu.
Ini adalah riset tidak langsung dengan hipotesis yang tidak tahu akan ke mana ujungnya, hanya melihat apa yang terjadi selanjutnya.
Berbagai cara dilakukan ilmuwan untuk mengidentifikasi virus tersebut. Nyatanya, semua gagal. Terobosan muncul pada 1989 saat Houghton dan tim yang bekerja di perusahaan farmasi Chiron Corporation di California, AS, mengembangkan cara yang belum teruji untuk mengisolasi urutan genetik virus hingga akhirnya mengetahui virus penyebab hepatitis non-A, non-B yang kemudian dinamai virus hepatitis C.
”Ini tugas berat karena peralatan dulu tidak seperti sekarang. Kami sudah coba lebih 30 cara selama 7-8 tahun hingga akhirnya bisa mendapat satu kloning virus tersebut,” kata Houghton yang mengidolakan Louis Pasteur (1822-1895), ilmuwan Perancis pioner biologi molekuler dan penemu prinsip fermentasi dan pasteurisasi makanan serta vaksin antraks dan rabies.
Selama masa itu, tekanan sangat besar harus dihadapi Houghton dan tim karena mereka harus mempertanggungjawabkan risetnya pada perusahaan bioteknologi tempat mereka bekerja dan juga investor. Belum lagi Houghton harus bisa mengelola program risetnya terus berjalan di tengah kegagalan yang panjang.
Meski virus hepatitis C sudah ditemukan, masih ada satu pertanyaan mengganjal, yaitu apakah hanya virus ini yang bisa memicu hepatitis kronis atau ada pemicu lain. Studi Rice dan tim tahun 1997 membuktikan hanya virus hepatitis C yang bisa memunculkan perubahan patologis yang sama seperti ketika seseorang terinfeksi hepatitis C.
Memang Alter, Houghton, dan Rice yang dianugerahi Nobel dan berhak atas hadiah 10 juta krona Swedia atau Rp 16,6 miliar yang dibagi rata bertiga. Namun, di balik mereka, terdapat banyak peneliti lain yang bekerja.
”Sangat senang bekerja dalam komunitas, bersama orang-orang yang baik hati dan ide bersama,” kata Rice. Mereka juga pekerja keras dan gigih. Pekerjaan dari satu tim ke tim lain bisa dilanjutkan hingga akhirnya memberikan hasil yang berdampak besar bagi manusia dan dunia.
Studi yang dilakukan ketiga ilmuwan ini juga menunjukkan pentingnya riset dasar. Proses riset ini memang lama, mahal, dan tingkat kegagalannya pun tinggi. Kondisi itu berkebalikan dengan situasi saat ini di mana lebih banyak riset langsung yang memberi hasil lebih cepat. ”Ilmuwan tidak perlu harus selalu tahu ke mana akan pergi,” tambah Alter.
Meksi demikian, jika berhasil, riset dasar akan memberikan dampak yang luar biasa. Dari kerja mereka, dunia kini punya cara untuk mendeteksi keberadaan virus hepatitis C dalam darah, obat yang menyembuhkan, hingga vaksin yang tengah dikembangkan. Belum lagi, transplantasi atau cangkok hati bisa dihindari karena pencegahan hepatitis C bisa dilakukan.
Upaya itu membuat jutaan manusia bisa diselamatkan dan kesehatan masyarakat bisa ditingkatkan. Terlebih, ada 70 juta orang di seluruh dunia yang terinfeksi hepatitis C dan menyebabkan lebih dari 400.000 kematian setiap tahun. Namun, capaian yang besar itu hanya bisa didapat riset dasar yang panjang dan dukungan pendanaan yang kuat.
Harvey J Alter
Lahir: New York, Amerika Serikat, 1935
Afiliasi saat ini: Institut Kesehatan Nasional (NIH), Bethesda, Maryland, AS
Michael Houghton
Lahir: Inggris, 1950
Afiliasi saat ini: Universitas Alberta, Edmonton, Kanada
Charles M Rice
Lahir: Sacramento, California, AS, 1952
Afiliasi saat ini: Universitas Rockefeller, New York, AS