Saat ini pelbagai negara berupaya mengombinasikan vaksinasi dengan jenis vaksin Covid-19 yang berbeda. Penelitian sudah berlangsung di Inggris, Jerman, dan Spanyol, yang diikuti, antara lain, Thailand dan Filipina.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Dalam kesulitan muncul banyak kreativitas. Narasi ini tampaknya pas memaknai upaya kombinasi vaksin Covid-19 di tengah keterbatasan dan varian baru.
Saat ini pelbagai negara tengah berupaya mengombinasikan vaksinasi dengan jenis vaksin Covid-19 yang berbeda. Penelitian sudah berlangsung di Inggris, Jerman, dan Spanyol, yang kemudian diikuti, antara lain, Thailand dan Filipina. Banyak negara menyambut baik, meski ilmuwan tetap mengingatkan agar semua uji coba dilakukan secara ilmiah, sesuai standar prosedur baku, dan dengan cakupan luas.
Saat ini responden uji coba memang masih terlalu sedikit untuk bisa menunjukkan efektivitas kombinasi vaksin. Juga belum ada studi jangka panjang dan studi lanjutan yang mengukur efikasi atau keampuhannya mengingat penggunaan vaksin konvensional pun baru disetujui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) awal 2021. Belum lagi kesulitan untuk memilih dan membandingkan kombinasi vaksin, selain secara moral akan menghadapi data kontrol dengan plasebo, di tengah kasus kesakitan dan kematian dalam pandemi.
Ide mix and match, padu padan, atau gampangnya kombinasi vaksin, tampaknya berawal dari munculnya kasus pengentalan darah pasca-vaksinasi Oxford-AstraZeneca. Beberapa negara menunda penggunaan produk vaksin tersebut, padahal vaksinasi baru berlangsung pada putaran pertama. Maka, pilihannya kemudian adalah kombinasi vaksin. Untunglah, ketika diuji coba ternyata hasilnya baik.
Kombinasi vaksin Oxford-AstraZeneca dengan Pfizer-BioNTech yang diuji coba di Inggris, misalnya, menghasilkan kekebalan mirip dengan dua dosis dari vaksin tunggal, bahkan lebih baik. Uji coba di Carlos III Health Institute di Madrid, Spanyol, menemukan respons imun yang kuat pada mereka yang mendapat vaksin kedua Pfizer, 8-12 minggu setelah vaksin pertama AstraZeneca (Nature, 1/7/2021).
Memang tidak ada uji banding langsung dengan mereka yang menerima dua dosis dari vaksin tunggal, tetapi dari hasil uji laboratorium diketahui, antibodi yang menetralisasi virus SARS-CoV-2, penular Covid-19, jadi 37 kali lebih banyak. Sel T yang tahan SARS-CoV-2 juga jadi empat kali lebih banyak. Hal serupa dihasilkan dalam penelitian di Jerman.
Kombinasi vaksin Oxford-AstraZeneca dengan Pfizer-BioNTech yang diuji coba di Inggris menghasilkan kekebalan mirip dengan dua dosis dari vaksin tunggal.
Berbagai kombinasi vaksin, Sinovac dengan AstraZeneca di Thailand atau di Filipina CoronaVac dengan enam vaksin lain hingga akhir November 2022, tampaknya bisa menjadi jalan keluar banyak persoalan. Selain beberapa penelitian sudah menunjukkan hasil yang lebih baik, sebenarnya kombinasi vaksin bisa mengatasi kelangkaan suplai vaksin dan kesulitan distribusi hingga pelosok pedesaan.
Indonesia pun akan sangat diuntungkan. Selain mengurangi ketergantungan pada suplai vaksin tertentu, vaksinasi juga bisa berjalan cepat sesuai agenda. Apalagi, sejauh ini belum ada laporan dampak buruk dari uji coba kombinasi vaksin.
Namun, sekali lagi, kajian ilmiah diperlukan karena aspek keamanan tetap harus menjadi pertimbangan utama.