Kini bukan kolaborasi yang kita saksikan, melainkan saling tuding soal asal-usul virus. AS pun menentang seruan WHO tentang kolaborasi global terkait pandemi.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Dunia dalam kekosongan kepemimpinan saat kerja sama tentang pandemi dibutuhkan. Namun, ada harapan, Indonesia bisa menyuarakan kolaborasi.
Mengapa kepemimpinan global sangat dibutuhkan? Ada enam subtipe virus pada burung dan kelelawar yang sewaktu-waktu bisa menjangkiti manusia. Masih belum dalam pengetahuan tentang subtipe yang mana dan kapan bermutasi ke manusia. Pandemi pasti terjadi, hanya saja waktunya tak bisa diduga.
”Pengetahuan meningkat dan daya teknologi membaik, demikian juga peramalan. Namun, semua itu bergantung pada kecepatan dalam langkah berbagi informasi tentang virus dan genetikanya,” demikian dituliskan di situs Science, 14 Juli 2017, oleh Wenqing Zhang, Kepala Program Influenza Global di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Robert G Webster, seorang emeritus di St Jude Children’s Research Hospital, Memphis, Tennessee, Amerika Serikat.
Kecepatan berbagi informasi di antara negara-negara membutuhkan kepemimpinan dunia. Ini pernah dilakukan Presiden AS Barack Obama tentang virus ebola dan dalam langkah penyelamatan dunia dari krisis ekonomi 2008.
Kini bukan kolaborasi yang kita saksikan, melainkan aksi saling tuding soal asal-usul virus. AS menentang seruan WHO tentang kolaborasi global terkait pandemi. Hal ini tak berubah saat AS beralih dari kepemimpinan Donald Trump kepada Joe Biden. Saat Biden mengatakan, ”America is back,” hal itu merujuk pada Eropa dan sekutu AS yang merasa ditinggal, bukan pada pandemi. Naluri manusia muncul. Senator AS John Kennedy (Republikan) menyuarakan bahwa kepemimpinan AS dituntut untuk memvaksinasi dunia (FoxNews, 8 Juli 2021). Kennedy menyadari seruannya akan kontroversial. Di AS masih terngiang ”America First”, tetapi Kennedy tetap bersuara.
Sebuah panel G-20 mengusulkan pengadaan dana 75 miliar dollar AS untuk pembiayaan pandemi di masa mendatang dalam pertemuan di Venesia, Italia, Jumat (9/7/2021).
Pada pertemuan daring tingkat menteri Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), 5 Juni 2021, disisipkan seruan tentang langkah di bidang perdagangan untuk merespons Covid-19. Dunia diminta mengurangi hambatan dagang, di antaranya termasuk hambatan soal vaksin dan bahan bakunya.
Indonesia juga berani menyuarakan reformasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada pertemuan 2019 di Osaka, Jepang. Intinya, ada saja yang berani mengambil inisiatif demi kepentingan global, apalagi saat pandemi seperti sekarang.
Hal menarik adalah seruan Shiro Armstrong dari Crawford School of Public Policy dari ANU College of Asia and the Pacific pada 13 Juni di situs East Asia Forum. Dia katakan, Indonesia bisa menjembatani G-7 dan China, yang saling berseberangan. Pada 2022, Indonesia akan menjadi tuan rumah G-20 di saat pemulihan global dari pandemi belum menentu. ”Sebagai negara demokratis dan berkembang dinamis, Indonesia memiliki otoritas moral untuk menjalankan kepemimpinan global,” kata Armstrong.